Kisah Pria Berjalan di Atas Es Kutub Selatan: Rasanya seperti di Bulan

23 Januari 2024 7:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salju di Antartika. Foto: DSD/Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Salju di Antartika. Foto: DSD/Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang TikTokers membagikan rekaman video memperlihatkan daratan bersalju di Antartika, Kutub Selatan. Pemandangan yang disajikan terlihat sangat menakjubkan karena tampak seperti di planet lain: Sejauh mata memandang hanya terlihat es tak berpenghuni.
ADVERTISEMENT
Rekaman tersebut diambil oleh Jeff Capps dan dibagikan di akun TikTok miliknya @thejeffcapps. Capps adalah pengelola bengkel kendaraan di stasiun penelitian Amundsen-Scott di Kutub Selatan dan telah bekerja di Antartika sejak awal 2019.
Video menampilkan pria berusia 33 tahun itu berjalan di atas hamparan salju yang tak berujung dengan latar belakang langit merah muda. Suara es terdengar berderak setiap dia melangkahkan kaki.
“Ini adalah suara salju yang sangat kering di Kutub Selatan”, tulis Capps di caption postingannya di TikTok.
“Saya merekam video ini pada pertengahan September, sekitar dua minggu sebelum Matahari terbit. Matahari hanya terbit setahun sekali di Kutub Selatan, jadi ini adalah waktu yang cukup istimewa. Salju sangat kering karena dalam cuaca yang sangat dingin, udara tidak bisa menahan kelembapan. Salju terbuat dari kristal es kecil dan sangat halus,” kata Capps kepada Newsweek.
ADVERTISEMENT
Stasiun Kutub Selatan Amundsen-Scott adalah salah satu dari tiga stasiun yang dioperasikan oleh National Science Foundation (NSF). Dua stasiun lainnya adalah Stasiun McMurdo di Pulau Ross dan Stasiun Palmer di Pulau Anvers dekat Semenanjung Antartika.
Stasiun Kutub Selatan Amundsen-Scott terletak di poros Bumi, berdiri di ketinggian 2.836 meter di atas lapisan es Antartika yang tebalnya sekitar 2.700 meter. Di Kutub Selatan, fenomena Matahari terbit bisa menjadi pemandangan yang menakjubkan karena ini terjadi setelah lingkungan berada dalam kondisi gelap tanpa Matahari selama berbulan-bulan.
“Karena sumbu rotasi Bumi miring terhadap jalur orbitnya mengelilingi Matahari, Kutub Utara dan Selatan mengalami perubahan musim yang drastis dalam jumlah sinar Matahari yang mereka terima,” papar NASA Earth Observatory dalam situs web resminya.
ADVERTISEMENT
NASA menjelaskan, Matahari terbit di Kutub disebabkan oleh kemiringan Bumi saat mengorbit Matahari, bukan oleh rotasi Bumi. Dibutuhkan waktu berminggu-minggu bagi Matahari untuk terbit di kutub Bumi.
“Selama enam bulan dalam setahun, Matahari tidak pernah terbit di salah satu kutub, dan tidak pernah terbenam di kutub lainnya. Bagi para ilmuwan yang menantang musim dingin di Kutub Selatan, Matahari terbit terjadi pada ekuinoks 21-22 September,” kata NASA.
Suhu rata-rata tahunan di stasiun Kutub Selatan adalah minus 14,4 derajat Celsius, tetapi rata-rata bulanan bervariasi dari minus minus 7 derajat Celsius hingga 24 derajat Celsius pada bulan Juli. Akumulasi salju sekitar 20 sentimeter per tahun, dengan kelembapan yang sangat rendah.

Kehidupan di Kutub Selatan Bagaikan Hidup di Bulan

Capps mengatakan rekaman itu diambil menggunakan kamera ponselnya, sambil berjalan menyusuri lautan salju. Mengingat cuacanya sangat dingin sekitar minus 30 derajat Celsius, Capps mengaku ponselnya seketika mati setelah merekam satu video gara-gara baterai smartphone-nya tidak tahan terhadap suhu dingin.
ADVERTISEMENT
Capps sendiri mulai bekerja di Antartika setelah mendapat tawaran pekerjaan dari seseorang yang menjalankan bengkel kendaraan di Kutub saat dirinya berada di Denver, Colorado, AS.
“Kami mengobrol, saya tahu dia bekerja di Antartika dan langsung tertarik karena saya suka bepergian. Saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan saya yang lama dan pergi bekerja di Antartika,” kata Capps.
“Jika saya harus menyimpulkan bagaimana rasanya tinggal di Kutub Selatan, menurut saya ini adalah versi hidup yang tidak terlalu ekstrem di Bulan. Ya, kita tidak harus mengenakan pakaian antariksa untuk pergi ke luar. Pemandangan di segala arah datar dan putih sejauh mata memandang. Stasiun penelitian kecil kami berdiri sendirian dan jaraknya lebih dari 965 km ke stasiun terdekat berikutnya.”
ADVERTISEMENT
Capps bilang, tantangan terbesar hidup di Kutub Selatan adalah suhu yang dingin, dengan suhu rata-rata di musim dingin minus 25 derajat Celsius.
“Tombol-tombol di kamera saya berhenti berfungsi, peralatan tidak akan menyala tanpa pemanas selama berjam-jam, dan menjaga jari-jari saya tetap hangat adalah perjuangan yang saya lakukan terus menerus saat berada di luar. Beruntung, kami tidak perlu terlalu sering berada di luar karena stasiun penelitian kami berada di dalam ruangan hangat dan terisolasi dengan baik,” papar Capps.
Selain cuaca dingin, bagian favorit yang Capps rasakan bekerja di Kutub Selatan adalah langit malam yang indah selama musim dingin.
“Selama musim dingin, kami hanya tinggal 43 orang. Kami tidak memiliki penerbangan masuk atau keluar dari Februari hingga akhir Oktober, jadi begitu pesawat di Februari berangkat, kami sendirian,” katanya.
ADVERTISEMENT
Capps berharap video yang dia bagikan di akun TikTok dan Instagram-nya akan membawa Antartika kepada orang-orang di seluruh dunia yang tidak punya kesempatan untuk pergi dan tinggal di sana, merasakan keindahannya tanpa membeku.