Klorokuin Dapat Izin Jadi Obat Darurat COVID-19 di AS, Walau Belum Teruji Klinis

30 Maret 2020 17:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi klorokuin. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi klorokuin. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Setelah menuai kontroversi, Food and Drug Administration (FDA) selaku badan pengawas obat dan makanan di AS akhirnya menyetujui penggunaan klorokuin sebagai obat darurat COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona SARS-CoV-2.
ADVERTISEMENT
Persetujuan FDA tersebut disampaikan oleh Department of Health and Human Services (HHS) pada Minggu, 29 Maret 2020. Obat anti-malaria tersebut disetujui karena dianggap memberikan manfaat yang lebih banyak ketimbang dampak negatifnya, meski obat ini belum teruji secara klinis.
"Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengeluarkan Otorisasi Penggunaan Darurat (EUA) kepada BARDA (Biomedical Advanced Research and Development Authority) untuk memungkinkan produk hydroxychloroquine sulfate dan chloroquine phosphate yang disumbangkan ke Stok Strategis Nasional (SNS) untuk didistribusikan dan diresepkan oleh dokter kepada pasien remaja dan dewasa yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19, jika perlu, ketika uji klinis tidak tersedia atau layak," ujar HHS, dalam keterangan persnya.
"Otorisasi Penggunaan Darurat (EUA) dapat dikeluarkan jika FDA menentukan bahwa, di antara kriteria lain, manfaat produk yang diketahui dan potensial, ketika digunakan untuk mendiagnosis, mencegah, atau mengobati penyakit atau kondisi yang teridentifikasi, lebih besar daripada risiko yang diketahui dan potensi produk, dan tidak ada alternatif yang memadai, disetujui, tersedia," sambung mereka.
Ilustrasi klorokuin. Foto: Shutter Stock
Sebelumnya, FDA sempat membantah status klorokuin sebagai obat COVID-19. Bantahan mereka itu diumumkan pada 19 Maret 2020, sesaat setelah Presiden Donald Trump mengklaim bahwa klorokuin 'efektif' untuk mengobati pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
Klorokuin sendiri saat ini sedang diuji coba oleh dua lembaga kesehatan di AS, yakni National Institutes of Health (NIH) dan Biomedical Advanced Research and Development Authority (BARDA). Sejumlah obat antivirus lain seperti remdesivir dan Kaletra juga sedang diuji klinis.
Perlu dicatat, terlepas dari persetujuan yang diberikan FDA, belum ada obat apapun yang terbukti secara klinis dapat mengobati COVID-19. Sejumlah peneliti, termasuk direktur the National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) Anthony Fauci, mengingatkan masyarakat untuk tetap berhati-hati sampai selesai uji klinis untuk memvalidasi penggunaan klorokuin.
AS sendiri saat ini menjadi negara yang paling banyak memiliki kasus virus corona dengan jumlah 142.735 kasus, hingga Senin (30/3). Dari jumlah tersebut, 2.489 orang meninggal dan 4.562 orang berhasil sembuh.
ADVERTISEMENT
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!