Lembaga Eijkman: Sebagian Besar Positif Corona Berasal dari Kelas Menengah Atas

9 April 2020 10:45 WIB
Sejumlah tim medis mengevakuasi seorang pasien menuju Ruang Isolasi Khusus RSUP dr Kariadi saat simulasi penanganan wabah virus novel Coronavirus (nCoV). Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah tim medis mengevakuasi seorang pasien menuju Ruang Isolasi Khusus RSUP dr Kariadi saat simulasi penanganan wabah virus novel Coronavirus (nCoV). Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
ADVERTISEMENT
Wabah virus corona di Indonesia telah menyebar ke berbagai daerah. DKI Jakarta menjadi kota terbanyak kasus COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona SARS-CoV-2.
ADVERTISEMENT
Hingga Rabu (8/4), kasus virus corona di Indonesia telah menembus angka 2.956 orang, di antaranya 240 meninggal, dan 222 orang dinyatakan sembuh.
Dari sekian banyak kasus COVID-19 yang ditemukan di Indonesia, ada fakta menarik yang disampaikan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Dalam wawancara bersama kumparan, Prof Amin Soebandrio, selaku Kepala LBM Eijkman, menyampaikan bahwa sebagian besar orang yang dites positif COVID-19, datang dari kalangan (kelas) menengah atas.
“Ini berdasarkan pengamatan, bahwa dari persentase yang positif, sebagian besar adalah mereka dari kalangan menengah ke atas. Mungkin hampir enggak ada laporan dari kalangan menengah ke bawah,” ujar Prof Amin kepada kumparan, Rabu (8/4).
Menurut Prof Amin, ada beberapa hipotesis yang mungkin menjadi alasan kenapa lebih banyak masyarakat dari kalangan menengah atas yang terpapar virus corona. Pertama, para pekerja kantoran atau orang-orang yang hidup di Jakarta, dari pagi hingga malam lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam ruangan tertutup berpendingin.
Petugas kesehatan mengambil sampel darah warga saat Rapid Test COVID-19 di Taman Balai Kota Bandung, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Mereka juga sesekali melakukan perjalanan menggunakan transportasi umum seperti, MRT, Transjakarta, Commuter Line, dan kendaraan umum lainnya yang juga merupakan ruangan tertutup, berdesakan, dan ber-AC.
ADVERTISEMENT
Suhu dan kelembaban yang rendah menyebabkan virus lebih cepat berkembang biak, lebih mudah menular dari satu orang ke orang lain. Menyebabkan dosis atau konsentrasi virus di dalam ruangan lebih tinggi. Jadi, orang-orang yang tinggal di ruangan atau gedung-gedung perkantoran di mana banyak orang di dalamnya, risiko penularan akan jauh lebih tinggi, mereka juga sangat rentan terpapar virus corona.
Berbeda dengan orang-orang yang beraktivitas di luar ruangan atau bekerja di lapangan. Menurutnya, udara mengalir dengan suhu yang lebih panas membuat virus tidak seefektif ketika berada di dalam ruangan, di mana kelembaban dan suhu udara rendah.
“Udara yang mengalir itu jauh lebih baik untuk situasi yang seperti ini (pandemi). Tidak ada penumpukan virus, tidak ada peningkatan konsentrasi virus di satu ruangan hingga mereka lebih sedikit terpaparnya,” kata Amin.
ADVERTISEMENT
“Belum lagi kalau kita berbicara mungkin mereka sudah biasa di kehidupan yang seperti itu , mereka mungkin mempunyai kekebalan tubuh yang lebih baik. Itu beberapa faktor yang harus kita cermati.”
Kendati begitu, bukan berarti virus corona tidak bisa menjangkiti masyarakat dari kalangan menengah ke bawah. Bagaimanapun, COVID-19 tidak memandang status sosial dalam menyerang inangnya.
Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk tetap melakukan protokol pencegahan agar tidak terpapar virus corona. Salah satunya dengan tetap diam di rumah jika tak ada kepentingan yang sangat mendesak, menjaga jarak sosial, dan menghindari kerumunan.
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!