Membangun Kembali Reruntuhan Kota Genghis Khan yang 'Hilang'

9 November 2021 11:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karakorum pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Mongol selama abad ke-13 masehi. Pada abad ke-16, Biara Buddha Erdene Zuu didirikan di atas reruntuhan kota Foto: Wikimedia Commons via Smithsonianmag
zoom-in-whitePerbesar
Karakorum pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Mongol selama abad ke-13 masehi. Pada abad ke-16, Biara Buddha Erdene Zuu didirikan di atas reruntuhan kota Foto: Wikimedia Commons via Smithsonianmag
ADVERTISEMENT
Kekaisaran Mongol pada satu waktu pernah memiliki ibu kota yang begitu indah. Kota metropolitan yang megah, istana kekaisaran yang indah, tempat di mana Kekaisaran Mongol mengurus pemerintahannya, dari ujung timur Asia, Mongolia hingga barat perbatasan benua Eropa.
ADVERTISEMENT
Karakorum--begitu orang-orang dulu menyebut wilayah ini selama setidaknya 30 tahun, antara tahun 1235 hingga 1260. Wilayah ini menjadi ibu kota kedua--setelah wilayah Avarga--dan kemudian pindah lagi ke Khanbaliq, sebuah kota metropolitan yang kini dikenal sebagai Beijing.
Reruntuhannya terletak di Provinsi Övörkhangai, Mongolia, dekat Kharkhorin, berjarak lebih dari 200 km ke selatan Ulan Bator--Ibu Kota Mongolia saat ini. Karakorum kini merupakan wilayah di Lembah Orkhon yang kini menyandang Situs Warisan Dunia UNESCO.
Hampir 8 abad berlalu, kini para peneliti mencoba untuk 'membangun kembali' kota tersebut. Lewat bukti sejarah dan peninggalan di situs, para peneliti berusaha keras memetakan kembali dan memberikan gambaran seperti apa tata kota, hingga seberapa besar wilayahnya sebelum Kekaisaran Mongol beranjak menuju zaman keemasan pada tahun 1260-1294.
ADVERTISEMENT
Untuk pertama kalinya juga, para peneliti sampai rela menggunakan metode geofisika canggih untuk merancang ulang peta rinci ibu kota kuno itu. Lalu, buat apa repot-repot memetakan ibu kota yang jelas-jelas sudah lama hancur dimakan zaman?
Temuan yang diterbitkan di jurnal Antiquity ini, tak lain menjadi salah satu upaya memperluas pengetahuan para akademisi soal kota di wilayah Eurasia yang ditinggalkan, lapor Garry Shaw kepada Art Newspaper.
Karakorum berdiri sekitar tahun 1220 masehi. Karakorum awalnya merupakan sebidang tanah kosong sebelum akhirnya Genghis Khan mendirikan kamp yurt--sebuah titik--di lembah Sungai Orkhon yang waktu itu didominasi oleh padang rumput yang luas.
Setelah kematian Genghis Khan pada tahun 1227, putra dan penerusnya Ögödei Khan memutuskan untuk memilih lokasi yang sama untuk kemudian dijadikan ibu kota kekaisaran, menurut Encyclopedia Britannica.
Ogodei Khan Foto: Wikimedia Commons via Smithsonianmag
Di Karakorum, Gödei dan para khan berikutnya membangun istana yang begitu mewah. Karakorum begitu cepatnya berubah menjadi rumah bagi para diplomat, pedagang, perajin dari Cina, pedagang Muslim, dan pelancong lain di sepanjang Jalur Sutra.
ADVERTISEMENT
Penulis utama Jan Bemmann--arkeolog Universitas Bonn, dan timnya--menghabiskan 52 hari melakukan survei di area seluas 465 hektar menggunakan SQUID (superconducting quantum interference device).
Perangkat canggih ini punya teknologi yang mampu mengukur topografi dan medan magnet bawah tanah yang kemudian menghasilkan peta sisa-sisa yang belum digali di bawah permukaan, menurut Heritage Daily. Tim menggabungkan data ini dengan foto udara, catatan sejarah, dan survei sebelumnya.
Pencarian para peneliti dan akademisi membuahkan hasil. Mereka mendapat tampilan detail terkait gambaran Karakorum dan struktur kota yang dulu pernah berdiri. Begini hasilnya:
Peta topografi ketinggian absolut (a) dan relatif (b) Karakorum. Bagian (c) menunjukkan grafik ketinggian area Foto: S. Linzen / Antiquity
Lewat peta baru ini, peneliti dapat dengan mudah mengidentifikasi di mana bangunan-bangunan besar pernah berdiri. Begitu juga lika-liku dan gambaran keramaian jalanan ibu kota saat itu. Dari pembangunan ini, tim juga berhasil menemukan sebuah kompleks lingkungan elite di dalam tembok kota.
ADVERTISEMENT
“Keuntungan besar dari proyek kami adalah, kami sekarang dapat melihat rencana kota yang ditinggalkan dengan sangat rinci, baik di atas maupun di bawah tanah,” kata arkeolog.
Banyak kemajuan yang didapat dari studi kali ini. Sebelumnya, penelitian hanya dilakukan sampai batas tembok pinggiran kota saja.
Tim Bemmann menemukan fakta bahwa bahwa Ibu Kota Kekaisaran Mongol ternyata meluas lebih jauh sampai lembah Sungai Orkhon daripada yang diperkirakan sebelumnya. Wilayahnya didominasi oleh permukiman, kawasan produksi, tempat tinggal dan jaringan kota lainnya tersebar di sepanjang wilayah.
“Kami tidak hanya berbicara tentang kota kekaisaran, tetapi tentang lembah kekaisaran,” kata Bemmann.
Pada abad ke-18, seorang seniman Belanda menciptakan gambaran tentang seperti apa "pohon perak"di istana pusat Karakorum, seperti yang dijelaskan oleh biarawan Flemish Willam dari Rubruck Foto: Wikimedia Commons via Smithsonianmag
William dari Rubruck--seorang biarawan Fransiskan Flemish-- pernah mengunjungi Karakorum pada tahun 1254. Ia kemudian menyimpan rapih catatan perjalanannya. Menurut University of Washington, tulisannya menjadi salah satu deskripsi paling awal dan paling rinci tentang Kekaisaran Mongol dari perspektif orang Barat.
ADVERTISEMENT
Seperti yang ditulis Abigail Tucker untuk majalah Smithsonian pada 2009, biarawan itu begitu takjub dan terpikat oleh kemegahan istana besar Karakorum. Pada suatu hari, William pernah jalan-jalan di pusat kota. Seketika ia melihat air mancur perak, besar dan bentuknya menyerupai pohon yang berdiri tepat di pintu masuk istana.
Sebuah hal yang asing bagi orang-orang saat ini, menurut catatan Smithsonian, dulunya, air mancur itu sampai-sampai sanggup mengucurkan minuman seperti anggur, susu kuda betina, minuman madu, sampai beras jika diperlukan.

Ibu Kota Kekaisaran Mongol dan para tawanan perang

Sebesar-besarnya dan sekuat-kuatnya bangsa Mongol, tetap saja mereka bukanlah perancang kota yang andal. Sejak dulu mereka terbiasa hidup nomaden alias tidak selamanya menetap. Rahasia megahnya kota Karakorum tersembunyi lewat banyaknya rancangan yang justru berasal dari para tawanan perang dari wilayah yang mereka taklukan.
ADVERTISEMENT
“Orang Mongol benar-benar nomaden dan tetap nomaden. Mereka bukan pengembang kota,” kata Bemmann kepada Haaretz.
Mereka mengandalkan tawanan mereka yang kemudian dijadikan penasihat dan perancang tata kota. Bukti lain memperkuat bukti bangsa Mongol hidup nomaden ialah, 40 persen tanah di dalam tembok kota Karakorum dibiarkan kosong begitu saja, tanpa rencana pembangunan apa-apa.
Hingga abad ke-15, Karakorum perlahan-lahan mulai ditinggalkan. Orang-orang mongol membangun peradaban dan geliat ibu kota ke wilayah Khanbaliq (sekarang Beijing). Kekaisaran Mongol mencapai puncak kejayaannya pada pemerintahan Khublai Khan pada tahun 1260 hingga 1294 masehi.
“Sungguh menakjubkan menyaksikan perluasan peta dari hari ke hari, dan dengan itu rekonstruksi digital Karakorum. Setiap hari, bagian kota yang baru (perlahan) bertambah di peta. Pemahaman kami tentang kota (semakin) tumbuh.” kata Bemmann dikutip Medievalists.
ADVERTISEMENT