Mengapa Orang Percaya Teori Konspirasi?

23 Mei 2018 18:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gosip (Foto: Dee/Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Gosip (Foto: Dee/Flickr)
ADVERTISEMENT
Setiap kemunculan isu besar biasanya diikuti dengan serombongan teori-teori konspirasi. Teori konspirasi ini kemudian mudah menyebar dengan bantuan media sosial, dibagikan dari satu orang ke banyak orang lainnya.
ADVERTISEMENT
Apa yang sebenarnya membuat banyak orang mempercayai teori konspirasi, bahkan ikut menyebarkannya?
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Zurich Institute of Public Affairs Research, hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang memahami kemungkinan terjadinya suatu kejadian, membenci ketidakpastian, dan menginginkan suatu penjelasan dari kejadian yang tidak diduga.
Dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Applied Cognitive Psychology itu, para peneliti mempelajari 2.254 orang peserta dalam lima eksperimen berbeda.
Dalam salah satu eksperimen, para peserta diminta untuk membaca berita fiksi mengenai kisah seorang jurnalis yang terkena serangan jantung. Cerita itu dibagi dalam lima versi yang berbeda. Dalam masing-masing cerita, seorang dokter menjelaskan bahwa si jurnalis memiliki kemungkinan satu persen, 25 persen, 50 persen, 75 persen, atau 95 persen mengalami serangan jantung.
ADVERTISEMENT
Kemudian para peserta diberikan pertanyaan untuk menilai salah satu dari dua kemungkinan, yaitu si jurnalis mengalami serangan jantung atau dibunuh.
Risiko lembur pengaruhi jantung (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Risiko lembur pengaruhi jantung (Foto: Thinkstock)
Para peneliti menemukan, dalam berita fiksi yang dikatakan bahwa serangan jantung kemungkinannya rendah, peserta lebih mempercayai bahwa si jurnalis adalah korban pembunuhan.
Lalu dalam eksperimen lainnya, ketika mereka diberitahukan bahwa si jurnalis baru saja melaporkan korupsi yang dilakukan pemerintah, lebih banyak peserta yang mempercayai si jurnalis adalah korban pembunuhan.
"Semakin rendahnya kemungkinan dari suatu kejadian untuk terjadi, maka semakin besar peserta mempercayai penjelasan teori konspirasi," tulis para peneliti dalam studi tersebut, dilansir IFL Science.
"Kami menyimpulkan, pemikiran konspirasi berpotensi menunjukkan suatu kognitif heunistik, suatu mekanisme tubuh untuk menghadapi ketidakpastian," papar para peneliti.
ADVERTISEMENT
Para peneliti juga menambahkan bahwa skenario dengan dampak yang besar dan skenario dengan motif tersembunyi yang jelas, menyebabkan kepercayaan yang lebih kuat pada penjelasan teori konspirasi.
"Beberapa bias kognitif bisa disebut sebagai kesalahan dalam memahami peluang matematika, dan penalaran konspirasi bisa dibilang sebagai bentuk dari bias tersebut," tulis para peneliti.
"Sebagai contoh, kita mengetahui bahwa manusia memiliki kesulitan dalam menghadapi kejadian yang kemungkinan terjadinya rendah, terutama jika kejadian tersebut dampaknya luas dan memiliki kemungkinan terjadi sangat rendah," tambahnya.
Namun demikian para peneliti menekankan, diperlukan studi lebih lanjut untuk mempelajari hubungan antara kejadian dengan kemungkinan rendah dengan teori konspirasi.
Para peneliti berharap temuan mereka dapat membantu melawan teori konspirasi yang tidak benar di masa depan.
ADVERTISEMENT