Mengenal Happy Hypoxia, Bisa Sebabkan Kematian Tanpa Gejala Pasien Corona

8 September 2020 11:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan dengan gejala baru bagi pasien terjangkit COVID-19 yakni happy hypoxia. Umumnya, gejala infeksi virus corona SARS-CoV-2 yang selama ini dipahami masyarakat adalah batuk, demam, serta sesak napas.
ADVERTISEMENT
Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa pasien positif COVID-19 juga mengalami hypoxemia atau happy hypoxia. Kondisi tersebut dapat membuat pasien mengalami keadaan kekurangan oksigen dan ini bisa menjadi penyebab kematian. Meski kadar oksigen menurun, pasien tidak memiliki tanda-tanda dispnea atau kesulitan dalam bernapas.
Dokter spesialis anestesi RSUD Soetomo Surabaya, Dr. Christrijogo Sumartono, dr., Sp.An, KAR, mengungkapkan bahwa pasien dengan happy hypoxia biasanya hampir tidak memiliki gejala corona atau keluhan pada organ tubuh lain.
“Biasanya baru ketahuan kalau melakukan aktivitas berat, napasnya jadi terengah-engah, lalu tiba-tiba hilang kesadaran, pingsan, dan meninggal,” kata Christrijogo pada Basra, partner kumparan 1001 media online, Senin (29/6).
Petugas medis membawa pasien dengan gejala terinfeksi virus corona ke rumah sakit di Buenos Aires, Argentina. Foto: AFP/RONALDO SCHEMIDT
Menurut Christrijogo, gejala happy hypoxia dapat dialami pasien COVID-19 tidak bergejala atau asimtomatik. Selain itu, pasien yang nyaris sembuh juga dapat mengalami happy hypoxia.
ADVERTISEMENT
“Harus hati-hati untuk pasien yang terkonfirmasi positif yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Saturasi oksigen harus terus dipantau pakai pulse oximetry yang dipasang di jari. Saturasi oksigen pada orang yang sehat itu antara 95-100,” kata Christrijogo.
“Pada pasien COVID-19, saturasi oksigen bisa turun 90-93. Bahkan bisa turun lagi sampai 70. Kalaupun orangnya merasa baik-baik saja, tapi kerja otak, paru-paru, dan jantung sudah terganggu.”
Christrijogo menyebut bahwa pasien dengan saturasi oksigen 92 – 93 persen perlu belajar tidur tengkurap. Posisi ini disebut dapat mengistirahatkan paru-paru yang sakit dan menggunakan paru-paru sehat untuk bernapas.
Tidur dalam posisi tengkurap dilaporkan dapat memperbaiki kinerja paru-paru. Tidur tengkurap minimal 12 – 16 sehari dapat memicu terjadinya regenerasi paru-paru pasien.
Ilustrasi ventilator untuk menangani pasien yang positif virus corona atau COVID-19. Foto: nsmedicaldevices.com
Spesialis paru dan perawatan kritis dari Loyola Medicine and Edward J. Hines Jr. VA Hospital, dr. Martin J. Tobin, MD, mengungkapkan bahwa gejala baru corona ini sangat membingungkan.
ADVERTISEMENT
“Kondisi ini sangat membingungkan bagi dokter karena bertentangan dengan biologi dasar,” ungkap dr. Tobin dikutip dari Science Daily.
Penelitian terbaru ini menggunakan 16 orang pasien COVID-19. Seluruh pasien tersebut memiliki tingkat oksigen rendah (berkurang sebesar 50% dengan saturasi oksigen darah normal antara 95 hingga 100%) dan tanpa sesak napas.
Setelah diteliti, ditemukan bahwa beberapa mekanisme patofisiologis bertanggung jawab atas sebagian besar pasien yang mengalami happy hypoxia.
“Ketika kadar oksigen turun pada pasien COVID-19, otak tidak dapat merespons hingga oksigen turun ke tingkat yang paling rendah, dan pasien biasanya akan mengalami sesak napas,” kata Dr. Tobin.
“Mungkin juga virus corona melakukan tindakan aneh pada bagaimana tubuh, membuat tingkat oksigen rendah,” lanjut dr. Tobin, “Ini dapat dikaitkan dengan menurunnya kemampuan indra penciuman yang dialami oleh dua pertiga pasien COVID-19.”
Infografik Waspada Happy Hypoxia. Foto: Hod Susanto/kumparan
(EDR)
ADVERTISEMENT