Mengenal Skizofrenia Paranoid dari Kasus Wanita Bawa Anjing ke Masjid

2 Juli 2019 17:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang ibu yang mengamuk di Masjid Sentul, Bogor. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Seorang ibu yang mengamuk di Masjid Sentul, Bogor. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Suzethe Margaret (52), wanita pembawa anjing yang ngamuk di Masjid Al Munawaroh, Sentul City, telah dikonfirmasi menderita gangguan jiwa. Konfirmasi itu didapat oleh pihak Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati dari dua dokter spesialis kejiwaan atau psikiater di Bogor yang pernah merawat Suzethe.
ADVERTISEMENT
"Dari pagi kita periksa, dokter psikiater kita juga ada. Nah, untuk lebih profesional kita sengaja datangkan dua dokter psikiater yang notabene pernah merawat SM yaitu dr Lahargo sama dr Lenny ya, Lahargo dinas di RS Marzuki Mahdi dan Siloam Bogor. Yang bersangkutan (SM) juga rawat jalan di sana," ucap Kepala RS Polri Kramat Jati, Brigjen Musyafak, di rumah sakit tempatnya berdinas itu, Senin (1/7).
“Dari psikiater simpulkan yang bersangkutan ada gangguan kesehatan skizofrenia tipe paranoid dan skizoafektif. Tipenya itu ya."
Ibu Mengamuk di Mesjid Foto: Dok. Istimewa
Skizofrenia paranoid
Skizofrenia tipe paranoid atau skizofrenia dengan paranoid adalah jenis paling umum dari gangguan jiwa ini. Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan kronis yang ditandai dengan gangguan pikiran dan persepsi.
ADVERTISEMENT
Efeknya bisa membuat pikiran orang tidak sejalan dengan kenyataan yang ada. Kondisi ni bisa mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir dan berperilaku.
Orang dengan delusi paranoid ini biasanya sangat curiga pada orang lain. Ini membuatnya sulit untuk memiliki pekerjaan, melakukan pekerjaan sehari-hari, berteman, atau bahkan pergi ke dokter.
Delusi paranoid ini adalah kepercayaan palsu yang terlihat nyata bagi penderita meski tidak ada bukti kuat mendukungnya. Delusi paranoid juga disebut delusi persekusi. Ini menunjukkan rasa takut dan kecemasan diikuti dengan kehilangan kemampuan untuk memisahkan mana yang nyata dan mana yang palsu.
WebMD melansir ada beberapa dampak dari delusi paranoid ini. Penderitanya bisa berpikir bahwa rekan kerjanya ingin meracuni dia, pasangannya berselingkuh, pemerintah memata-matai dirinya, dan tetangga ingin mengganggu si penderita.
ADVERTISEMENT
Orang dengan skizofrenia paranoid biasanya tidak bersikap kasar. Tapi, terkadang delusi paranoid membuat mereka merasa terancam dan marah.
Jika penderita ini berada di posisi ujung tanduk, mereka bisa berperilaku kasar. Yang sering jadi targetnya adalah keluarga dan ini biasanya terjadi di rumah mereka.
Penderita juga bisa mengalami semacam halusinasi. Saat itu, indra si penderita tidak bekerja dengan benar. Contohnya, bisa saja si penderita mendengar suara-suara yang memaki atau membuatnya marah.
Skizoafektif
Sementara skizoafektif adalah gangguan jiwa yang membuat penderitanya mengalami kombinasi dari simtom skizofrenia, seperti halusinasi atau delusi, dan simtom gangguan mood, seperti depresi atau manik.
Ada dua jenis skizoafektif dan keduanya memiliki beberapa simtom skizofrenia. Ada skizoafektif jenis bipolar. Cirinya, penderita mengalami kondisi manik dan terkadang depresi parah. Lalu ada jenis depresif. Cirinya, penderita mengalami episode depresi parah.
ADVERTISEMENT
Gangguan skizoafektif bisa berbeda-beda pada tiap orang. Hal ini membuatnya tidak begitu dipahami dibanding kondisi gangguan jiwa lainnya.
Kondisi skizoafektif yang tidak ditangani bisa berbahaya. Penderitanya akan mengalami masalah fungsional saat bekerja, di sekolah, atau situasi sosial.
Akibatnya, penderitanya akan merasakan kesepian dan kesulitan untuk bekerja atau bersekolah. Orang dengan gangguan jiwa skizoafektif perlu mendapat bantuan untuk bisa melakukan tugas hariannya.
Penyebab pasti dari gangguan skizoafektif belum diketahui pasti. Kombinasi dari beberapa faktor, seperti genetik dan kondisi kimia otak, diduga jadi salah satu pendorong pemicunya.
Ada beberapa faktor risiko yang membuat orang bisa mengalami skizoafektif. Di antaranya adalah memiliki saudara satu darah yang memiliki gangguan skizoafektif, skizofrenia, atau gangguan bipolar. Mengalami suatu kejadian yang memicu simtom juga merupakan faktor risikonya. Selain itu, menggunakan obat-obatan psikoaktif juga merupakan salah satu faktor risiko skizoafektif.
ADVERTISEMENT
Orang dengan gangguan skizoafektif berada dalam risiko untuk mengalami hal buruk. Di antaranya adalah bunuh diri, isolasi sosial, konflik dengan keluarga, tidak bisa mendapat kerja, gangguan kecemasan, ketagihan alkohol atau zat lain, masalah kesehatan, dan kemiskinan.