drg. Rifqie Al Haris

Mereka yang Berperang Melawan Hoaks Medis di Media Sosial

25 Mei 2019 13:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dokter diborgol. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dokter diborgol. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dunia kedokteran dibuat gempar gara-gara video yang viral pada Februari 2018. Video ini memperlihatkan bayi 4 tahun berinisial NMN dari Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, ditangani seorang pria bernama Abdullah Louis yang mengaku dokter. Dia coba meredakan sesak napas NMN yang mengalami kelainan jantung. Caranya, dengan menyayat dada NMN tanpa memberikan bius.
ADVERTISEMENT
NMN menangis kencang. Darah mengucur dari dada dan perutnya yang disayat Abdullah.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banggai geram dengan apa yang dilakukan Abdullah. Orang ini mengaku sebagai dokter, padahal ia tak punya latar pendidikan kedokteran. Setelah dipermasalahkan oleh IDI, Abdullah mengaku dirinya seorang herbalis yang hanya mencoba melakukan yang terbaik untuk pasien.
Di sudut jalan lain di kota Bandung, ada tempat praktik tukang gigi yang membuat Kintaan Mary ompong. Pembalap motor matic dengan nama asli Kintan Laksana Putri ini harus kehilangan empat giginya akibat memasang behel di tukang gigi yang jelas bukan dokter.
Demi menunjang penampilan yang lebih menarik, Kintaan nekat memasang behel fesyen dengan harga Rp 250 ribu. Beberapa hari kemudian, ada rasa tak enak di mulutnya. Kawat behel itu bengkok-bengkok seperti kabel telepon. Kawat ini juga karatan. Ada bau tak sedap dari mulut Kintaan.
ADVERTISEMENT
"Aku cuma pakai beberapa hari. Karena pemasangannya enggak benar, kawatnya bengkok seperti kabel telepon, terus bau, dan berkarat. Setelah itu aku paksa copot behelnya pakai tang," ujar perempuan 21 tahun itu.
Kintaan Mary. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kintaan tidak jera dengan apa yang dia alami. Setahun kemudian, tepatnya 2012, dia kembali memasang bahel di salah satu klinik gigi di Bandung. Harganya kali ini lebih tinggi dari sebelumnya, Rp 1,5 juta, tetapi ini masih di bawah harga standar pemasangan behel di dokter gigi.
Bertahun-tahun Kintaan memakai kawat gigi ini. Sampai pada 2018, dia merasa ada yang tidak beres dan diputuskan untuk pergi ke dokter gigi. Nahas, dokter mengatakan giginya mengalami infeksi hingga ke akar. Kintaan harus kehilangan empat gigi depannya.
ADVERTISEMENT
Kedua kasus itu modusnya berbeda, akan tetapi, sama-sama dilakukan oleh orang yang bukan dokter. Masih banyak masyarakat yang percaya dengan pengobatan alternatif yang disediakan oleh para praktisi pengobatan ilegal.
Menurut data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), hoaks kesehatan adalah topik hoaks yang paling banyak tersebar ketiga di Indonesia pada 2018, setelah hoaks topik politik dan hoaks agama. Hoaks medis menyuburkan praktik kesehatan yang tidak berbasis bukti.
Langkah ini membuat sejumlah orang berinisiatif memberantas hoaks medis dengan cara berbagi informasi di media sosial Instagram. Salah satu yang dikenal adalah akun Instagram Dokteroid. Akun ini dikelola oleh empat orang dokter pada 2018. kumparanSAINS mewawancarai salah satu adminnya, yang menyebut dirinya Mindok. Ia tak mau mengungkap identitas asli.
Ilustrasi dokter menutupi wajah. Foto: Shutter Stock
Pemilihan nama Dokteroid bukan tanpa alasan. Ini adalah istilah yang dibuat oleh IDI untuk menggolongkan orang-orang yang bukan dokter, tapi berperan laiknya dokter.
ADVERTISEMENT
Bermula dari maraknya iklan kesehatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi di bidang kesehatan, Mindok memutuskan untuk membuat media edukasi masyarakat agar orang-orang tidak lagi terjebak dalam pengobatan yang salah kaprah. Keempat dokter ini mulai giat memberantas akun-akun yang menawarkan pengobatan ilegal.
Ada cara-cara tertentu untuk mengidentifikasi para pelakunya, salah satunya dengan membuat akun palsu yang berperan sebagai calon costumer. Banyak pula orang-orang yang mulai berpartisipasi dengan melaporkan klinik-klinik yang disinyalir sebagai pelaku dokteroid.
Setidaknya ada empat kriteria yang dapat digolongkan sebagai dokteroid, menurut Mindok, yaitu:
1. Orang awam yang melakukan praktik kedokteran
2. Orang awam yang memberikan konsultasi atau seminar tentang kedokteran
3. Profesi lain yang melakukan tindakan kedokteran di luar kompetensi dan kewenangannya
ADVERTISEMENT
4. Dokter asing yang memberikan konsultasi dan melakukan praktik di Indonesia
Ilustrasi melawan hoaks medis. Foto: Shutter Stock
Jenis pengobatan yang banyak ditawarkan oleh para dokteroid adalah perawatan kecantikan rombak wajah atau badan, seperti suntik putih, sulam alis, sulam bibir, dan sedot lemak, hingga tindakan operasi bedah. Ujung-ujungnya, para korban estetika yang awalnya ingin memiliki wajah lebih baik, justru malah mendapatkan yang lebih buruk.
Ada pula sindikat penyedia jasa pembuatan surat izin sakit yang mengatasnamakan rumah sakit ternama. Cukup merogoh kocek Rp 25.000 sampai Rp 50.000 per lembar, orang sudah bisa mendapatkan surat izin sakit ilegal.
Kasus seperti ini pernah dibongkar dan diunggah di akun Dokteroid. Pelaku dengan nama akun @suratsakitcom memalsukan dokumen rumah sakit, dengan menyediakan surat keterangan rawat inap, kwitansi, amplop hasil lab, lengkap dengan cap rumah sakit. Surat palsu itu dikirim melalui jasa pengiriman.
Rilis kasus pemalsuan surat sakit. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Mindok bukan satu-satunya orang yang giat memberantas hoaks medis. Akun Instagram bernama KorbanTukangGigi (KorTuGi) yang digawangi oleh drg Rifqie Al Haris, juga menjadi pelopor dalam memberantas klinik-klinik gigi tanpa dasar medis yang bertebaran di media sosial.
ADVERTISEMENT
Pria lulusan Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada ini, tergerak hatinya ketika banyak pasien yang berdatangan ke kliniknya dengan kondisi gigi yang sudah parah akibat praktisi gigi ilegal.
Maraknya tukang gigi yang menawarkan pemasangan behel di media sosial juga salah satu indikasi dibentuknya KorTuGi yang kini punya follower hampir 72.000 di Instagram dan 10.000 di Facebook. Tujuan Rifqie cuma satu, agar masyarakat sadar sehat dan sadar hukum terkait kesehatan gigi.
KorTuGi mulai beroperasi pada 11 Agustus 2016. Ia diawali oleh 11 dokter gigi dengan berbagai spesialis penyakit mulut, seperti prostodansia, orthodonsia, dan periodonsia. Ditambah 1 orang dokter umum sebagai support referensi dari segi kesehatan umum. Mereka memberikan penjelasan dan edukasi sesuai keilmuan masing-masing.
ADVERTISEMENT
“Kami biasanya melakukan edukasi di media sosial, terutama Facebook dan Instagram. Biasanya 12 dokter itulah yang memberikan penjelasannya, sesuai dengan kasus yang dialami. Kami selalu menyisipkan edukasi di dalam konten yang kami posting,” ujar Rifqie.
drg. Rifqie Al Haris. Foto: Istimewa
Menurut Rifqie, tren estetika gigi ini diawali dari dunia selebriti. Mulai booming sekitar 5 tahun yang lalu. Di mana, masyarakat baik pelaku maupun korban, masih minim pemahaman terhadap kesehatan dan hukum. Sedangkan pihak-pihak terkait yang tugasnya menegakkan aturan belum berjalan dengan baik. Akhirnya, penyebaran pun tidak terbendung. Bahkan, muncul tren baru dalam dunia estetika gigi, seperti pemutihan gigi, trainer, dan karang gigi yang lagi-lagi dipopulerkan oleh selebriti yang di-endorse oleh si klinik.
Melihat hal itu, Rifqie dan rekan semakin gencar membongkar para pelaku hoaks kesehatan di media sosial, serta senantiasa memberikan edukasi kepada masyarakat dengan menyematkan pengetahuan di setiap kontennya.
ADVERTISEMENT
Selama 3 tahun berjalan, berbagai ancaman dialami Rifqie dan tim. Mereka datang dari para praktisi gigi ilegal. Kendati begitu, melihat respons positif dari masyarakat, ia tak mengurungkan niat untuk terus memberantas para pelaku hoaks medis.
Seiring bertambahnya followers, baik di Instagram maupun Facebook, jumlah ancaman pun semakin berkurang.
Yang menarik sekaligus unik, muncul tren baru di kalangan pelaku praktik gigi ilegal, yakni saling menjatuhkan pesaing bisnis dengan melaporkan kompetitornya kepada KorTuGi.
"Ketika ada satu oknum diangkat, kemudian oknum ini akan melaporkan kompetitornya. Begitu seterusnya," jelas Rifqie.
Ilustrasi gigi kawat. Foto: Getty Images
Rifqie kemudian merinci ihwal hoaks di kalangan praktisi gigi ilegal, yakni hoaks legalitas, hoaks hasil/janji perawatan, hoaks metode perawatan, hoaks profesi, dan hoaks istilah medis. Kelima poin tersebut kerap dilakukan oleh para praktisi gigi ilegal untuk membuat para korbannya percaya.
ADVERTISEMENT
Saat korbannya mulai terpancing, yang dilakukan praktisi gigi ilegal bukan melihat apa yang gigi butuhkan, tapi apa yang pasien minta maka akan mereka lakukan. Jelas, efek yang ditimbulkan sangat fatal, selain Kintaan Mary yang harus kehilangan empat giginya, ada juga korban yang sampai meninggal. Setidaknya sudah empat orang yang meregang nyawa akibat berobat ke praktisi gigi ilegal. Ini diakibatkan kanker mulut yang sudah berkembang hingga stadium akhir.
Menurut Rifqie, merebaknya penyebaran hoaks medis ini tidak lain akibat kurangnya pengawasan baik itu dari dinas kesehatan maupun aparat penegak hukum. Sebagai langkah awal, dibuatlah MoU antara Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Dinas Kesehatan, dan Kepolisian. Ini bertujuan agar masing-masing pihak bisa tahu batas-batas yang dilanggar. Meski, MoU ini masih bersifat regional, Rifqie yakin, hal ini dapat menjadi gerbang utama untuk memberantas klinik-klinik ilegal.
ADVERTISEMENT
“Kepolisian tanpa PDGI tidak mampu menyajikan data apa yang dilanggar, termasuk kerusakan apa yang terjadi di korbannya. PDGI bisa menjadi saksi ahli. Dinkes akan melengkapi dengan kroscek data legalitas dan perizinannya,” ujar Rifqie.
Sekarang, MoU ini telah diberlakukan di tiga kota besar, yakni Pekalongan, Makassar, dan Salatiga.
Ilustrasi tertipu hoaks medis. Foto: Shutter Stock
Para pemangku kesehatan gigi dan mulut masih kesulitan mendapatkan data terkait korban hoaks medis.
Tetapi yang pasti, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), menerima laporan bahwa hoaks medis pada 2018 berjumlah 59 konten. Menurut Ketua Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, penyebaran hoaks sebenarnya terbagi ke dalam dua pintu besar, pertama adalah media sosial, yang kedua dark sosial, seperti grup WhatsApp. Penyebaran isu hoaks medis nyatanya sangat masif di grup-grup WhatsApp yang sifatnya tertutup.
ADVERTISEMENT
Isu kesehatan stroke, misalnya. Septiaji membeberkan bagaimana pengobatan stroke dengan solusi menusuk jari dengan jarum masih marak disebar di grup-grup WhatsApp. Itu terjadi sampai sekarang.
“Isu ini kami kira seperti puncak gunung es, yang ketahuan sedikit, yang tidak kejadian bisa lebih banyak lagi,” ujar Septiaji.
Mafindo telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir penyebaran hoaks kesehatan di Indonesia, salah satunya dengan mendatangkan relawan di bidang kedokteran untuk mengklarifikasi langsung terkait isu-isu hoaks. Ini adalah upaya mengedukasi publik. Karena, menurut riset blog teknologi DailySocial.id, sebanyak 44,19 persen orang Indonesia belum bisa mendeteksi hoaks.
Ketua Mafindo, Septiaji Eko Nugroho. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Apa yang telah dilakukan Mafindo hari ini terkait hoaks kesehatan, diakui Septiaji belum optimal. Sebab, mereka belum memiliki tim khusus untuk menangani hoaks kesehatan yang tersebar di berbagai media sosial.
ADVERTISEMENT
Begitupun dengan IDI, permasalahannya hampir sama dengan Mafindo, yakni tidak adanya data pasien yang menjadi korban hoaks medis. Adapun laporan yang masuk ke IDI lebih didominasi oleh dokter-dokter yang menyalahi aturan, seperti etika, hukum, disiplin, dan malpraktik.
“Tapi, kalau kaitannya dengan hoaks medis, kami belum pernah. Pengurus IDI di bidang komunikasi hanya ada bidang PR, kalau bergerak aktif seperti Mafindo, itu belum (dilakukan). Tapi saya berharap, situasi dan informasi yang semakin berkembang di masyarakat, di IDI sendiri harus ada badan khusus yang dapat menangkal atau menjadi tempat informasi, atau tempat bertanya terkait informasi hoaks medis,” ujar Moh. Adib Khumaidi, yang merupakan Sekjen IDI.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Moh. Adib khumaidi, SpOT Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Bagaimanapun, hoaks dengan topik kesehatan telah menimbulkan banyak korban. Ada pula berujung kematian. Apa yang dilakukan Dokteroid dan KorTuGi dengan mengedukasi masyarakat lewat media sosial adalah satu upaya besar untuk mengurangi jatuhnya korban hoaks.
ADVERTISEMENT
“Memang kami di tim KorTuGi tidak akan bisa menghentikan praktik ilegal tersebut. Tapi, setidaknya dengan mencerdaskan masyarakat, kami harap korban-korban akan berkurang,” ujar Rifqie.
Kesehatan adalah harta yang berharga, maka jaga ia dengan benar agar tak ada lagi cerita-cerita seperti NMN dan Kintaan Mary.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten