NASA Bakal Kirim Robot ke Titan untuk Cari Keberadaan Kehidupan Alien

29 Juni 2019 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Robot Dragonfly milik NASA Foto: NASA
zoom-in-whitePerbesar
Robot Dragonfly milik NASA Foto: NASA
ADVERTISEMENT
NASA baru saja mengungkap misi terbarunya. Badan antariksa Amerika Serikat itu akan mengirimkan robot penjelajah mirip capung ke Titan, salah satu bulan Saturnus yang diduga menyimpan kehidupan makhluk asing.
ADVERTISEMENT
Robot yang diberi nama Dragonfly itu bakal berangkat dari Bumi pada 2026. Jika perjalanannya lancar, maka ia bisa sampai di Titan pada 2034.
Misi ini termasuk dalam New Frontiers Program NASA. Ini adalah program yang memberi pendanaan pada proyek kelas medium yang biayanya tidak sampai 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14 triliun.
Ada beberapa alasan kenapa NASA memilih Titan sebagai target penyelidikannya. Salah satunya adalah karena Titan memiliki atmosfer kaya metana, punya pegunungan es, dan merupakan satu-satunya tempat di tata surya kita, selain Bumi, yang memiliki lautan di permukaannya. Bedanya, sungai dan danau di Titan penuh dengan cairan hidrokarbon.
Lori Glaze, direktur divisi ilmu planet NASA, mengatakan kepada Science Alert, bahwa Titan memiliki semua bahan penting yang diperlukan kehidupan untuk tumbuh.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Dragonfly akan memberikan kesempatan untuk mempelajari proses yang pernah terjadi di Bumi saat manusia mulai tumbuh. Selain itu, kita juga bisa mempelajari kondisi yang mungkin menumbuhkan kehidupan sekarang.
Dragonfly nanti akan mendarat di daerah sekitar ekuator Titan. Robot penjelajah ini menggunakan energi dari panas yang dihasilkan oleh plutonium radioaktif untuk bisa bergerak.
"Sebenarnya, untuk terbang di Titan itu jauh lebih mudah," ujar Elizabeth Turtle, salah satu anggota tim misi Dragonfly.
Hal ini karena atmosfer Titan jauh lebih tebal dibanding atmosfer Bumi. Selain itu, Gravitasi di Titan jauh lebih lemah dibanding di Bumi.
Tapi, terbangnya Dragonfly bukan tanpa tantangan. Sinyal dari Bumi memerlukan waktu 43 menit untuk sampai ke Titan. Ini membuat menerbangkan Dragonfly jauh lebih rumit dibanding menerbangkan drone biasa.
ADVERTISEMENT
Beruntung, para peneliti telah mengembangkan sistem navigasi di Dragonfly untuk membantunya bergerak. Sistem navigasi itu membuat Dragonfly bisa mengidentifikasi bahaya dan bisa terbang lalu mendarat secara otomatis.
"Meski ini adalah cara baru untuk menyelidiki planet lain, sebenarnya ini adalah teknologi yang sudah matang di Bumi," kata Turtle. "Apa yang kita lakukan dengan Dragonfly adalah inovasi, bukan suatu hal yang baru."
Apa yang akan Dragonfly lakukan di Titan
Saat terbang, Dragonfly akan mengambil sampel dari atmosfer Titan. Robot capung ini juga akan mengambil gambar udara dari beberapa permukaan Titan.
Dragonfly sebenarnya bakal banyak menghabiskan waktunya di permukaan. Mereka akan mempelajari material yang ada di sana.
Ilustrasi alien. Foto: Pixabay
Tujuan utama Dragonfly di Titan adalah lokasi bernama Selk Crater. Itu adalah lokasi bekas hantaman meteor di Titan. Di sana, periset menemukan bukti adanya air dalam bentuk cair, molekul organik, dan energi yang bisa menyebabkan reaksi kimia.
ADVERTISEMENT
Terakhir kali NASA melihat permukaan Titan adalah pada 2005. Kala itu, robot penyelidik Huygens dijatuhkan ke Titan dan berhasil mengambil gambar panorama di sana. Huygen menemukan, bahwa setiap fitur di Titan yang mirip Bumi memiliki campuran unik senyawa kimia non Bumi.
"Daripada air cair, Titan memiliki metana cair," tulis peneliti dalam jurnal Nature. "Daripada batuan silikat, Titan memiliki air es yang membeku. Daripada tanah debu, Titan memiliki partikel hidrokarbon di atmosfernya."
Titan punya jarak cukup jauh dari Matahari. Ini membuatnya sangat dingin. Rata-rata temperatur adalah -180 derajat Celcius di hari biasa. Jika kandungan oksigen di Titan lebih banyak, maka hidrokarbon yang juga komponen utama gasolin bakal dengan cepat terbakar.
Salah satu hal yang membuat peneliti penasaran atas Titan adalah kehadiran metana. Itu karena metana biasanya hancur saat terpapar sinar Matahari dalam kurun waktu beberapa juta tahun. Ini menunjukkan bahwa ada suatu proses yang terus menambah suplai metana di Titan.
ADVERTISEMENT
Turtle berpendapat, dalam banyak hal, Titan itu mirip dengan Bumi saat masih baru lahir dan belum ada kehidupan.
"Titan adalah laboratorium kimia yang sempurna untuk digunakan dalam memahami kimia yang terjadi sebelum memasuki tahapan biologi," kata Turtle.
Ilustrasi luar angkasa. Foto: pixabay
Sarah Hörst, salah satu anggota tim Dragonfly, membandingkan Titan dengan "dapur kosmik". Menurutnya, di Titan para peneliti telah menemukan bahan sumber untuk kehidupan.
"Tapi, kita tidak di sana ketika (bahan) tercampur. Jadi kita tidak mengetahui dengan apa bahan-bahan itu tercampur. Ia menambahkan, bisa saja campuran itu malah tidak menghasilkan apa-apa.
Meski begitu, sejak pendaratan Huygens, peneliti telah mendeteksi kekayaan molekul di Titan. Di sana molekul bermuatan negatif diasosiasikan dengan reaksi kimi kompleks membentuk cincin hidrogen. Cincin hidrogen adalah campuran karbon dan nitrogen di mana asam amino bisa terbentuk.
ADVERTISEMENT
"Kami sangat yakin bahwa semua hal yang diperlukan untuk tumbuhnya kehidupan ada di Titan," kata Hörst. "Sekarang kita sudah sampai pada titik kita harus pergi ke sana dan memeriksanya."