Orang Berperut Buncit Punya Volume Otak Lebih Rendah

10 Januari 2019 19:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perut buncit seorang pria AS yang ternyata tumor 33 kilogram. (Foto: Tumisu via pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perut buncit seorang pria AS yang ternyata tumor 33 kilogram. (Foto: Tumisu via pixabay)
ADVERTISEMENT
Meski ada yang menganggap perut buncit sebagai suatu hal yang menggemaskan, kondisi itu sebenarnya bisa jadi pertanda adanya masalah kesehatan pada seseorang. Dan sekarang hasil sebuah riset terbaru menemukan kemungkinan bahwa perut buncit juga menunjukkan kondisi buruk pada otak.
ADVERTISEMENT
Riset yang dilakukan di Inggris ini menemukan bahwa orang yang mengalami obesitas dan memiliki lemak di perut yang tinggi, rata-rata punya volume otak yang lebih rendah dibanding orang dengan berat badan yang sehat.
Lebih spesifiknya, riset yang hasilnya telah terbit di jurnal Neurology ini menemukan bahwa lemak di perut berhubungan dengan volume gray matter, jaringan otak yang penuh dengan sel-sel saraf, yang lebih rendah.
"Riset kami, yang mempelajari banyak kelompok orang yang berbeda, menemukan bahwa obesitas, terutama di bagian tengah (perut), mungkin berhubungan dengan penyusutan otak," ujar pemimpin riset Mark Hamer seperti dikutip dari Live Science.
Bahayanya, kondisi berkurangnya volume otak atau penyusutan otak telah dihubungkan dengan peningkatan risiko menurunnya kemampuan memori dan demensia.
Ilustrasi pria gemuk. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pria gemuk. (Foto: Thinkstock)
Menurut para peneliti, riset ini memberikan dugaan bahwa kombinasi antara obesitas berdasarkan perhitungan indeks massa tubuh (IMT) dan rasio pinggang ke pinggul yang tinggi, bisa menjadi faktor risiko terjadinya penyusutan otak.
ADVERTISEMENT
Dalam riset ini temuan para peneliti hanya sebatas asosiasi alias hubungan saja. Mereka belum bisa membuktikan bahwa memiliki lemak yang lebih banyak di daerah pinggang benar-benar menyebabkan penyusutan otak.
Jadi bisa saja orang dengan volume gray matter di otak punya risiko terkena obesitas yang lebih besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan riset lanjutan untuk mengungkap dengan jelas alasan adanya hubungan itu.
Sebenarnya telah ada beberapa riset yang menemukan hubungan antara lemak di perut (lemak visceral), atau rasio pinggang ke pinggul yang tinggi, dengan volume otak yang lebih rendah. Namun riset-riset itu skalanya kecil dan tidak menambahkan secara sekaligus perhitungan efek BMI dengan rasio pinggang ke pinggul yang tinggi.
Sementara dalam riset terbaru ini para peneliti menganalisis data dari 9.600 orang dengan usia rata-rata 55 tahun yang hidup di Inggris. Para peserta dihitung BMI dan rasio pinggang ke pinggulnya, lalu menjalani pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging atau pencitraan resonansi magnetik) untuk dipelajari volume otaknya.
Ilustrasi otak manusia. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi otak manusia. (Foto: Shutterstock)
Dari situ ditemukan bahwa orang-orang dengan skor BMI dan rasio pinggang ke pinggul yang tinggi punya volume otak yang paling rendah, dibandingkan dengan orang-orang yang punya skor BMI tinggi tapi rasio pinggang ke pinggul yang rendah dan orang dengan berat badan yang sehat.
ADVERTISEMENT
Orang-orang dengan skor BMI dan rasio pinggang ke pinggul yang tinggi rata-rata memiliki volume gray matter 786 sentimeter kubik. Sementara orang dengan skor BMI tinggi tapi rasio pinggang ke pinggulnya normal memiliki volume 793 sentimeter kubik dan orang dengan berat badan sehat memiliki volume gray matter 798 sentimeter kubik.
Hasil yang sama tetap para peneliti temukan meski telah memperhitungkan faktor lain yang bisa mempengaruhi volume otak, seperti usia, rokok, dan tekanan darah.
Meski riset ini tidak menemukan mekanisme hubungan antara lemak visceral dan penyusutan otak, para peneliti berhipotesis bahwa lemak jenis tersebut diduga menyebabkan peradangan yang bisa berakibat pada atrofi otak.
Otak manusia (ilustrasi). (Foto: Pixabay/PeteLinforth)
zoom-in-whitePerbesar
Otak manusia (ilustrasi). (Foto: Pixabay/PeteLinforth)
Riset ini sendiri punya batasan. Para peneliti menjelaskan bahwa para peserta yang setuju dan sukarela menjadi peserta riset cenderung lebih sehat dibanding mereka yang menolak terlibat dalam riset. Jadi hasil temuan riset mungkin tidak berlaku bagi populasi umum.
ADVERTISEMENT
Gayatri Devi, ahli saraf di Lenox Hill Hospital, New York, yang tak terlibat dalam riset, menyetujui hasil temuan ini.
"Penyusutan gray matter di otak memang tampaknya berhubungan dengan obesitas dan peningkatan jumlah lemak visceral," ujarnya kepada Live Science.
"Intinya, semua ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan tubuh secara umum sangat penting bagi kesehatan otak," imbuh Devi.