Pasien Sembuh Corona Terancam Paru-Paru Rusak Permanen

25 Juni 2020 17:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu paru-paru yang diambil dari pasien menunjukkan kerusakan besar. Foto: Northwestern Medicine
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu paru-paru yang diambil dari pasien menunjukkan kerusakan besar. Foto: Northwestern Medicine
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada ancaman baru bagi pasien virus corona yang telah dinyatakan sembuh. Paru-paru mereka akan mengalami kerusakan permanen. Potensi masalah kesehatan jangka panjang pun jadi momok selanjutnya setelah ancaman virus corona itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Menurut pedoman lembaga pelayanan kesehatan di Inggris, National Health Services yang dilaporkan The Telegraph, sekitar 30 persen pasien sembuh virus corona kemungkinan akan mengalami kerusakan paru-paru yang disebut fibrosis. Ancaman ini cukup besar, jika COVID-19 mengikuti pola yang sama dengan penyakit serupa, seperti SARS dan MERS.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Lori Shah, ahli transplantasi paru-paru di New York-Presbyterian/Columbia University Irving Medical Center. Menurutnya, mantan pasien corona bisa mengalami fibrosis setelah terinfeksi COVID-19.
"Lubang di paru-paru kemungkinan merujuk pada suatu entitas yang dijuluki 'fibrosis pasca-COVID,' atau dikenal sebagai fibrosis pasca-ARDS (acute respiratory distress syndrome)," kata Lori Shah, dikutip Healhline.
Tampilan render VR organ paru-paru pasien COVID-19. Foto: Dok. George Washington University Hospital/Surgical Theater
Kondisi ARDS pada pasien virus corona dipicu oleh peradangan selaput lendir di paru-paru. Peradangan tersebut kemudian menyebabkan cairan dari pembuluh darah terdekat bocor ke kantung udara kecil di dalam paru-paru, sehingga memblokir jalur pernapasan. Dampaknya, gangguan tersebut mencegah paru-paru seseorang mendistribusikan oksigen yang cukup bagi organ-organ vital dalam tubuh.
ADVERTISEMENT
Fibrosis sendiri adalah penyakit paru-paru yang terjadi ketika jaringan organ tersebut menjadi rusak dan berparut. Penyakit tersebut membuat paru-paru menjadi sulit untuk bekerja dengan baik. Ketika fibrosis paru memburuk, orang yang mengalaminya akan kesulitan untuk bernafas.
Kerusakan organ paru-paru tak jarang menjadi sangat luas, sehingga pasien perlu diberikan transplantasi paru-paru. Kejadian ini menimpa seorang mantan pasien corona berumur 20-an tahun di Chicago, AS, yang mendapatkan transplantasi pada Juni 2020.
Gangguan paru-paru sebagai implikasi virus corona memang telah ditemukan oleh para peneliti sejak awal kemunculan wabah COVID-19.
Sebagai contoh, sebuah studi ilmiah yang diterbitkan US National Center for Biotechnology Information menemukan, bahwa 17 persen dari 99 pasien virus corona di Wuhan, China, yang diperiksa antara 1-20 Januari telah mengembangkan ARDS selama perawatan. Adapun laporan The Lancet pada 15 Februari bilang, 29 persen dari 41 pasien di Wuhan yang diamati antara pertengahan Desember 2019 hingga awal Januari 2020 mengalami ARDS.
Rontgen paru-paru dari pasien sebelum ia menerima transplantasi menunjukkan kerusakan parah Foto: Northwestern Medicine
Kedua temuan itu membuat Faculty of Intensive Care Medicine (FICM), lembaga profesional Inggris yang menghimpun dokter dan praktisi perawatan intensif mengumumkan, pasien dengan gejala parah dapat mengalami kerusakan paru-paru yang serius pada Maret 2020.
ADVERTISEMENT
Selain di Inggris, AS, dan China, gangguan paru-paru pada mantan pasien corona juga ditemukan pada pasien di Belanda.
Menurut Leon van den Toorn, ketua ahli paru dari asosiasi dokter Belanda untuk penyakit paru-paru dan TBC (NVALT), ‘ribuan’ mantan pasien COVID-19 di Belanda kemungkinan besar bakal mengalami kerusakan paru yang permanen. Dia pun mewanti-wanti agar masyarakat tidak meremehkan virus corona.
"Orang-orang dengan riwayat infeksi corona harus dipantau dengan cermat untuk melihat apakah pemulihan sudah lengkap," jelas Van de Toorn dikutip Algemeen Dagblad.