Pemanasan Global Tak Terkendali, Rentetan Bencana Alam Menanti

12 Agustus 2021 9:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kekeringan. Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekeringan. Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Selain masih berjibaku dengan pandemi corona, 2021 ditandai dengan sejumlah bencana alam besar di seluruh dunia. Kejadian-kejadian ini merupakan salah satu tanda bahwa kita telah memasuki krisis pemanasan global, kata peneliti.
ADVERTISEMENT
Pada Juli 2021 lalu, misalnya, sejumlah negara Eropa termasuk Inggris, Jerman, Belgia, dan Luxemburg mengalami banjir besar setelah diterpa hujan lebat selama dua hari. Sedikitnya 229 orang tewas dalam bencana tersebut, di mana Jerman dan Belgia mencatat korban terbanyak masing-masing 184 dan 42 orang.
Pada akhir bulan yang sama, provinsi Henan di China juga mengalami banjir besar setelah mengalami hujan selama tiga hari berturut-turut―rekor terburuk yang pernah dicatat wilayah tersebut sepanjang sejarah. Lebih dari 300 orang meninggal, kebanyakan berasal dari kota Zhengzhou yang diterpa hujan setara satu tahun dalam satu hari, menurut laporan biro cuaca China.
Di belahan Bumi yang lain, orang-orang meninggal bukan karena tenggelam saat banjir, tetapi karena suhu panas ekstrem. Dari akhir Juni hingga pertengahan Juli 2021, wilayah Pasifik Barat Laut Amerika Serikat dan Kanada selatan dipukul oleh gelombang suhu panas bersejarah yang mungkin hanya terjadi 1.000 tahun sekali. Suhu tertinggi saat itu tembus ke angka 49,4 derajat Celsius, menurut laporan The Washington Post. Lebih dari 1.000 orang yang meninggal, dimana 800 orang di antaranya adalah warga Kanada.
Puing-puing menumpuk di daerah yang terkena banjir akibat hujan deras di Kreuzberg, Jerman, Senin (19/7). Foto: Wolfgang Rattay/REUTERS
Bencana-bencana yang disebutkan di atas mungkin hanya segelintir bencana besar tahun 2021 yang menjadi headline di media massa. Dan kini, para ilmuwan memperingatkan bahwa kita kemungkinan besar akan menghadapi bencana-bencana ini lebih sering di masa depan jika gagal mengendalikan pemanasan global.
ADVERTISEMENT

Ulah manusia, pemanasan global tak terkendali, dan ‘kode merah untuk kemanusiaan’

Peringatan tersebut disampaikan oleh para peneliti Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (9/8). Ini merupakan badan PBB untuk meriset perubahan iklim dan dampak yang dihasilkan.
Dalam laporan tahunan terbaru mereka, yang tebalnya mencapai lebih dari 3.500 halaman dan disusun oleh 284 peneliti dari 66 negara, tim peneliti IPCC menemukan bahwa pemanasan global telah meningkat begitu cepat. Suhu permukaan global telah meningkat 1,1 derajat Celcius lebih tinggi dalam dekade antara 2011-2020 jika dibandingkan antara 1850-1900 saat masa pra-industri.
Dengan fakta tersebut, para peneliti khawatir bahwa pada 2030, suhu permukaan Bumi akan lebih tinggi dari 1,5 derajat Celcius dibanding masa pra-industri. Ini merupakan ambang kritis yang disepakati oleh para pemimpin dunia pada perjanjian iklim Paris tahun 2015.
ADVERTISEMENT
Perjanjian tersebut, yang ditandatangani oleh hampir semua negara, menetapkan bahwa kenaikan suhu global mesti berada di bawah 2 derajat Celcius pada abad ini serta jangan sampai suhu naik di atas 1,5 derajat Celcius dibanding masa pra-industri. Jika kenaikan suhu gagal dijaga, dampak bencana yang lebih buruk akan muncul.
Laporan ini "adalah kode merah untuk kemanusiaan", kata Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dalam pernyataan resminya.
“(Laporan) ini menjamin bahwa itu (pemanasan global) akan menjadi lebih buruk,” kata anggota peneliti sekaligus ilmuwan iklim senior di Pusat Penelitian Atmosfer Nasional AS, Linda Mearns, dikutip dari Associated Press.
"Saya tidak melihat area yang aman. Tidak ada tempat untuk lari, tidak ada tempat untuk bersembunyi."
ADVERTISEMENT
Dengan nada yang tegas, dokumen riset IPCC mengatakan "tidak diragukan lagi bahwa pengaruh manusia telah menghangatkan atmosfer, lautan, dan daratan". Ini merupakan pertama kalinya riset dari IPCC mengatakan dengan lantang bahwa manusia adalah penyebab pemanasan global, menurut laporan CNN.
Laporan tersebut mengatakan bahwa hampir semua pemanasan global yang telah terjadi sejak masa pra-industri disebabkan oleh pelepasan gas yang memerangkap panas seperti karbon dioksida dan metana. Sebagian besar adalah hasil dari pembakaran bahan bakar fosil manusia seperti batu bara, minyak, kayu, dan gas alam.
Para ilmuwan IPCC mengatakan bahwa faktor alam hanya memainkan peran kecil dari kenaikan suhu yang tercatat sejak abad ke-19.

Pemanasan global dan bencana alam: akan seburuk apa?

Laporan IPCC kali ini memuat prediksi yang lebih presisi tentang bagaimana pemanasan global akan berlangsung abad ke-21, ketimbang prediksi terakhir mereka yang dikeluarkan pada 2013. Setidaknya, ada lima kemungkinan skenario bagaimana pemanasan global akan terjadi di abad ini.
ADVERTISEMENT
Di setiap skenario, kata laporan itu, suhu permukaan Bumi akan lebih panas 1,5 derajat Celcius pada 2030-an jika dibandingkan masa pra-industri. Prediksi ini lebih awal dari beberapa prediksi IPCC sebelumnya.
Dalam tiga dari lima skenario, suhu permukaan Bumi juga kemungkinan akan melebihi 2 derajat Celcius dibanding masa pra-industri.
Latar belakang gedung bertingkat yang tersamar polusi di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (28/7/2019). Foto: AFP/Bay Ismoyo
Laporan tersebut memproyeksikan bahwa, untuk pemanasan global 1,5 derajat Celsius, akan ada gelombang panas yang meningkat, musim hangat yang lebih panjang dan musim dingin yang lebih pendek. Adapun pada pemanasan global 2 derajat Celsius, suhu panas ekstrem yang mengganggu pertanian dan kesehatan akan lebih sering terjadi.
Nasib buruk ini dapat dicegah jika “pengurangan karbon dioksida dalam jumlah besar dan emisi gas rumah kaca lainnya terjadi dalam beberapa dekade mendatang,” kata laporan itu.
ADVERTISEMENT
Dalam dua skenario terburuk di laporan tersebut, suhu permukaan Bumi pada akhir abad ke-21 bisa meningkat hingga sekitar 3,3 derajat Celcius lebih panas daripada sekarang. Kedua skenario itu tampaknya tidak mungkin terjadi, kata peneliti, namun kemungkinannya tak bisa dikesampingkan.
“Menstabilkan iklim akan membutuhkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang kuat, cepat, dan berkelanjutan, dan mencapai nol emisi CO2 bersih. Membatasi gas rumah kaca dan polutan udara lainnya, terutama metana, dapat memberikan manfaat baik bagi kesehatan maupun iklim,” kata Co-Chair Kelompok I IPCC, Panmao Zai, dalam keterangan resminya.
Peneliti menegaskan bahwa kita perlu menjaga pemanasan global tetap terkendali. Jika tidak, sejumlah rentetan bencana alam siap menanti. Beberapa di antaranya adalah:
ADVERTISEMENT