news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pemandangan Australia Dilanda Wabah Tikus, Penuhi Kota dan Rumah Warga

28 Mei 2021 7:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tikus rumah. Foto: Kapa65/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Tikus rumah. Foto: Kapa65/Pixabay
ADVERTISEMENT
Ketika dunia dilanda pandemi virus corona, Australia timur justru disibukkan dengan wabah tikus yang membanjiri peternakan dan perkotaan.
ADVERTISEMENT
Sudah berbulan-bulan lama sebagian besar negara bagian Australia dilanda wabah tikus ini, mendatangkan malapetaka pada tanaman, merusak kabel listrik di gedung, meninggalkan bau urine dan kotoran di setiap sudut ruangan, bahkan menggigit pasien rumah sakit.
Tikus juga dilaporkan masuk ke penampungan air bersih sehingga menyebabkan beberapa orang sakit, dan menghancurkan tanaman bernilai jutaan rupiah sehingga menimbulkan kerugian yang berlipat bagi para petani.
Meski terdengar mengerikan, wabah tikus di Australia sebenarnya hal yang lazim terjadi karena berbagai faktor penyebab. Tikus rumahan (Mus musculus) adalah spesies hewan pendatang dari benua lain. Namun, mereka dapat beradaptasi dengan baik, bertahan dari kekeringan dan cuaca ekstrem Australia selama bertahun-tahun.
Tikus-tikus itu juga berkembang biak dengan sangat pesat setelah kondisi lingkungan mendukung untuk kawin dan memperbanyak keturunan. "Sepasang tikus dapat menghasilkan 500 tikus dalam satu musim kawin," kata Steve Henry, peneliti di lembaga sains nasional Australia, CSIRO. “Namun, wabah dalam skala ini jarang terjadi.”
ADVERTISEMENT
"Kami mengalami musim panas yang sangat basah yang mengakibatkan panen lebat dan pertumbuhan vegetasi yang menyebabkan ketersediaan makanan dalam jumlah besar untuk tikus," tambah Maggie Watson, ilmuwan lingkungan Charles Sturt University.
"Ditambah musim gugur yang sangat sejuk, dan tikus-tikus ini berkembang biak dalam proporsi wabah."
Sayangnya, hanya racun cara paling ampuh untuk melawan gerombolan tikus tersebut. Kini pemerintah negara bagian New South Wales, yang paling parah dilanda wabah tikus sedang meminta persetujuan dari badan pengatur Persemakmuran untuk penggunaan pestisida generasi kedua yang disebut bromadiolon.
Namun para ilmuwan telah memperingatkan bahwa penggunaan bahan kimia dalam jumlah besar dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah. “Rodentisida generasi kedua dapat berdampak pada seluruh jaringan makanan, memengaruhi segala sesuatu mulai dari siput hingga ikan,” kata Robert Davis, ahli ekologi di Edith Cowan University dalam The Conversation.
ADVERTISEMENT
Sementara menurut ahli biologi konservasi Curtin University, Bill Bateman, banyak reptil pemangsa tikus akan melakukan bioakumulasi rodentisida, dan karena reptil mampu bertahan lebih lama setelah menyerap rodentisida, mereka bisa menjadi bom waktu beracun, menunggu pemangsa lain yang akan memakannya.
“Rodentisida generasi pertama bekerja lebih lambat tetapi juga merusak lebih cepat sehingga berdampak lebih kecil pada hewan asli yang mungkin memakan tikus beracun,” kata Davis sebagaimana dikutip Science Alert.
Kendati begitu, beberapa petani memilih untuk tetap menggunakan fosfida yang lebih aman ketimbang memakai bromadiolon meski tikus telah memenuhi rumahnya. Watson mengatakan, sebenarnya banyak hewan alami pemakan tikus, seperti burung layang-layang bahu hitam dan burung hantu boobook. Namun, habitat mereka hilang akibat urbanisasi dan penanaman monokultur sehingga populasinya terus berkurang.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, struktur habitat tempat hidup predator menjadi sangat penting, termasuk singkapan berbatu dan sisa vegetasi. "Burung pemangsa karnivora, ular, dan kadal besar, mereka adalah pertahanan garis depan dalam melawan wabah tikus," kata Bateman.
Karena itu, meracuni tikus hanya akan membuat pengendalian populasi tikus lebih sulit dalam jangka panjang dan berdampak pada populasi predator alami. Sekarang, para ilmuwan sedang mencari cara paling efektif untuk menangani wabah tikus di Australia.