Penanganan Pandemi Corona Bisa Belajar dari Flu Burung
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Kalau dibandingkan dengan COVID-19 terus terang saja saya harus mengatakan flu burung itu enggak ada apa-apanya," ujar Dr. Bayu Krisnamurthi, mantan Ketua Komite Nasional Pengendalian Flu Burung Pandemi Influenza (Komnas FBPI), pada dialog Media Center Gugus Tugas Nasional di Graha BNPB, Jumat (10/7).
Hanya saja, tingkat kematian atau fatality rate flu burung lebih tinggi ketimbang virus corona . Bagaimana tidak, angka kematian di dunia mencapai 60 persen, sedangkan di Indonesia sebesar 80 persen.
Langkah cepat penanganan Flu burung
Kala itu, tatkala flu burung pertama kali terdeteksi di Indonesia, pemerintah langsung mengambil langkah cepat dengan membentuk Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI). Komnas FBPI kemudian merancang serangkaian langkah pencegahan untuk meredam penyebaran flu burung. Mereka melibatkan berbagai bidang keahlian, termasuk ilmuwan yang ada.
ADVERTISEMENT
"Kita menangani penyakitnya, dampak sosial-ekonominya, dan komunikasi publiknya itu dalam porsi yang sama besar," Ucap Bayu.
Langkah yang pertama kali diambil adalah dengan membakar semua unggas yang berpotensi terinfeksi. Pemerintah juga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat ihwal penanganan hingga bahaya dari flu burung .
“Strategi komunikasi ini kita susun dengan baik, strategis, komprehensif, multilevel, multimedia. Masyarakat sekarang membutuhkan informasi, kalau tidak diisi mereka akan cari, jadi penuhi dengan informasi yang benar,” ucap Bayu.
Sementara I Nyoman Kandun, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) 2004-2009 mengatakan, saat ini pemerintah harus terus mengingatkan masyarakat untuk memenuhi protokol kesehatan dalam mencegah penularan COVID-19. Ia juga menjelaskan bahwa kerja sama lintas sektor yang sinergis sangat diperlukan agar langkah penanganan penyebaran virus dapat terlaksana dengan efektif.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Anggota DPR RI, Muhammad Farhan, yang kala itu menjabat Duta Tanggap Flu Burung 2006-2009, tantangan dalam melakukan komunikasi publik pada saat itu berbeda dengan masa pandemi COVID-19 sekarang. Perbedaan utamanya terletak pada perubahan persepsi masyarakat dan pilihan media yang digunakan.
Secara garis besar, flu burung mampu dipahami masyarakat dengan baik. Pengaruh media sosial yang sangat terbatas, membuat pola pikir mereka jauh lebih sederhana. "Tantangan jauh lebih besar, selain magnitudo dari COVID-19 jauh lebih besar dari Flu Burung, terjadi perubahan persepsi publik terhadap informasi yang dilihat serta pilihan media yang digunakan," jelas Farhan.
Oleh karena itu, pelajaran utama yang bisa dipetik dalam penanganan flu burung yakni komunikasi publik yang saat itu berjalan dengan baik. Masyarakat tahu bahwa virus flu burung bagian dari fakta yang harus diantisipasi. Hal ini seharusnya bisa diimplementasikan dalam penanganan pandemi COVID-19 saat ini.
ADVERTISEMENT
Tidak ada lagi persepsi ihwal virus corona bagian dari elite global. Masyarakat harus mulai sadar bahwa pandemi ini bagian dari fakta yang harus dihadapi bersama.