Peneliti Berhasil Rekonstruksi 3 Wajah Mumi Mesir Kuno, Begini Penampakannya

5 Oktober 2021 9:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu mumi Mesir kuno yang disimpan dalam peti mati.  Foto: REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu mumi Mesir kuno yang disimpan dalam peti mati. Foto: REUTERS
ADVERTISEMENT
Tiga wajah mumi pria yang hidup 2.000 tahun lalu atau pada zaman Mesir Kuno telah 'dihidupkan kembali' oleh sekelompok peneliti. Hidup kembali yang dimaksud ini adalah berhasil merekonstruksi wajah pria berusia 25 tahun, berdasarkan data DNA yang diambil dari sisa tubuh mumi.
ADVERTISEMENT
Mumi-mumi tersebut berasal dari Abusir el-Meleq, sebuah kota kuno di selatan Kairo, Mesir. Mereka dikuburkan antara tahun 1380 SM dan 425 M. Para ilmuwan di Max Planck Institute jurusan Ilmu Sejarah Manusia di Tubingen, Jerman, mengurutkan DNA mumi pada 2017, dan ini menjadi rekonstruksi pertama yang berhasil dari genom mumi Mesir kuno.
Sekarang, tim peneliti di Parabon NanoLabs, sebuah perusahaan teknologi DNA di Reston, Virginia, AS, telah menggunakan data genetik tersebut untuk membuat model tiga dimensi (3D) wajah mumi melalui proses yang disebut forensik DNA fenotip, yakni rekonstruksi menggunakan analisis genetik untuk memprediksi bentuk fitur wajah dan aspek lain dari penampilan fisik seseorang.
“Ini adalah pertama kalinya fenotip DNA komprehensif dilakukan pada DNA manusia seusia mereka,” kata perwakilan Parabon dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip Live Science.
Peta panas dari wajah yang berbeda memungkinkan para ilmuwan untuk memperbaiki detail dan menyoroti perbedaan dalam fitur mumi. Foto: Parabon NanoLabs
Peneliti menggunakan metode fenotip yang disebut Snapshot untuk memprediksi keturunan, warna kulit, dan fitur wajah pria. Mereka menemukan, bahwa pria mumi tersebut memiliki kulit coklat muda dengan mata dan rambut gelap. Secara keseluruhan, susunan genetik mereka lebih dekat dengan individu modern di Mediterania atau Timur Tengah ketimbang orang Mesir modern.
ADVERTISEMENT
Mereka kemudian membuat sketsa 3D yang menguraikan fitur wajah mumi dan menghitung ‘peta panas' pada wajah untuk menyoroti perbedaan antara tiga individu serta menyempurnakan detail setiap wajah. Seniman forensik Parabon kemudian menggabungkan hasil analisis ini dengan prediksi Snapshot tentang warna kulit, mata, dan rambut.
Bekerja dengan DNA manusia purba bisa punya tantangan tersendiri karena dua hal, yakni DNA seringkali terdegradasi dan bercampur dengan DNA bakteri, aku Ellen Greytak, direktur bioinformatika Parabon.
"Di antara dua faktor itu, jumlah DNA manusia yang tersedia untuk diurutkan bisa sangat kecil," ujarnya.
Rekonstruksi forensik mumi JK2911, JK2134 dan JK2888. Foto: Parabon NanoLabs
Kendati begitu, para ilmuwan tidak memerlukan seluruh genom untuk mendapatkan gambaran fisik seseorang. Sebaliknya, mereka hanya perlu menganalisis titik spesifik tertentu dalam genom yang berbeda antar manusia yang dikenal sebagai polimorfisme nukleotida tunggal (SNP). Banyak dari kode SNP ini untuk perbedaan fisik antar individu.
ADVERTISEMENT
“Masalahnya, terkadang DNA purba tidak menyediakan SNP yang cukup untuk menunjukkan dengan tepat suatu sifat tertentu. Dalam hal ini, para ilmuwan dapat menyimpulkan data genetik yang tidak ada dari nilai SNP lain di dekatnya,” kata Janet Cady, seorang ilmuwan bioinformatika Parabon.
“Statistik yang dihitung dari ribuan genom mengungkapkan seberapa dekat keterkaitan setiap SNP dengan tetangga yang tidak ada. Dari sana, para peneliti dapat membuat prediksi statistik tentang apa SNP yang hilang itu.”