Peneliti Temukan Ekspresi Gen Berbeda pada Penderita Hiperseksual

24 September 2019 17:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi berhubungan seks atau bercinta. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi berhubungan seks atau bercinta. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Apa yang membuat seseorang bisa mengalami gangguan hiperseksual? Selama ini orang seperti itu diidentifikasi memiliki kelainan perilaku seksual kompulsif atau compulsive sexual behavior disorder.
ADVERTISEMENT
Orang-orang yang seperti itu menderita ketidakmampuan untuk mengendalikan impuls seksual, atau perilaku, hasrat, dan dorongan seksual mereka. Orang dengan hiperseksual akan melakukan kegiatan seksual secara berulang di setiap harinya, mengabaikan tanggung jawab, kesehatan, dan perawatan diri mereka sendiri.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), kondisi gangguan hiperseksual diklasifikasikan sebagai kelainan atau penyimpangan perilaku, kendati tidak atau belum dimasukkan ke dalam daftar bentuk kecanduan. Geoffrey Reed, salah satu pakar WHO, mengatakan kepada AFP bahwa kondisi orang dengan gangguan hiperseksual juga tidak bisa dijadikan alasan dari tindakan pelecehan seksual atau pemerkosaan.
Menurut para peneliti, 3 hingga 6 orang di dunia menderita gangguan hiperseksual. Adriana Bastrom, peneliti dari Departemen Neurosains di Uppsala University, Swedia, mengatakan bahwa kondisi ini masih menjadi kontroversi dan baru sedikit yang diketahui mengenai neurobiologi orang hiperseksual. Beberapa peneliti berpendapat bahwa kondisi hiperseksual adalah manifestasi dari gangguan mental lainnya, seperti kecanduan.
Ilustrasi hubungan seks. Foto: Thinkstock
Untuk mengetahui lebih lanjut ihwal perilaku hiperseksual, Bastrom dan timnya kemudian mencoba meneliti apakah mereka dapat menemukan petunjuk dalam gen si penderita, dan melihat apakah ada tanda yang membedakan kondisi ini dari masalah kesehatan lainnya. Menurut Bostrom, penelitian ini bisa membantu dalam mengembangkan perawatan bagi pasien penderita gangguan hiperseksual.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian ini, ilmuwan melibatkan 93 peserta, dengan rincian 60 pasien dengan gangguan hiperseksual dan 33 lainnya adalah orang sehat yang bertindak sebagai pembanding. Karena kondisi gangguan hiperseksual memiliki unsur perilaku adiktif, tim juga melihat sampel dari 107 orang yang ketergantungan alkohol.
Dalam riset ini tim menganalisis kondisi metilasi pada 8.852 wilayah DNA para peserta untuk melihat apakah ada perbedaan antara pasien hiperseksual dengan orang sehat. Metilasi DNA sendiri diartikan sebagai tempat kelompok metil atau kelompok hidrokarbon yang menempel pada untaian DNA untuk memberi sinyal dalam menghidupkan atau mematikan aktivitas genetik. Selain itu, para peneliti juga mempelajari microRNA yang mengatur ekspresi gen pada para peserta.
Ilustrasi pelumas untuk berhubungan seks. Foto: Shutterstock
Hasilnya, pada pasien dengan gangguan hiperseksual, tim menemukan dua wilayah DNA yang kekurangan metilasi dan aktivitas microRNA yang dikaitkan dengan ekspresi gen tertentu. Para peneliti percaya kondisi ini bisa berdampak pada kadar hormon oksitosin yang memengaruhi perkembangan perilaku hiperseksual. Penelitian sebelumnya juga telah mengaitkan oksitosin dengan ikatan, reproduksi, dan agresi pada hewan dan manusia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, yang menarik, para peserta dengan kecanduan alkohol memiliki perbedaan metilasi yang sama dengan mereka yang memiliki gangguan hiperseksual.
"Temuan kami menunjukkan bahwa ada tanda epigenetik berbeda yang melibatkan metilasi DNA dan aktivitas microRNA yang membedakan pasien hiperseksual dari orang sehat," kata Bostrom, seperti dilansir Newsweek.
Namun begitu dia mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk sepenuhnya memastikan bahwa perubahan epigenetik yang teridentifikasi pada orang-orang dengan gangguan hiperseksual ini tidak terkait dengan penyakit fisik tertentu.