news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Perjuangan dr. Koko Melawan Hoaks 'Di-Covid-kan': Kuncinya Harus Transparan

17 Agustus 2021 12:49 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Andi Khomeini. Foto: @dr_koko28
zoom-in-whitePerbesar
Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Andi Khomeini. Foto: @dr_koko28
ADVERTISEMENT
Di tengah perhatiannya menangani pasien COVID-19, dr. Andi Khomeini Takdir, atau akrab disapa dr. Koko, masih meluangkan tenaganya untuk mengedukasi warga di media sosial. Ia rajin meluruskan hoaks yang keliru, termasuk mendorong protokol kesehatan dan vaksinasi, demi Indonesia bisa menang melawan pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Saat ini, masih ada banyak disinformasi perihal COVID-19 yang berseliweran di dunia maya, mulai dari konsumsi vitamin C dosis tinggi, virus corona tak berbahaya, hingga vaksin palsu.
Dari semua hoaks yang beredar itu, dr. Koko sangat terganggu dengan hoaks yang mengatakan bahwa tenaga medis atau fasilitas kesehatan sengaja membuat pasien menjadi positif COVID-19. Di publik, ini kerap disebut dengan istilah 'di-Covid-kan'.
Dokter yang praktik di Rumah Sakit Hermina dan Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran itu mengatakan, isu di-Covid-kan cukup mengganggu karena membuat pasien yang benar-benar terinfeksi virus corona menjadi takut ke rumah sakit. Mereka justru baru akan ke rumah sakit ketika kondisinya semakin memburuk.
Padahal, pasien sudah seharusnya mendapatkan perawatan ketika gangguan penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 masih di fase awal. Dengan begitu, kondisi pemburukan macam sesak napas atau kondisi klinis yang membutuhkan alat bantu medis bisa dicegah sejak dini.
ADVERTISEMENT
"Kalau secara personal, paling sering saya pikir banyak sekali disinformasi dan itu bisa berulang-ulang. Tapi, yang paling memiliki dampak ke kehidupan rakyat Indonesia secara umum adalah isu meng-Covid-kan. Jadi, isu pasien pasien itu, kalau dia ke rumah sakit, kemudian akan di-Covid-kan," cerita dr. Koko kepada kumparan dalam sesi Virtual Talk Karnaval Kemerdekaan kumparan, Selasa (17/8).
Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Andi Khomeini atau biasa disapa dr. Koko. Foto: @dr_koko28
Sebagian besar dokter dan rekan sejawatnya yang menangani pasien COVID-19 selama pandemi ini memang menerima pasien-pasien di lapangan dengan kondisi klinis yang rata-rata mengarah ke COVID-19. Pasien sudah datang ke rumah sakit dengan informasi hasil swab test PCR (polymerase chain reaction) yang positif, sekaligus mengonfirmasi kondisinya.
Transparansi informasi ini, menurut dr. Koko, harus terus dan perlu disajikan kepada publik. Harapannya, warga akan melihat dan memilah-memilih informasi tersebut dibanding informasi sumir yang beredar dan menyesatkan.
ADVERTISEMENT

Kunci Isoman Efektif: Terpantau Nakes

Dalam bincang Virtual Talk Karnaval Kemerdekaan 2021 kumparan, dr. Koko juga menyinggung soal isolasi mandiri (isoman) bagi pasien COVID-19 tanpa gejala atau bergejala ringan. Isolasi mandiri merupakan skenario yang dibikin oleh para tenaga kesehatan karena adanya keterbatasan tempat perawatan di rumah sakit.
Dalam menangani pasien COVID-19, ia selalu mengusahakan agar mereka bisa mendapatkan ruang perawatan di rumah sakit. Namun jika kapasitasnya penuh, isolasi mandiri (isoman) terpaksa menjadi opsi terakhir.
Untuk isoman, dr. Koko menyarankan pengaturannya tidak benar-benar mandiri, tetapi pasien harus terpantau oleh dokter atau tenaga kesehatan dari puskesmas atau rumah sakit setempat.
Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Andi Khomeini Takdir, SpPD-KPsi. Foto: @dr_koko28
Hal ini sudah dilakukan dokter spesialis penyakit dalam itu kepada pasiennya. Para pasien, katanya, dimasukkan ke dalam grup WhatsApp sebagai media untuk komunikasi kondisi setiap pasien pasca-keluar rumah sakit hingga beberapa pekan ke depan.
ADVERTISEMENT
Pasien bisa menyampaikan keluhan, termasuk progres kondisi medisnya.
"Kalau ternyata dia ada pemburukan, misal, dia tadinya enggak sesak, tiba-tiba pada hari tertentu dia merasa lebih ada sesak napas, napasnya berat, maka itu indikasi bahwa dia sudah enggak layak isoman, sebaiknya dia ke rumah sakit," aku dr. Koko yang juga founder dan chairman Jaringan Dokter Muda (Junior Doctors Network/JDN) Indonesia itu.
Selain terpantau, pasien COVID-19 yang menjalani isoman juga harus membiasakan menerapkan pola hidup sehat dan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, jaga jarak dengan anggota keluarga yang lain, dan kalau bisa ruangannya terpisah. Jika rumahnya tidak banyak ruang dan terpaksa bercampur dengan anggota keluarga lain yang sehat, maka maksimalkan ventilasi yang ada dengan membuka semua jendela, sambil tetap memakai masker dan menjaga kebersihan.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang juga disampaikan dr. Koko adalah perbanyak makanan bergizi, konsumsi sayuran, buah-buahan, ikan, telur, tahu, tempe, serta mengurangi konsumsi gula dan gorengan. Pasien juga diminta menghindari asap rokok, mengingat penyakit COVID-19 ini sering menyerang sistem pernapasan.
"Hal-hal sesederhana itulah yang kita sampaikan ke masyarakat. Tapi ingat, balik lagi ke poin pertama, sebaiknya ada yang memantau, baik itu dokter atau tenaga kesehatan setempat, sehingga kita tahu bagaimana pasien ini apakah dari hari ke hari ada perbaikan, atau malah mungkin terjadi pemburukan hingga perlu mengakhiri isomannya dan mencari ruang perawatan di rumah sakit," katanya.
Dokter Andi Takdir Khomeini Haruni atau dokter Koko saat menjadi vaksinator di Istana Presiden, 13 Januari 2021. Foto: YouTube Sekretariat Presiden
Soal protokol kesehatan ini tak hanya terus digaungkan dr. Koko untuk para pasiennya, tetapi untuk seluruh masyarakat Indonesia. Melalui media sosial, dia tak henti meluruskan sejumlah hoaks tentang COVID-19 dan bidang kesehatan lainnya yang berpotensi merugikan publik.
ADVERTISEMENT
Perjuangan ini adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan kesabaran ekstra, kesantunan, dan keikhlasan.