Pil Covid Molnupiravir Buatan Merck Diklaim Efektif Cegah Kematian Pasien

2 Oktober 2021 13:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi obat virus corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi obat virus corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perusahaan farmasi Merck (Merck, Sharp & Dohme) dan Ridgeback Biotherapeutics mengumumkan Molnupiravir, pil obat COVID-19 buatannya, diklaim mampu mengurangi risiko kematian pada pasien virus corona. Pengumuman ini disampaikan perusahaan pada Jumat (1/10), usai menggelar analisis interim dari uji klinis fase ketiga sejak Agustus 2021 lalu.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, perusahaan Merck yang menguji klinis Molnupiravir berbeda dengan perusahaan Merck yang ada di Indonesia. Molnupiravir dites oleh perusahaan farmasi Merck & Co., Inc., yang berbasis di Kenilworth, New Jersey, AS. Sementara Merck di Indonesia adalah perusahaan sains dan teknologi yang berbasis di Darmstadt, Jerman.
Pil antivirus eksperimental tersebut disebutnya terbukti mengurangi tingkat kematian atau perawatan rumah sakit hingga 50 persen bagi mereka yang paling berisiko tertular COVID-19 yang parah, menurut data hasil risetnya.
Merck kini berencana untuk mengajukan otorisasi bagi obat tersebut di AS dan negara lain. Jika disetujui, molnupiravir akan menjadi obat antivirus oral pertama untuk COVID-19 yang bisa digunakan langsung oleh pasien di rumah.
“Itu melebihi apa yang saya pikir dapat dilakukan obat dalam uji klinis ini,” kata Dean Li, kepala laboratorium penelitian Merck.
ADVERTISEMENT
Uji klinis Molnupiravir melibatkan 775 relawan usia dewasa dengan COVID-19 ringan hingga sedang. Semua relawan di uji klinis ini setidaknya memiliki komorbid seperti obesitas, diabetes, atau penyakit jantung.
Setengah dari relawan uji klinis diberi pil Molnupiravir selama lima hari. Obat yang tersedia dalam bentuk kapsul kecil berwarna cokelat itu diminum dua kali sehari. Para peneliti kemudian membandingkan relawan yang diberi Molnupiravir dan pasien yang diberi pil plasebo pada hari ke-29.
Hasilnya, 14 persen relawan dalam kelompok plasebo dirawat di rumah sakit. Pada kelompok relawan yang diberi Molnupiravir, yang dirawat di rumah sakit hanya 7 persen saja.
Peneliti juga mencatat bahwa tidak ada kematian pada kelompok Molnupiravir setelah 29 hari uji klinis. Adapun kelompok plasebo mencatat delapan kematian.
Obat corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Data dari uji coba ini dipublikasikan dalam siaran pers pada hari Jumat (1/10). Meski belum melalui tahap peninjauan dari rekan sejawat peneliti lain (peer review), para ahli medis independen yang memantau uji coba menyambut baik laporan ini karena hasilnya sangat menggembirakan.
ADVERTISEMENT
“Ini akan memungkinkan kami untuk merawat lebih banyak orang dengan lebih cepat dan, kami percaya, jauh lebih murah,” kata William Schaffner, pakar penyakit menular di Universitas Vanderbilt yang tidak terlibat dalam penelitian, kepada Associated Press.
Perlu dicatat, hingga saat ini belum ada obat yang resmi dilabeli sebagai antivirus COVID-19. Namun, dengan penemuan obat antivirus ini, diharapkan pandemi akan lebih terkendali, di mana orang-orang yang kesulitan mendapat akses ke rumah sakit dapat mengkonsumsinya dari rumah.
"Perawatan antivirus yang dapat dilakukan di rumah untuk menjauhkan orang dengan COVID-19 dari rumah sakit sangat dibutuhkan," kata Wendy Holman, CEO Ridgeback, dalam sebuah pernyataan resmi.
Kami adalah Merck, sebuah perusahaan sains dan teknologi, yang berbasis di Darmstadt, Jerman.
ADVERTISEMENT
Seperti antivirus lainnya, obat Molnupiravir bekerja dengan mengganggu kemampuan virus untuk menyalin kode genetik dan mereproduksi dirinya sendiri.
Reuters melaporkan bahwa obat-obatan di kelas yang sama dengan Molnupiravir punya keterkaitan dengan cacat lahir dalam penelitian pada hewan. Meski demikian, Merck mengatakan bahwa obat tersebut tidak mempengaruhi DNA mamalia.
Merck mengatakan Molnupiravir tidak mampu mendorong perubahan genetik pada sel manusia. Namun, perusahaan meminta agar pria yang terdaftar dalam uji cobanya harus berpantang dari hubungan heteroseksual atau setuju untuk menggunakan kontrasepsi. Wanita usia subur dalam penelitian ini juga diminta menggunakan alat kontrasepsi jika hendak melakukan hubungan seks.
Perusahaan farmasi, Merck. Foto: Shutterstock
Selain itu, Merck mengatakan bahwa Molnupiravir efektif terhadap semua varian virus corona, termasuk varian Delta yang sangat mudah menular. Perusahaan menyebut bahwa tingkat efek samping yang dialami pasien Molnupiravir dan plasebo mirip, tetapi mereka tidak memberikan rincian.
ADVERTISEMENT
Perusahaan mengatakan mereka berencana untuk menghasilkan 10 juta program pengobatan pada akhir tahun 2021. Merck telah memiliki kontrak pemerintah AS untuk memasok 1,7 juta perawatan Molnupiravir dengan harga 700 dolar AS per perawatan.
CEO Merck, Robert Davis, mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya juga memiliki perjanjian serupa dengan pemerintah lain dan sedang dalam pembicaraan dengan lebih banyak negara. Merck mengatakan pihaknya berencana memberi harga berjenjang berdasarkan kriteria pendapatan negara.
Merck juga telah setuju untuk melisensikan obat tersebut kepada beberapa pembuat obat generik yang berbasis di India, yang akan dapat memasok pengobatan tersebut ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Kini, pil Molnupiravir juga sedang dipelajari dalam uji coba Fase III untuk mencegah infeksi pada orang yang terpapar virus corona.
ADVERTISEMENT
Pejabat Merck mengatakan tidak jelas berapa lama peninjauan otorisasi obat ini akan berlangsung. Di sisi lain, Dean Li, kepala laboratorium penelitian Merck, mengatakan kepada Reuters bahwa "mereka akan mencoba bekerja dengan sigap dalam hal ini."