Plastik dalam Bangkai Paus Adalah Bentuk Nyata Ancaman Sampah di Laut

25 November 2018 16:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seekor Paus Sperma (Physeter macrocephalus) terdampar di Pulau Kapota, Wakatobi dalam kondisi sudah membusuk (18/11). (Foto: Dok. WWF)
zoom-in-whitePerbesar
Seekor Paus Sperma (Physeter macrocephalus) terdampar di Pulau Kapota, Wakatobi dalam kondisi sudah membusuk (18/11). (Foto: Dok. WWF)
ADVERTISEMENT
Menanggapi penemuan sampah plastik di dalam tubuh paus yang mati di Wakatobi, Greenpeace sebagai lembaga swadaya yang bergerak di bidang lingkungan hidup, mengatakan bahwa ini merupakan bukti tegas bahwa sampah plastik adalah ancaman bagi lingkungan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya pada Minggu (18/11) ditemukan seekor paus yang terdampar dan sudah dalam keadaan mati di Pulau Kapota. Yang menyedihkan, dalam bangkai paus tersebut ditemukan 5,9 kilogram sampah. Jenis sampah yang ditemukan dalam bangkai paus ini bervariasi, mulai dari tali rafia, botol dan gelas plastik, kantong plastik, hingga sendal jepit.
Saat ini sampah plastik tidak hanya mengotori daratan, tapi juga sudah masuk hingga ke lautan dan menjadi ancaman bagi para penghuni di dalamnya.
“Penemuan sampah plastik di dalam perut paus sperma menambah deretan panjang peristiwa hadirnya sampah plastik di tempat yang tidak seharusnya,” kata Muharram Atha Rasyadi, Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia dalam siaran pers yang diterima oleh kumparanSAINS.
Ia juga menambahkan, saat ini diperkirakan sebanyak 94 persen plastik yang masuk ke lautan akan berakhir di dasar laut. Mengingat besarnya jumlah sampah plastik yang akan berakhir di lautan, tentu hal ini akan menjadi ancaman bagi hewan-hewan yang tinggal di lautan.
Penyambutan kapal Rainbow Warrior Greenpeace. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penyambutan kapal Rainbow Warrior Greenpeace. (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
Lalu, apa yang bisa perlu dilakukan untuk mengurangi sampah yang masuk ke dalam lautan?
ADVERTISEMENT
“Solusi utama untuk mengurangi invasi sampah plastik di lingkungan termasuk lautan adalah dengan mengurangi produksi dan penggunaan plastik sekali pakai secara signifikan,” kata Muharram.
“Semua sektor perlu menanggapi permasalahan ini dengan serius dan mengambil peran dalam penyelesaiannya. Inisiatif pihak swasta seperti perusahaan produsen barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) harus lebih dari sekadar melakukan daur ulang.”
Greenpeace mengajak pemerintah untuk membuat regulasi yang fokus pada pengurangan sampah dan meningkatkan kualitas sistem pengelolaan sampah secara nasional.
Terakhir, masyarakat juga diminta untuk lebih sadar terhadap permasalahan dan ancaman yang nyata yang ditimbulkan oleh sampah. “Bila tidak bertindak sesegera mungkin, akan semakin banyak kehidupan satwa yang terancam oleh keberadaan sampah plastik.”