Polemik PSBB Jakarta, Juru Wabah: Kita Terjebak dalam Kebodohan Sendiri

11 September 2020 16:08 WIB
Ilustrasi Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB. Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jakarta akan kembali memberlakukan PSBB. Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Polemik antara kesehatan masyarakat dan kemerosotan ekonomi kembali muncul seiring rencana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta. Ahli epidemiologi pun buka suara menanggapi perdebatan yang muncul di publik.
ADVERTISEMENT
Menurut ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, masyarakat perlu bersatu untuk mengatasi pandemi corona. Dia pun meminta agar kita tidak berlarut-larut terperangkap dalam 'kebodohan kita sendiri'.
"Kita terperangkap pada kebodohan kita sendiri," kata Pandu kepada kumparanSAINS, Jumat (11/9). "Bahwa atasi pandemi itu mudah bila semua bersatu, kemudian pemulihan ekonomi bisa menyusul ketika pandemi bisa diatasi."
Dalam kicauan Twitter-nya, Pandu berpendapat bahwa kemerosotan ekonomi di Indonesia bukan disebabkan karena PSBB. Menurut Pandu, kemerosotan ekonomi yang dialami Indonesia saat ini lebih diakibatkan oleh kebijakan yang tidak dapat mengadaptasi dampak pandemi COVID-19.
Senada dengan Pandu, epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, juga menilai bahwa strategi penanganan pandemi corona yang diterapkan Indonesia selama enam bulan ini kurang tepat.
ADVERTISEMENT
"Enam bulan ini, saya kira sudah cukup lah jadi semacam pembuktian bahwa mekanisme atau strategi yang paling tepat, ini juga berlaku di banyak negara, bahwa pengendalian pandemi harus diserahkan kepada sistem kesehatan yang sudah terbangun. Sistem kesehatan ini tentu leading sector-nya adalah Kementerian Kesehatan," kata Dicky kepada kumparanSAINS, Jumat (11/9).
"Jadi, kita jangan gambling lah dalam satu pengendalian pandemi," sambungnya.
PSBB total di Jakarta sendiri dinilai tepat oleh kedua juru wabah. Dicky menilai, PSBB diperlukan mengingat fasilitas kesehatan di Jakarta saat ini sudah terisi 80 persen.
Pejalan kaki melintas di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (7/4). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Adapun menurut Pandu, PSBB di Jakarta perlu diterapkan karena kedisiplinan masyarakat yang buruk untuk menjalankan protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan). Dia pun secara khusus menyoroti klaster perkantoran yang meningkat seiring PSBB transisi sejak Juni 2020.
ADVERTISEMENT

Pemerintah pusat perlu turun tangan

PSBB Jakarta, kata Dicky, perlu didukung dengan PSBB lain di kota satelit, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Tujuannya adalah agar PSBB itu efektif, di mana pergerakan penduduk di sekitar Jakarta juga dibatasi.
Meski demikian, hingga saat ini belum ada kepastian apakah wilayah satelit Jakarta akan mengikuti PSBB juga. Kota Bogor, misalnya, justru mengumumkan Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK) hingga 14 September 2020.
Menurut Wali Kota Bogor, Bima Arya, kepastian mengenai PSBB Bodebek baru akan diputuskan pada Senin (14/9), setelah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil rapat dengan pemerintah pusat.
"Jadi hari Sabtu (12/9), Pak Gubernur akan merapatkan lagi dengan pemerintah pusat, dengan kementerian terkait semua itu mungkin hari Senin akan rapatkan lagi dengan kepala daerah Bodebek kira-kira begitu," kata Bima pada Kamis (10/9).
ADVERTISEMENT
Menanggapi kesulitan dalam sinkronisasi kebijakan PSBB antar daerah, Dicky menilai bahwa pemerintah pusat perlu turun tangan.
Menurutnya, saat ini kondisi pandemi corona di Indonesia, khususnya pulau Jawa, sudah serius. Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu untuk menetapkan strategi yang sinergis.
"Ini tidak bisa diselesaikan oleh satu dua daerah saja. Harus satu pulau Jawa dan pulau-pulau lain itu melakukan sinergi strateginya," kata Dicky. "Di sinilah memang harus ada peran pemerintah pusat. Sudah saatnya kembalikan leading sector ke Kementerian Kesehatan sebagai pemimpin sebagai pengendalian ini."
****
Saksikan video menarik di bawah ini: