Profesor AS Sebut SpongeBob SquarePants Penuh Kekerasan dan Rasialisme

15 Oktober 2019 8:04 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Spongebob Squarepants Foto: Foto : Giphy
zoom-in-whitePerbesar
Spongebob Squarepants Foto: Foto : Giphy
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak kenal dengan serial animasi SpongeBob SquarePants. Film kartun yang menceritakan kehidupan di bawah laut ini banyak digemari orang lintas generasi, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa.
ADVERTISEMENT
Tapi, tampaknya hal itu tidak berlaku bagi seorang profesor dari University of Washington. Pasalnya, acara kartun populer yang tahun ini memasuki umur ke-20 itu dinilai penuh dengan kekerasan dan rasialisme.
Dilansir Fox News, dalam jurnal "The Contemporary Pacific: A Journal of Island Affairs" berjudul "Unsettling SpongeBob and the Legacies of Violence on Bikini Bottom" yang baru-baru ini diterbitkan, film animasi SpongeBob SquarePants mendapat kritik pedas dari Profesor Holly M Barker dari University of Washington.
"SpongeBob Squarepants dan teman-temannya memainkan peran dalam melazimkan penjajahan kolonial terhadap tempat tinggal pribumi dan menghapus leluhur orang Bikinian dari tempat tinggal non-fiksi mereka," tulis artikel tersebut.
Barker menyebut kolonisasi SpongeBob atas Bikini Bottom sebagai “kekerasan” dan “rasialis”. Ia juga mengklaim bahwa kartun tersebut bersalah atas “cuci tangan aktivitas militer Amerika yang keras” terhadap penduduk asli Pasifik.
Pencipta "Spongebob Squarepants", Stephen Hillenburg. Foto: Instagram/@monbritt
Keyakinannya berasal dari gagasan bahwa latar kartun SpongeBob terinspirasi dari Bikini Atoll yang sebenarnya ada di Kepulauan Marshall. Selama perang dingin, penduduk asli daerah tersebut dipindahkan, dan militer Amerika menggunakan wilayah itu untuk pengujian nuklir.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, daerah tersebut diketahui masih tidak bisa dihuni, dan sejarah itu kemudian memunculkan teori di kalangan para penggemar, bahwa Bikini Bottom mungkin dihuni oleh makhluk yang bermutasi pada pengujian nuklir.
Menurut Barker, sebagai “karakter Amerika” yang diizinkan untuk menghuni daerah di mana penduduk aslinya tidak punya pilihan selain pergi, SpongeBob menunjukkan hak istimewanya untuk “tidak peduli dengan ledakan bom nuklir”.
Selain itu, kartun SpongeBob juga menunjukkan perampasan budaya Pasifik, dengan kemeja bergaya Hawaii, rumah-rumah dalam bentuk nanas, patung kepala tiki dan Easter Island, serta suara gitar yang mengabadikan stereotip wilayah tersebut.
Kota Bikini Bottom dalam serial kartun SpongeBob SquarePants. Foto: YouTube
Bahkan, kata Barker, tema lagu SpongeBob juga bermasalah, karena mencela area tersebut sebagai lagu yang penuh dengan “omong kosong nautikal”.
ADVERTISEMENT
Barker memahami, bahwa mungkin para penulis cerita tidak memiliki pengetahuan ihwal sejarah kolonialisme dalam membuat animasi tersebut, namun ia kesal karena mereka tidak mengakui adanya kesamaan antara Bikini Bottom dengan Bikini Atoll.
Lebih lanjut, Barker menilai adanya ketidakseimbangan antara karakter pria dan wanita, serta nama “Bob” yang mewakili orang biasa daripada karakter yang sesuai secara budaya. Menurutnya, akibat tema-tema ini, anak-anak menjadi terakulturasi dengan ideologi yang memasukkan karakter SpongeBob dengan warga AS yang tinggal di negara orang lain.