Ratusan Juta Belalang Serbu Afrika, Terburuk Sepanjang Sejarah

4 Februari 2020 7:15 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dalam satu hari, segerombolan kecil belalang dalam memakan tanaman yang cukup bagi 35.000 orang.  Foto: Twitter: @RangaMberi
zoom-in-whitePerbesar
Dalam satu hari, segerombolan kecil belalang dalam memakan tanaman yang cukup bagi 35.000 orang. Foto: Twitter: @RangaMberi
ADVERTISEMENT
Ratusan juta belalang menyerbu sebuah wilayah di Kenya. Membuat udara dipenuhi serangga dan mengganggu aktivitas warga yang ada di sana.
ADVERTISEMENT
Invasi belalang kali ini menjadi yang terburuk dalam kurun 70 tahun terakhir. Saking banyaknya, jarak pandang di kota itu menjadi sangat terbatas saat jutaan belalang terbang ke udara.
Meski tidak berbahaya, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), situasi ini bisa menjadi sangat serius karena berpotensi mengancam sektor pertanian dan mata pencaharian masyarakat.
Invasi belalang menyerbu Kenya, jadi yang terburuk sepanjang 70 tahun. Foto: Twitter: @RangaMberi
Invasi belalang dimulai pada Juni 2019. Bermula dari Ethiopia timur dan Somalia utara, menyebar dengan cepat menjadi wabah yang menakutkan. Tahun 2019 sendiri merupakan tahun terbasah di Afrika Timur.
Suhu hangat dan hujan lebat telah menciptakan lingkungan yang sempurna bagi belalang untuk berkembang biak. Alih-alih berkurang, invasi belalang di Ethiopia justru semakin meningkat.
Menurut FAO, hama belalang berpotensi menghancurkan tanaman dan rumput. Bahkan, mereka mengklaim serangga invasif ini telah menghancurkan tanaman pangan yang cukup untuk memberi makan 35.000 orang dalam satu hari.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, kawasan Afrika telah dilanda badai El Nino. Menyebabkan kekeringan berkepanjangan dan mengancam berbagai kebutuhan makanan di sana. Di Kenya, sekitar 70.000 hektare tanaman hancur. Bencana ini diprediksi akan berlangsung hingga Juni 2020 mendatang.
“Masyarakat Afrika Timur telah dilanda kekeringan yang berkepanjangan, mengurangi lahan yang bisa ditanami makanan (padi atau gandum) dan mengancam mata pencaharian mereka,” ujar Qu Dongyu, Direktur Jenderal FAO, seperti dikutip dari Science Alert. “Kita perlu membantu mereka untuk bangkit, setelah hama belalang berakhir.”
Namun, jika hujan tetap turun dan suhu tetap hangat, para peneliti memprediksi gerombolan belalang ini akan jauh semakin membeludak dan menyebar ke negara-negara lain di Afrika Timur. Ini tak lain karena belalang bisa melakukan perjalanan sejauh 150 kilometer, maka tak menutup kemungkinan jumlahnya akan bertambah hingga 500 kali lipat.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya merusak tanaman dan sumber daya pertanian, belalang juga telah mengganggu sejumlah penerbangan. Sebuah pesawat di Ethiopia terpaksa harus dialihkan karena jutaan belalang menghalangi jarak pandang pilot saat akan melakukan pendaratan.
Belakangan, invasi belalang dilaporkan sedang bermigrasi ke Iran, dan berpotensi menyebar ke Mesir, Arab Saudi, hingga Yaman.
“Kecepatan penyebaran hama dan jumlah mereka yang jauh tidak biasa, membuat pemerintah daerah dan otoritas setempat harus mengambil tindakan untuk mengurangi hama ini. Mengingat skala yang cukup besar, kontrol udara adalah satu-satunya cara efektif untuk mengurangi jumlah belalang,” papar FAO, dalam siaran persnya.
Dalam rangka menambah penyemprotan pestisida, PBB telah menggelontorkan dana sebesar 10 juta dolar AS atau setara dengan Rp 1,37 miliar. Saat ini, mereka masih mencari dana sekitar 70 juta dolar atau setara Rp 962,3 miliar dari para pendonor internasional.
ADVERTISEMENT