news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Remaja Ini Alami Menopause Dini di Usia 15 Tahun, Apa Penyebabnya?

24 Agustus 2020 7:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sheree Hargreaves Foto: Instagram: Sheree Hargreaves
zoom-in-whitePerbesar
Sheree Hargreaves Foto: Instagram: Sheree Hargreaves
ADVERTISEMENT
Bagi seorang perempuan, masa menopause adalah hal yang menakutkan karena menjadi sebuah simbol usainya masa subur. Umumnya, menopause juga terjadi pada wanita yang sudah beranjak lanjut usia, sekitar 45 tahun atau lebih tua.
ADVERTISEMENT
Bagi perempuan lansia, mungkin menopause adalah hal yang wajar terjadi. Tapi bagaimana kalau itu terjadi pada seseorang perempuan yang masih belia? Bukan tidak mungkin, buktinya hal itu terjadi pada remaja di Inggris yang mengalami menopause di usia 15 tahun.
Ia adalah Sheree Hargreaves, seorang mahasiswa berusia 19 tahun dari Burnley, Lancashire. Ia didiagnosis Insufisiensi Ovarium Primer (POI) dan tidak akan bisa hamil karena mengalami menopause.
Awalnya, Sheree memeriksakan keadaannya yang tak kunjung mengalami menstruasi seperti teman-teman sebayanya. Dokter sempat mengira bahwa Sheere terkena tumor otak.
Ternyata, hasil CT scan dan tes darah menunjukkan tingkat estrogennya sangat rendah. Dokter mengatakan bahwa itu merupakan tanda-tanda menopause dini. Hal itu sudah terjadi karena ia mulai kehilangan folikel ovariumnya sejak usia enam tahun.
ADVERTISEMENT
Faktor tersebut menyebabkan ia harus mengalami menopause pada usia yang masih sangat belia. Ia pun tidak tahu apa penyebab POI yang dideritanya. Dokter mengatakan kondisi tersebut akibat dari keturunan genetik, namun belum bisa dipastikan.
Kondisi ini membuat Sheree sangat hancur. Mimpinya menjadi seorang ibu tidak akan pernah bisa terwujud. Hal itu juga membuatnya menutup diri terhadap teman-teman di kampusnya dan tidak pernah mau bergaul.
“Tidak bisa memiliki anak membuat saya sangat resah dulu, jadi saya ingin merahasiakannya. Ketika teman-teman saya mengalami menstruasi, saya selalu membawa pembalut dan tampon ke mana-mana, berpura-pura kalau itu milik saya supaya saya bisa ‘nyambung’,” jelas Sheree.
Butuh empat tahun bagi Sheree untuk berdamai dengan kondisinya yang tidak bisa memiliki anak selamanya. Selama itu, kondisi tersebut hanya diketahui oleh kedua orang tuanya. Namun kini, ia sudah bisa menceritakan hal tersebut kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Lockdown membantu saya mencapai tahap dalam hidup saya di mana saya merasa nyaman untuk memberi tahu orang-orang seperti saudara laki-laki dan perempuan saya karena saya harus duduk dan memikirkannya, jauh dari kehidupan universitas saya yang sibuk," katanya.
Sheree juga kerap membagikan saran kepada orang-orang yang mengalami hal serupa dengannya dan juga perempuan dewasa lewat media sosial. Ia juga berharap ke depannya, infertilitas bisa masuk ke dalam pendidikan seks anak.
Juru bicara Daisy Network, organisasi yang mengangkat isu POI, mengatakan kondisi yang dialami Sheree terjadi ketika ovarium berhenti berfungsi sebelum usia menopause yang wajar. Artinya, ovarium tidak lagi menghasilkan telur dan tidak dapat memproduksi hormon estrogen dan progesteron yang sangat penting untuk kesuburan wanita.
ADVERTISEMENT
Satu dari 100 perempuan di bawah usia 40 tahun, satu dari 1.000 perempuan di bawah 30 tahun dan satu dari 10.000 perempuan di bawah 20 tahun mengalami POI. Konsdisi itu juga bisa disebabkan oleh autoimun, pengobatan kanker, operasi atau penyebab genetik.
Namun untuk 90 persen wanita yang didiagnosis POI tidak memiliki penyebab yang diketahui secara pasti. Hal itu terjadi secara tiba-tiba. Jika hal itu terjadi, besar kemungkinan karena ovulasi sangat rendah.
Perempuan juga perlu menjalani Terapi Penggantian Hormon pada usia menopause wajar, untuk mendapatkan hormon vital yang sudah berkurang untuk mendukung kesehatan tulang, otak dan jantung,” jelas juru bicara Daisy Network.