Rhea Health Tone, Suplemen Imun untuk Lawan Corona Milik Mantan Mendes

14 Juli 2020 9:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rhea Health Tone Oil. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Rhea Health Tone Oil. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PT Rhea Pharmaceutical Science, sebuah perusahan molekuler berhasil membuat suplemen yang diklaim bisa membantu perawatan pasien COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona SARS-CoV-2. Suplemen Rhea Health Tone (RHT) ini telah digunakan di Armenia, negara pertama yang memberikan surat semacam rekomendasi atau anjuran bahwa RHT bisa dijadikan terapi penyembuhan pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
Menurut Eko Putro Sandjojo, mantan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 2014-2019, yang merupakan investor perusahaan tersebut, suplemen RHT membantu perawatan sejumlah pasien di Armenia. Dalam waktu 5 sampai 7 hari setelah diberikan suplemen, pasien di Armenia berhasil sembuh dari COVID-19, yang tentu saja juga mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter.
Sejauh ini, Eko tidak berani mengklaim bahwa RHT bisa menyembuhkan penyakit, termasuk menyembuhkan COVID-19. "Karena suplemen sifatnya hanya membantu," tegas Eko. "Jadi suplemen ini cuma tambahan saja, tetap pasien harus minum obat yang diberikan dokter."
Sebelumnya, suplemen RHT telah melalui uji coba in vitro dan in vivo terhadap tikus yang terpapar tumor atau kanker, dan diklaim dapat menahan laju penyebaran kedua penyakit tersebut.
ADVERTISEMENT
Suplemen RHT pada awalnya didesain bukan untuk COVID-19, melainkan untuk memelihara sejumlah kesehatan, seperti menjaga tekanan darah, penyumbatan pembuluh darah, dan mencegah atau mengurangi potensi terkena kanker dengan me-regulate ACE-2 yang ada di sel tubuh.
ACE-2 sendiri dikenal sebagai "pintu masuk" virus corona SARS-CoV-2 ke tubuh manusia. Virus penyebab penyakit COVID-19 ini memasuki sel yang diinfeksinya melalui suatu reseptor di permukaan sel yang disebut Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE-2).
“Namun, kebetulan COVID-19 ini masuk ke sel tubuh melalui ACE-2. Sederhananya begini, dengan memperkuat ACE-2, virus corona tidak bisa masuk sehingga tak akan mendapatkan inang dan dalam waktu tertentu virus itu akan mati dengan sendiri,” ujar Eko saat dihubungi kumparan pada Senin (13/7).
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengikuti rapat kerja dengan Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/6). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Eko juga telah memberikan RHT kepada sejumlah pasien di Indonesia. Ada beberapa laporan yang masuk kepadanya, di antaranya adalah 16 orang pasien corona di Palembang yang dinyatakan sembuh setelah menerima suplemen RHT dan tentu saja setelah menjalani perawatan penuh dari rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Rentang waktu kesembuhan mereka sekitar 5 hingga 10 hari. Bahkan, kata Eko, ada pasien corona di Banyuwangi yang telah dirawat selama 110 hari karena tak kunjung sembuh. Ia harus menjalani uji swab selama 9 kali. Dalam uji swab kesembilan, dokter memberi pasien suplemen RHT, dan ketika diuji swab ke-11, pasien tersebut dinyatakan negatif COVID-19.
Kendati dia menceritakan hal tersebut, Eko tetap tidak bisa mengklaim suplemen ini sebagai obat, apalagi mengklaim obat untuk sembuhkan COVID-19.
Status izin edar Rhea Health Tone di Indonesia sendiri, dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), adalah masuk dalam klasifikasi suplemen kesehatan, dengan merek Health Tone.
Di Indonesia, RHT telah beredar meski penjualannya sangat terbatas, hanya diberikan kepada perusahaan atau institusi yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
RHT tengah memasuki clinical trial di sejumlah tempat seperti Rumah Sakit Hasan Sadikin, RS Persahabatan, RS Wisma Atlet, dengan dibantu oleh Universitas Padjadjaran. Clinical trial diprediksi bakal selesai dalam waktu tiga bulan ke depan.
Petugas lab menyiapkan sampel sebelum pengujian virus corona (COVID-19). Foto: Cooper Neill/REUTERS
Jika hasilnya sudah keluar, Eko berjanji mau menyumbangkan RHT ke rumah sakit di Indonesia yang menangani COVID-19. Suplemen ini ditargetkan untuk petugas kesehatan. Saat ini, bagi rumah sakit yang membutuhkan RHT, Eko siap memberikannya secara cuma-cuma alias gratis.
“Untuk sekarang, kalau ada rumah sakit yang minta, saya kasih gratis. Tapi, kalau enggak minta, ya, saya enggak kasih. Karena ada dokter yang enggak mau pakai karena belum ada clinical trial-nya. Sayang kalau dikasih tapi enggak dipakai. Jadi kalau minta saja saya kasih gratis,” katanya.
ADVERTISEMENT
Konsumsi suplemen pada seseorang sejatinya perlu pertimbangan dan anjuran dari dokter. drh. Retno Murwanti, selaku dosen di Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, menekankan bahwa suplemen harus dikonsumsi ketika tubuh membutuhkannya.
"Jika diperlukan, bacalah label kemasan terlebih dahulu untuk mengetahui bahan yang terkandung, jumlah konten, dan bahan tambahan lainnya," jelasnya dilansir dari situs UGM.
Dia menyarankan agar seseorang menghindari mengonsumsi suplemen untuk keperluan pengobatan tertentu. Cara terbaik adalah dengan melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter, karena setiap orang memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda. Penting pula untuk melihat kandungan kimia produk, cara kerjanya dalam tubuh, dosis penggunaan, dan proses pembuatan. Jika tidak tepat maka dapat menyebabkan efek yang tidak terduga.
ADVERTISEMENT
Senada dengan dokter Retno, Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Ketua Perhimpunan Alergi dan Imunologi Indonesia dan Guru Besar Universitas Indonesia, mengatakan bahwa penggunaan suplemen harus sangat diperhatikan. Sebab, jika pemakaiannya berlebihan maka bisa menimbulkan efek samping berbahaya.
"Banyak suplemen yang menyatakan bagus untuk daya tahan tubuh, tapi yang penting ada penelitiannya secara evidence base medicine," ujar Prof Iris saat dihubungi kumparan, Selasa (14/7).
Evidence base medicine dilakukan untuk melihat, menalaah, menemukan manfaat dan efek samping yang bisa ditimbulkan suplemen berdasarkan bukti-bukti ilmiah. "Efek toxic-nya harus disebutkan dalam penelitian atau jurnal, agar orang tidak kelebihan dosis," katanya.