Riset: Cuaca Panas Tidak Signifikan Hambat Persebaran Virus Corona

13 April 2020 7:32 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga terlihat berjalan di New York, Amerika Serikat saat kota tersebut sedang lockdown. Foto: REUTERS / Eduardo Munoz
zoom-in-whitePerbesar
Warga terlihat berjalan di New York, Amerika Serikat saat kota tersebut sedang lockdown. Foto: REUTERS / Eduardo Munoz
ADVERTISEMENT
Sebuah panel beranggotakan para ilmuwan National Academies of Sciences (NAS) Amerika Serikat meragukan pendapat bahwa cuaca panas dapat menekan angka penyebaran virus corona COVID-19.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan berjudul “rapid expert consultation” yang dikirim kepada Kepala Lembaga Kebijakan Sains dan Teknologi Gedung Putih, Kelvin Droegemeier, para peneliti NAS melaporkan cuaca di musim panas kemungkinan besar tidak akan berdampak signifikan pada penyebaran virus SARS CoV-2 kepada Pemerintah AS.
Dilansir The Washington Post, berdasarkan penelitian mereka, mekanisme penularan COVID-19 pada suhu dan kelembapan yang berbeda belum dapat dibuktikan secara pasti. Namun bukti-bukti baru akan segera tersedia dalam beberapa pekan ke depan.
Sebelumnya, sejumlah penelitian mengemukakan hipotesis bahwa perilaku virus corona SARS CoV-2 bisa berubah pada lingkungan dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi.
Petugas rumah sakit mengecek kesehatan para pengendara di Indian Wells, California, AS, 26 Maret 2020. Foto: REUTERS/Lucy Nicholson
Laporan yang disusun puluhan peneliti NAS ini juga mengkritik hasil penelitian lain yang menyatakan pola penyebaran COVID-19 terkait dengan kondisi temperatur dan kelembapan di suatu wilayah.
ADVERTISEMENT
Studi yang mereka maksud adalah riset yang dipublikasi oleh peneliti MIT pada Maret 2020 lalu. Hasil studi dua periset MIT itu menemukan bahwa 90 persen penularan COVID-19 berlangsung di wilayah dengan suhu udara 3 hingga 17 derajat celsius. Di luar wilayah itu, penularan COVID-19 berlangsung lebih lambat.
Namun, menurut laporan NAS, penelitian ilmuwan MIT tersebut harus diinterpretasi dengan hati-hati. Sebab, ada variabel lain yang perlu diperhatikan seperti kualitas data dan transparansi informasi yang berbeda di tiap negara, perbedaan periode waktu penularan, faktor geografis, sistem kesehatan, pendapatan per kapita dan jumlah penapisan yang telah dilakukan.
Meski demikian dalam laporan tersebut, para ilmuwan NAS menyatakan bahwa memang terdapat beberapa bukti yang menunjukkan penularan COVID-19 berlangsung lebih lambat di wilayah dengan suhu dan kelembapan tinggi.
ADVERTISEMENT
Namun, faktor tersebut tidak akan terlalu berdampak pada proses penularan virus. Sebab, masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat penularan, seperti jumlah populasi yang imun terhadap infeksi COVID-19 masih sedikit.Oleh sebab itu, physical distancing tetap penting dilakukan.
Laporan ini juga menggarisbawahi bahwa virus corona lain seperti SARS dan MERS tidak menunjukkan perilaku yang bergantung pada musim dan cuaca. Selain itu pandemi influenza yang terjadi 250 tahun lalu juga tidak mengenal musim.
Pengunjung supermarket mengenakan masker di wilayah Brooklyn di New York City, AS, 26 Maret 2020. Foto: REUTERS/Stephen Yang

Peringatan untuk Gedung Putih

Laporan yang diterbitkan NAS merupakan peringatan untuk Pemerintah AS agar mereka tidak terlalu berharap pada pengaruh musim panas dan segera bersiap untuk menghadapi kemungkinan gelombang kedua penyebaran COVID-19 di Amerika.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Presiden Donald Trump dan direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, Anthony S. Fauci, sama-sama menyebut musim panas dapat menekan laju penyebaran COVID-19 di Amerika. Presiden Trump bahkan mengklaim penyebaran COVID-19 di Amerika akan berakhir pada April mendatang.
“Virus yang sekarang sedang dibicarakan banyak orang ini akan hilang dengan sendirinya pada April nanti, bersamaan dengan datangnya musim panas,” kata Trump di Gedung Putih pada Februari lalu.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan tanggapan tentang pandemi virus corona atau COVID-19 kepada negaranya di Gedung Putih, Washington, AS. Foto: Doug Mills/Pool via REUTERS
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga mengatakan Indonesia diuntungkan dengan temperatur dan kelembapan, yang ia anggap dapat mencegah penyebaran virus corona.
"Indonesia diuntungkan dengan temperatur tinggi pada April. Ini humidity (kelembaban) tinggi buat COVID-19 relatif lemah daripada tempat lain," kata Luhut, pada akhir Maret lalu.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut laporan NAS, penyebaran COVID-19 juga berlangsung cepat di negara yang kini mengalami musim panas, seperti Australia dan Iran.
“Penyebaran virus tetap berlangsung cepat di Australia dan Iran. Dengan kata lain, peningkatan suhu dan kelembaban bukan menjadi faktor utama (pencegah virus corona),” tulis laporan tersebut.