news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Riset SMERU Ungkap Banyak Bansos Corona Salah Sasaran, Ini Temuannya

17 Juli 2020 14:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menaker Ida Fauziyah menyerahkan bantuan sosial (bansos) sembako Presiden RI kepada pekerja atau buruh korban PHK atau dirumahkan di wilayah Jabodetabek. Foto: Kemenaker
zoom-in-whitePerbesar
Menaker Ida Fauziyah menyerahkan bantuan sosial (bansos) sembako Presiden RI kepada pekerja atau buruh korban PHK atau dirumahkan di wilayah Jabodetabek. Foto: Kemenaker
ADVERTISEMENT
Sejak virus corona masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020, pandemi terus membawa dampak buruk bagi sistem kesehatan dan ekonomi Indonesia. Wabah virus penyebab penyakit COVID-19 itu memicu dikeluarkannya kebijakan pembatasan operasional publik dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah di Indonesia demi meredam penyebaran virus.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, berbagai sektor ekonomi terganggu, bahkan nyaris lumpuh. Untuk mengantisipasi terjadinya krisis berkepanjangan, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 695,2 triliun untuk enam sektor penanganan. Dari enam sektor penanganan tersebut, alokasi tertinggi digunakan untuk Program Perlindungan Sosial dengan anggaran Rp 203,9 triliun.
Dari Program Perlindungan Sosial dibagi menjadi delapan program lainnya, di mana alokasi tertinggi digunakan untuk program sembako senilai Rp 43,6 triliun, dan program keluarga harapan (PKH) sebesar Rp 37,4 triliun.
Namun, dalam pelaksanaan program sembako dan PKH terindikasi masih banyak permasalahan yang dapat menghambat efisiensi program. Hal itu diungkapkan oleh Hastuti, peneliti dari The SMERU Research Institute (SMERU).
Relawan membungkus paket sembako bantuan dari berbagai perusahaan di Convention Hall, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (26/4/2020). Foto: AFP/JUNI KRISWANTO
“Kami menemukan bahwa dalam pelaksanaan kedua program tersebut terdapat beberapa permasalahan. Sehingga berpotensi menghambat efektifitas program dan optimalisasi manfaat program,” kata peneliti SMERU, Hastuti saat konferensi pers secara virtual, Jumat (17/7).
ADVERTISEMENT
Dalam riset yang dilakukan menggunakan metode kualitatif melalui wawancara via telepon, peneliti mensurvei lima daerah di Indonesia untuk melihat bagaimana program sembako dan PHK berlangsung. Kelima daerah tersebut adalah Jakarta Timur, Kabupaten Maros, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Badung, dan Kota Kupang.
Hasilnya, Hastuti menemukan ada permasalahan dalam tahapan verifikasi atau validasi data yang tidak tepat, sehingga berimbas pada keterlambatan penerimaan bantuan corona. Masalah itu juga berimbas pada proses penyaluran, di mana tidak semua keluarga miskin menerima bantuan dari kedua program tersebut. Penyaluran juga terindikasi masih belum tepat sasaran.
“Masih banyak penyaluran bantuan yang tidak tepat. Di satu daerah kami menemukan, dari 2.000 sekian yang mendapatkan bantuan, ada 400 orang yang tidak layak mendapatkan bantuan, ada yang tidak miskin atau sudah meninggal,” papar Hastuti.
Relawan membungkus paket sembako bantuan dari berbagai perusahaan di Convention Hall, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (26/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Moch Asim
Selain itu, ada keluarga miskin atau rentan yang tidak tercakup program. Artinya, kata Hastuti, adanya penambahan penerimaan bantuan dari COVID-19 ternyata belum mencakup seluruh keluarga miskin dan rentan yang ada.
ADVERTISEMENT
Semua kondisi tersebut menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dengan sumber data. Sumber data dalam hal ini adalah DTKS yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial yang diindikasi ada sejumlah data yang belum valid. Ini tak lain karena tidak adanya pemutakhiran data oleh pemerintah daerah.
Ia juga menemukan adanya penyesuaian PHK yang kurang adil sampai penyaluran sembako yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kendati begitu, Hastuti mengakui bahwa program sembako dan PHK ini telah membantu warga miskin dan rentan dari kondisi sulit akibat pandemi virus corona.
Untuk itu, demi melancarkan penyaluran program bantuan sembako dan PHK, pemerintah harus segera memperbaiki masalah-masalah yang ada di lapangan. Seperti memperkuat komitmen pemutakhiran DTKS secara berkala, membangun sistem koordinasi antarpengelola program, dan memberikan keadilan dengan menetapkan total bantuan PKH dan sembako yang diterima setiap penerima bantuan.
ADVERTISEMENT