Riset: Stok Darah Global Semakin Menipis

28 Oktober 2019 10:02 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi donor darah. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi donor darah. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Stok darah global tidak bisa memenuhi permintaan transfusi darah dunia. Menurut sebuah riset terbaru, hal ini bisa membuat banyak negara mengalami masalah kekurangan persediaan darah untuk kepentingan transfusi.
ADVERTISEMENT
Studi ini telah dipublikasikan para peneliti di jurnal The Lancet pada 17 Oktober 2019. Dalam riset ini, para peneliti menemukan bahwa 119 dari 195 negara di dunia tidak memiliki stok yang cukup di bank darah untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit.
Berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO), 119 negara itu kekurangan 102.359.632 unit darah. Beberapa yang disebut adalah negara-negara di pusat, timur, serta barat Afrika, lalu Asia Oceania, dan selatan Asia.
Kantong darah Foto: Pixabay
Transfusi darah adalah salah satu pilar penting kedokteran modern. Teknik ini menyelamatkan jutaan nyawa tiap tahunnya. Tapi di negara-negara berpenghasilan sedang dan rendah, banyak pasien di rumah sakit tidak memiliki suplai yang aman terhadap persediaan stok darah.
ADVERTISEMENT
Di seluruh dunia ada sekitar 100 juta unit darah yang didonorkan setiap tahunnya. Tapi, 42 persen di antaranya berasal dari negara-negara berpenghasilan tinggi. Padahal, jumlah penduduk di negara-negara itu kurang dari 16 persen populasi dunia.
Di Afrika, kondisi ini sudah parah. Ada 38 negara yang mengumpulkan donasi darah jauh di bawah standar WHO. Standar WHO adalah 10 donasi darah per 1.000 orang. Selain itu, banyak negara di Afrika yang kekurangan alat tes penyakit yang disebarkan melalui darah.
"Kebanyakan riset lain fokus terhadap keamanan darah, seperti risiko penyebaran HIV," ujar Christina Fitzmaurice, salah satu anggota tim peneliti, seperti dilansir Science Alert.
"Tapi, riset kami adalah yang pertama untuk mengidentifikasi di mana kekurangan terparah terjadi. Dengan begitu, kami menunjukkan di mana tempat yang harus menjadi perhatian bagi para pemerintah untuk meningkatkan donor darah, layanan transfusi, dan mengembangkan alternatif," lanjut dia.
Kantong darah yang terisi. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Para ilmuwan sendiri mengakui bahwa banyak batasan dalam penelitian mereka. Misalnya, mereka menggunakan rata-rata penggunaan darah per pasien berdasarkan standar Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, para peneliti juga menemukan bahwa jumlah darah yang dibutuhkan sebenarnya jauh di atas anjuran WHO. Kebutuhan atas darah juga disebutnya selalu meningkat.
"Semakin banyak orang yang bisa mengakses perawatan medis di negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang, permintaan atas transfusi darah akan selalu meningkat," kata Meghan Delaney, salah satu anggota tim peneliti.
"Tanpa adanya dukungan finansial, struktur, dan regulasi, kesenjangan antara kebutuhan dan keberadaan stok darah akan semakin melebar," lanjut dia.
Ilustrasi donor darah. Foto: Shutterstock
Menurut periset, kesenjangan saat ini sudah lumayan lebar. Pada 2017, total suplai darah global diestimasi mencapai 272 juta unit, sedangkan kebutuhannya mencapai 303 juta unit.
Riset mengungkap, bahwa negara dengan kondisi kekurangan stok darah terburuk adalah Sudan Selatan. Menurut studi, kebutuhan Sudan Selatan atas darah 75 kali lebih besar dibanding suplainya.
ADVERTISEMENT
"Perlu dilakukan investasi strategi di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah untuk mengembangkan layanan transfusi darah nasional, sistem manajemen darah, dan alternatif dari transfusi darah," tulis para peneliti dalam risetnya.
"Ada kebutuhan besar atas dukungan finansial, struktur, dan pengawasan dari pemerintah," imbuh mereka.