Riset Ungkap Waktu Paling Menular dari Pengidap Virus Corona

3 April 2020 8:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wujud asli virus corona SARS-CoV-2 yang seperti memiliki paku mahkota. Foto: National Institute of Allergy and Infectious Diseases via flickr (CC BY 2.0)
zoom-in-whitePerbesar
Wujud asli virus corona SARS-CoV-2 yang seperti memiliki paku mahkota. Foto: National Institute of Allergy and Infectious Diseases via flickr (CC BY 2.0)
ADVERTISEMENT
Orang pengidap virus corona tampaknya paling menular dalam minggu pertama mereka mengalami gejala, menurut penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature, Rabu (1/4).
ADVERTISEMENT
Para peneliti dari Bundeswehr Institute of Microbiology menganalisis data dari sembilan pasien dengan gejala ringan virus corona penyebab COVID-19 di Munich, Jerman, untuk melihat seberapa menularnya mereka selama 14 hari. Secara khusus, mereka memeriksa viral load atau konsentrasi virus dalam sampel dari tenggorokan, paru-paru, air liur, tinja, darah, dan urine pasien yang menjadi objek penelitian.
Mereka menemukan, virus SARS-CoV-2 bereplikasi di dalam tenggorokan, dengan konsentrasi virus memuncak selama lima hari pertama setelah gejala dimulai. Peneliti mencatat, masih mungkin untuk mendeteksi virus tersebut bahkan setelah gejalanya berhenti.
Dalam riset berjudul 'Virological assessment of hospitalized patients with COVID-2019' ini, para ilmuwan menyebut bahwa mereka tidak mendeteksi virus corona dalam sampel darah, tinja, atau urine.
Partikel virus SARS-CoV-2. Foto: NIAID Integrated Research Facility (IRF) via REUTERS
Adapun empat dari sembilan pasien yang diteliti mengaku kehilangan indera perasa atau penciumannya. Kehilangan indera perasa dan penciuman sendiri, menurut penelitian King's College London baru-baru ini, bisa jadi merupakan contoh gejala kunci bahwa seseorang telah terinfeksi virus corona.
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri belum menambahkan gejala hilangnya indera perasa dan penciuman ini sebagai ciri-ciri penderita COVID-19.
Meski demikian, tim ilmuwan mengaku bahwa penelitian mereka bisa jadi memiliki sejumlah kekurangan. Karena pengetahuan manusia terhadap virus corona masih dalam tahap awal, diperlukan lebih banyak studi kasus dari kumpulan pasien yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hasil temuan ini.
"Kegagalan kami untuk menemukan SARS-CoV-2 langsung dari tinja mungkin karena kasus (pasien kami) yang ringan, dengan hanya satu kasus yang menunjukkan diare intermiten. Di China, diare hanya terlihat pada 2 dari 99 orang kasus," kata tim penelitian tersebut.
Gambar mikroskop elektron transmisi ini menunjukkan SARS-CoV-2. Foto: NIAID Integrated Research Facility (IRF) via REUTERS
"Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut harus membahas apakah SARS-CoV-2 dalam tinja jadi tidak menular meskipun kontak dengan lingkungan usus," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Para periset mengatakan, temuan mereka menunjukkan bahwa langkah-langkah untuk menangkal penyebaran virus harus berfokus pada penularan dari mulut orang (tetesan, dalam jargon ilmiah). Menurutnya, penularan virus corona melalui air liur atau droplet lebih efektif daripada keberadaan virus di benda atau permukaan.
"Hasil awal penelitian kami menunjukkan bahwa langkah-langkah untuk mengandung penyebaran virus lebih mengarah pada penularan droplet daripada penularan melalui objek," kata tim peneliti.
Penelitian ini bisa jadi argumen bahwa seseorang harus mengenakan masker atau penutup wajah lainnya ketika keluar rumah. Selain itu, riset dari seorang associate professor di Fluid Dynamics of Disease Transmission Laboratory MIT, Lydia Bourouiba, baru-baru ini juga mengungkap bahwa virus corona bisa berpergian sejauh 7-8 meter ketika pengidap bersin atau batuk.
ADVERTISEMENT