Selain Vaksinasi, Ini 4 Hal yang Perlu Kamu Tahu untuk Akhiri Pandemi Corona

20 November 2020 11:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vaksin corona.
 Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjelang akhir tahun 2020, sejumlah pengembang dan produsen vaksin mulai melaporkan hasil uji klinis yang positif dari calon vaksin corona buatannya. Progres pengembangan vaksin ini tentu menjadi harapan di tengah pandemi COVID-19 yang telah melanda dunia hampir setahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Pada pekan ini saja, misalnya, calon vaksin corona dari Moderna diestimasi memiliki tingkat kemanjuran melawan corona sebesar 94,5 persen. Kabar positif serupa disampaikan oleh Pfizer, yang merilis hasil uji coba terakhir vaksin mereka di tingkat keberhasilan mencapai 95 persen.
Menanggapi kemajuan perkembangan vaksin corona itu, ahli epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, menyampaikan beberapa poin penting yang perlu dipahami masyarakat.

Vaksin saja tidak cukup

“Pertama, vaksin bukan solusi ajaib. Keberhasilan setiap program vaksinasi akan dipengaruhi strategi kesehatan masyarakat yang sukses,” kata Dicky kepada kumparanSAINS, Kamis (19/11).
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
Dicky sendiri sejak September 2020 lalu telah mewanti-wanti bahwa vaksin semata tak bisa menghentikan pandemi corona. Ia bahkan dengan tegas menyatakan “tidak ada pandemi yang selesai dengan vaksin.”
ADVERTISEMENT
Menurut Dicky, optimisme hidup normal di satu sisi perlu dibarengi dengan keseriusan pemerintah dalam melakukan pengujian, pelacakan, dan isolasi kasus. Di sisi lain, harapan hidup normal itu juga memerlukan kedisiplinan masyarakat untuk menjaga protokol kesehatan.

Evaluasi vaksin perlu cermat

“Kedua, kita semua perlu menyadari bahwa dibutuhkan waktu berbulan-bulan sebelum vaksin aman dan efektif dapat diproduksi dan didistribusikan secara global,” tambah Dicky.
Dicky menjelaskan, sejauh ini kita masih belum tahu bagaimana kinerja calon vaksin pada populasi umum. Menurutnya, kita tidak dapat mengatakan dengan pasti apakah efektivitas vaksin Pfizer, misalnya, akan tetap pada 95 dalam populasi yang lebih besar.
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
Pfizer sendiri melakukan uji coba fase 3 vaksin ke 43.538 relawan. Adapun Moderna melibatkan sekitar 30.000 relawan dalam fase 3 uji coba vaksin mereka.
ADVERTISEMENT
Adapun vaksin Sinovac yang akan dipakai di Indonesia saat ini belum merilis laporan uji klinis fase ketiga. Meski demikian, pemerintah China telah menggunakan vaksin Sinovac secara darurat (Emergency Use Authorization/EUA) sejak Juni 2020.
Dicky pun menekankan, penting untuk mengevaluasi vaksin dan kemanjurannya secara umum setelah vaksin dipasarkan dan didistribusikan. Ia menyebut, ada yang namanya uji fase 4, yakni fase pengujian di mana vaksin terus dipelajari dan diamati setelah uji klinis fase 3 selesai atau meski izin edar telah diberikan.

Protokol kesehatan harus terus jalan

“Ketiga, untuk keluar dari situasi pandemi, maka setiap negara dan wilayah wajib melakukan upaya testing, tracing, treatmen, isolasi dan karantina serta menggerakkan masyarakat untuk membiasakan cuci tangan, menjaga jarak, memakai masker dan membatasi keramaian atau kumpulan massa di dalam atau di luar ruangan guna mengurangi penularan COVID-19 di komunitas sekaligus melandaikan kurva pandemi,” jelas Dicky.
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
Dicky bilang, hingga kini kita masih belum tahu data jumlah virus (viral load) pada orang yang divaksinasi. Viral load sendiri memiliki implikasi penting untuk potensi penularan.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, masih ada kemungkinan kecil orang yang divaksinasi dapat terinfeksi corona. Apabila ternyata orang tersebut memiliki viral load yang tinggi, maka mereka berpotensi menularkan ke orang lain.
Dengan demikian, sangat penting untuk masyarakat memahami bahwa orang yang menerima vaksin tidak boleh menghentikan tindakan lain untuk mengurangi risiko penularan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
“Pandemi ini belum berakhir, apalagi bagi Indonesia yang masih punya PR besar terkait intervensi 3T dan 3M dengan strategi komunikasi risiko yang tepat,” kata Dicky.
“Kita semua harus terus berupaya fokus pada optimalisasi program 3T dan 3M yang dilakukan massif, merata dan setara dengan eskalasi pandeminya, selain juga terus menerus melakukan pengurangan risiko, seperti menutup sekolah/pesantren/kampus, setidaknya 70 persen pegawai non-esensial WFH, peniadaaan aktifitas yang menyebabkan mobilisasi massa yang besar seperti pilkada, demonstrasi, dll.”
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock

Distribusi vaksin harus proporsional untuk herd immunity

“Keempat, untuk menjamin keberhasilan strategi herd immunity dengan adanya vaksin yang aman dan efektif, maka setiap negara harus melandaikan kurva pandeminya yang berakibat pada rendahnya angka reproduksi (virus) sehingga akan memperbesar peluang keberhasilan program vaksinasi (herd immunity),” ungkap Dicky.
ADVERTISEMENT
Dicky menjelaskan, selain efektivitas vaksin itu sendiri, keberhasilan vaksinasi untuk melawan COVID-19 juga didorong oleh proporsi jumlah penduduk yang mendapatkan vaksin.
Pemerintah saat ini tengah merencanakan vaksinasi bagi 107 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 32 juta orang akan masuk ke dalam program vaksin pemerintah yang gratis. Kelompok yang masuk ke dalam program ini adalah para pekerja medis garda tertepan, pelayan masyarakat, dan penerima bantuan BPJS.
Adapun 75 juta orang yang lain akan masuk ke dalam program vaksin mandiri. Artinya, kelompok ini harus membayar sendiri vaksin mereka. Pemerintah pun telah menyiapkan 160 juta dosis bagi kelompok vaksin mandiri.