September 2019 Jadi Salah Satu Bulan Terpanas yang Pernah Bumi Rasakan

7 Oktober 2019 17:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Temperatur panas di Sydney, Australia Foto: Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Temperatur panas di Sydney, Australia Foto: Reuters
ADVERTISEMENT
Bumi baru saja merasakan bulan September terpanas yang pernah tercatat. Secara global, September 2019 memiliki suhu udara rata-rata 0,57 derajat Celsius lebih panas di atas suhu rata-rata semua bulan September antara tahun 1981-2010. Suhu udara pada September 2019 juga 0,02 derajat Celsius lebih panas dibanding suhu udara pada September 2016 yang sebelumnya memegang rekor sebagai September terpanas.
ADVERTISEMENT
Fakta soal bertambah panasnya Bumi ini diungkap oleh tim peneliti dari Copernicus Climate Change Service milik Uni Eropa. Temuan ini mereka ungkap setelah mereka mempelajari tren iklim di permukaan Bumi menggunakan pencitraan satelit.
Kondisi tempertur udara pada September 2019, relatif pada 1981-2010. Foto: Copernicus Climate Change Service.
Tim Copernicus juga mengungkap rata-rata temperatur udara selama 12 bulan terakhir, dari Agustus 2018 sampai Juli 2019. Mereka menemukan bahwa temperatur udara di sejumlah wilayah dunia berada di atas suhu rata-rata tahunan mereka di periode 1981-2010. Wilayah-wilayah tersebut antara lain adalah Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Siberia, timur laur China, Timur Tengah, Australia, Afrika tengah serta selatan, dan beberapa bagian di Antartika.
Menurut data ini, Bumi terus mengalami temperatur tinggi selama beberapa bulan terakhir. Juni 2019 menjadi Juni terpanas yang pernah tercatat sejarah manusia. Agustus 2019 menjadi bulan Agustus terpanas kedua sejak pencatatan dimulai oleh Copernicus Climate Change Service.
ADVERTISEMENT
Tim Copernicus menyebut bahwa data ini menjadi bukti dari tren jangka panjang menghangatnya Bumi. "Kejadian berturut-turut atas temperatur yang memecahkan rekor adalah pengingat atas tren memanas yang teramati terjadi pada tingkat global," kata direktur Copernicus, Jean-Noel Thepaut, kepada AFP.
"Dengan terus bertambahnya emisi gas rumah kaca yang berdampak pada temperatur global, rekor-rekor temperatur akan terus dilampaui di masa depan," imbuhnya.
Yang patut khawatirkan, tingginya temperatur September 2019 terjadi tanpa adanya kejadian El Nino kuat di Samudra Pasifik. El Nino sendiri adalah sebuah siklus iklim alami yang cenderung mendorong tingginya temperatur global dengan membawa panas dari lautan ke daratan dan atmosfer. El Nino pada 2016 sempat menjadi penyebab tingginya temperatur September tahun itu.
ADVERTISEMENT
Jadi, jika tanpa fenomena El Nino saja suhu di Bumi sudah sepanas itu, apalagi jika ada El Nino?