Sistem Kesehatan Buruk, Wabah Virus Corona di Papua Nugini Bisa Jadi Malapetaka

11 April 2020 20:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Papua Nugini Foto: IG @papuanewguineans
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Papua Nugini Foto: IG @papuanewguineans
ADVERTISEMENT
Papua Nugini baru melaporkan dua kasus positif virus corona COVID-19 di negaranya. Namun, dua kasus itu dikhawatirkan menjadi awal malapetaka bagi negara tetangga Indonesia tersebut.
ADVERTISEMENT
Ini dikarenakan Papua Nugini memiliki sistem kesehatan yang buruk, seperti dilaporkan The Guardian. Papua Nugini juga masih harus menghadapi wabah penyakit lain seperti malaria, demam berdarah, tuberkulosis dan polio.
Di Papua Nugini, para petugas medis seperti perawat tidak dibekali alat pelindung diri (APD) yang memadai. Perawat di sana dipaksa memakai sarung tangan yang dibuat dari bekas karung beras dan sabun deterjen yang digunakan sebagai disinfektan.
Para tenaga medis di Rumah Sakit Umum Nonga, Papua Nugini, bahkan baru menyadari bahwa mereka telah merawat pasien positif COVID-19 dari konferensi pers yang disampaikan Perdana Menteri James Marape, pada Senin (6/4).
Mereka telah merawat seorang relawan kesehatan perempuan yang mengidap pneumonia. Pasien itu mulai dirawat pada akhir Maret lalu, namun berhasil pulih dan diperbolehkan pulang. Tapi setelah pulang, kondisi pasien itu memburuk dan kembali dirawat di rumah sakit.
Ilustrasi Virus Corona. Foto: kumparan
Pasien perempuan itu merupakan pasien COVID-19 kedua di Papua Nugini. Dia adalah warga lokal yang tidak punya riwayat perjalanan ke luar negeri. Pasien kedua itu merupakan warga dari salah satu perkampungan yang terletak di kota Rabaul, Provinsi New East Britain.
ADVERTISEMENT
Sementara pasien pertama merupakan seorang warga Australia yang bekerja di sektor pertambangan.
Selama menjalani perawatan, menurut salah satu perawat rumah sakit Margaret Melke, pasien itu tidak ditempatkan di ruang isolasi. Pasien itu bahkan bebas berkeliaran di dalam rumah sakit dan mengobrol dengan tenaga medis di sana.
Saat ini, para tenaga medis melakukan mogok kerja yang dimulai sejak pengumuman COVID-19 pertama oleh Perdana Menteri James Marape. Mereka menuntut pemerintah memberikan informasi yang lebih transparan.
“Kami semua ketakutan. Pasien itu bebas berkeliaran di dalam rumah sakit. Kami semua sudah meninggalkan rumah sakit dan menunggu penjelasan dari otoritas yang berwenang,” kata Melke, dilansir The Guardian.
Ilustrasi Papua Nugini Foto: IG @papuanewguineans
Tanpa informasi transparan dari pemerintah, para tenaga medis merasa takut bekerja. Mereka bahkan menolak merawat pasien yang diduga mengidap COVID-19.
ADVERTISEMENT
Menurut Melke, ada satu pasien yang sempat diduga terinfeksi COVID-19. Pasien itu sudah dirujuk ke sejumlah rumah sakit, tapi tidak ada tenaga medis yang berani merawatnya.
Tapi akhirnya ada satu perawat memberanikan diri untuk merawat pasien itu. Belakangan, pasien itu dilaporkan mengidap pneumonia dan dinyatakan negatif COVID-19.
Para petugas medis juga khawatir dengan minimnya sumber daya dan infrastruktur kesehatan di negara itu. Papua Nugini dengan populasi penduduk lebih dari 8 juta jiwa hanya memiliki 500 dokter dan 5 ribu tempat tidur rumah sakit.
Selain itu, para tenaga medis tidak dibekali alat pelindung diri dan obat-obatan yang memadai. Rumah sakit, terlebih yang berada di wilayah pedesaan, tidak mempunyai peralatan medis dasar seperti kain kasa atau cairan intravena.
ADVERTISEMENT
Akibatnya para perawat seringkali menggunakan kantong plastik atau kain sarung untuk merawat pasien.
“Kami berada di garis depan tanpa alat pelindung diri yang memadai. Bagaimana kami bisa menyelamatkan para pasien? Kalau kami merawat mereka, maka kami akan mati,” ujar Melke.
Di samping itu itu, para tenaga medis juga mengaku tidak mendapat pelatihan dan pengetahuan memadai untuk menanggulangi COVID-19. Mereka hanya mengandalkan informasi yang berasal dari media sosial, berita dari koran dan pengalaman riset pribadi untuk membantu kerja mereka.
Namun menurut Dr Alexander Maha, wakil kepala Rumah Sakit Umum Nonga, pemerintah sudah membuka pelatihan penanganan penyakit infeksi, tapi tidak ada satupun perawat yang hadir.
Menteri Kesehatan Papua Nugini, Jelta Wong, mengatakan pemerintah telah menerapkan kebijakan yang cepat dan agresif untuk menekan laju penyebaran virus di Provinsi East New Britain. Mereka juga telah membentuk tim penanggulangan COVID-19 yang beranggotakan para dokter, epidemiologis, perawat, ahli penyakit infeksi, dan dokter spesialis.
ADVERTISEMENT
Selain itu pemerintah juga sudah melacak riwayat kontak pasien kedua COVID-19 dan mengkarantina kampung asal pasien COVID-19.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!