Spesies Baru Monyet Ditemukan, Langsung Dapat Status Hewan Langka

12 November 2020 10:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lutung Popa. Foto: Thaung Win via Natural History Museum
zoom-in-whitePerbesar
Lutung Popa. Foto: Thaung Win via Natural History Museum
ADVERTISEMENT
Para peneliti baru saja mengumumkan penemuan spesies baru bernama lutung Popa (Popa langur). Meski baru ditemukan, spesies ini langsung mendapat status hewan langka karena cuma berjumlah 200 hingga 250 ekor di habitatnya.
ADVERTISEMENT
Lutung Popa sendiri mendapatkan namanya dari tempat mereka berasal di Gunung Popa, Myanmar. Adapun lutung atau langur adalah jenis monyet pemakan daun yang umum ditemukan di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
"Baru saja dideskripsikan, lutung Popa sudah terancam punah," kata Frank Momberg, anggota lembaga swadaya masyarakat Fauna & Flora International (FFI) yang tergabung dalam penelitian ini, dalam keterangan resminya.
Setelah melakukan studi ekstensif, termasuk dari spesimen berusia 100 tahun yang disimpan London Natural History Museum di Inggris, para peneliti akhirnya menentukan kalau lutung Popa adalah spesies tersendiri.
Berbeda dengan jenis monyet lutung lain, lutung Popa punya penutup mata yang khas dan bulunya yang berwarna keabu-abuan. Selain itu, panjang ekor dan bentuk tengkorak mereka juga berbeda dengan spesies lutung yang telah ditemukan sebelumnya.
Spesimen lutung Popa yang dikoleksi Natural History Museum sejak tahun 1913. Foto: Kevin Webb/Trustees of the Natural History Museum, London
Penelitian ini merupakan hasil kolaborasi FFI dengan German Primate Center (DPZ) di Jerman. Laporan mereka telah dipublikasi pada jurnal Zoological Research, Rabu (11/11).
ADVERTISEMENT
Selama ini, para ilmuwan memang telah lama menduga kalau mungkin ada spesies lutung baru di Myanmar. Dugaan mereka didasari DNA yang diekstrak dari kotoran monyet liar. Namun, peneliti kesulitan untuk menemukan bukti yang kuat.
Dengan sedikit informasi, mereka beralih untuk memeriksa spesimen lutung yang disimpan di museum sejarah alam di London, Leiden, New York, dan Singapura. Spesimen ini adalah hasil penjelajahan awal ke Myanmar pada 100 tahun silam untuk mengumpulkan spesimen monyet, yang belum pernah diperiksa secara rinci.
Para peneliti kemudian mengekstraksi DNA dan mengukur fitur fisik seperti ekor dan panjang telinga, yang mereka bandingkan dengan populasi monyet di alam liar.
Hasilnya, penelitian mereka menemukan spesies monyet baru ini, yang dinamakan lutung Popa. Monyet tersebut sekarang hanya tersebar di empat lokasi yang terisolasi di pusat Myanmar. Populasi terbesar, sekitar 100 ekor, terdapat di taman suaka margasatwa di lereng situs ziarah suci Gunung Popa.
Gunung Popa di Myanmar. Foto: Alexis/Flickr CC BY-NC-ND 2.0
"Monyet adalah salah satu kelompok mamalia paling ikonik, dan spesimen ini telah menjadi koleksi selama lebih dari seratus tahun. Tapi kami tidak memiliki alat atau keahlian untuk melakukan pekerjaan ini sebelumnya," jelas Roberto Portela Miguez, kurator senior untuk hewan mamalia di Natural History Museum, dalam keterangan resminya.
ADVERTISEMENT
"Berkat kolaborasi dengan beberapa kolega internasional dan teknik sequencing terbaru inilah kami berhasil mengungkap spesies ini."
Dalam satu dekade terakhir, Myanmar memang membuka diri terhadap kolaborasi internasional dengan para ilmuwan untuk menemukan spesies hewan baru. Namun, penemuan primata seperti lutung Popa bisa dibilang spesial karena jarang terjadi. Umunnya, spesies baru yang ditemukan adalah reptil dan amfibi.
Lutung Popa akan menjadi spesies primata ke-513 yang pernah diketahui manusia. Ia punya nama ilmiah yang resmi sebagai Trachypithecus popa. Namun, monyet baru ini kondisinya sekarang memprihatinkan.
Menurut Christian Roos, peneliti di laboratorium genetika primata di German Primate Center, Popa langur menghadapi ancaman kepunahan karena hilangnya habitat dan perburuan liar.
"Perburuan adalah masalah besar, tetapi ancaman terbesar adalah habitatnya hampir habis dan berkurang, terfragmentasi dan terisolasi akibat perambahan manusia," kata Roos, dikutip dari BBC.
ADVERTISEMENT