Studi: Ini 3 Tipe Pengunjung Festival Musik di Indonesia, Kamu Masuk yang Mana?

2 Juli 2021 10:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uji coba festival musik di Liverpool. Foto: Jason Cairnduff/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Uji coba festival musik di Liverpool. Foto: Jason Cairnduff/Reuters
ADVERTISEMENT
Sebelum wabah corona melanda seluruh dunia, hidup manusia penuh euforia dan pesta. Orang-orang hidup berdampingan tanpa ada jarak sosial. Mereka bebas menyelenggarakan acara berbasis kerumunan, termasuk acara festival musik.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar anak muda Indonesia mungkin merindukan euforia ini, berdendang di tengah lapangan bersama puluhan ribu orang menikmati alunan musik jazz atau dangdut. Festival musik sendiri banyak macamnya, ada Lalala Fest, Java Jazz, hingga Djakarta Warehouse Project (DWP).
Setiap penyelenggara festival menyuguhkan pengalam yang berbeda untuk menarik pengunjung. Yang pasti, tujuan utama sama, menciptakan kebahagiaan dan hiburan bagi siapa saja yang datang ke acara. Faktanya, festival musik bisa membawa rasa bahagia yang berbeda bagi para pengunjungnya.
Untuk mengetahui hal itu, Hariman Saragih, Assistant Professor of Marketing & Business Studies, Universitas Prasetiya Mulya, bersama rekannya Novi Amelia, Lecturer di Universitas Prasetiya Mulya, melakukan penelitian. Pada tahun 2019, mereka mengkaji literatur dan menggabungkan studi kualitatif dan kuantitatif terhadap 660 sampel pengunjung festival musik yang tersebar di seluruh Indonesia.
Suasana dari festival musik Djakarta Warehouse Project (DWP) 2019 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (15/12). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Mereka berhasil mengidentifikasi tiga jenis pengunjung musik di Indonesia berdasarkan kebahagiaan yang dirasakan saat mengunjungi festival musik.
ADVERTISEMENT

Pengunjung yang mencari kesenangan (pleasure seeker)

Secara prinsip, pengunjung tipe ini datang ke acara musik hanya untuk bersenang-senang, dan menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari. Mereka sama sekali tidak mencari pengembangan diri maupun kontribusi bagi sekelilingnya, dengan kata lain pusat kebahagiaan adalah dirinya.
Pengunjung tipe ini sebagian besar dilakukan oleh anak muda usia sekitar 22 tahun. Kendati begitu, dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mengetahui demografi dari kelompok ini.

Pengunjung yang belajar sambil bermain (playful learners)

Pengunjung kategori ini mencapai rasa bahagia dengan cara yang sedikit berbeda. Salah satunya, dengan mempelajari kemampuan musik dari para musisi yang tampil di hadapannya.
Mereka merupakan kategori pengunjung yang mencari hal baru untuk mereka ambil sebagai pengembangan dan aktualisasi diri.
ADVERTISEMENT
Pengunjung tipe ini biasanya adalah sesama seniman musik. Mereka juga aktif sambil mencari inspirasi ide dan makna musik dari para musisi yang tampil di festival tersebut.
Penonton saat ikut bernyanyi saat menyaksikan Omar Apollo pada BNI Java Jazz Festival 2020 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (1/3/2020). Foto: Nugroho Sejati/kumparan

Penonton musik transendental (transcendentalist)

Segmen terakhir secara prinsip merujuk kepada pengunjung yang merasa bahwa dengan mendatangi festival musik mereka turut memberikan kontribusi positif bagi pelaku kreatif di dalamnya, sekaligus memenuhi rasa aktualisasi di dalam dirinya.
Pengunjung yang masuk dalam kelompok ini biasanya menikmati sajian musik yang ada sambil belajar sesuatu yang baru di dalamnya. Orang-orang tersebut tidak hanya belajar dari musikalitas, tapi juga pengelolaan acara dan juga kemunculan tren dan budaya.
Mereka paham bahwa kehadirannya memberikan warna bagi festival, baik secara khusus maupun secara luas kepada ekonomi dan industri musik tersebut.
ADVERTISEMENT
“Hal yang menarik dari temuan penelitian kami adalah klasifikasi ini relevan di berbagai jenis festival yang ada terlepas dari genre musik yang dimainkan dengan tingkat akurasi hingga 95%,” tulis Hariman dan Novi dalam penelitiannya sebagaimana dikutip The Conversation.
Selain itu, penelitian ini juga berguna untuk penyelenggara festival musik pada masa depan supaya memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh bahwa festival musik yang bahkan terkesan hedonis sekalipun mampu memberikan nilai tambah kepada pengunjungnya dengan memberikan kesempatan untuk pengembangan diri maupun dampak positif kepada masyarakat.
Penyelenggara festival musik di masa depan juga dapat memberikan nilai tambah terkait dengan pengembangan diri para pengunjungnya dalam konteks musik.