Suku Turkana, Manusia Tangguh yang Berevolusi: Hidup Sehat di Gurun Tandus
9 Oktober 2025 11:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
Suku Turkana, Manusia Tangguh yang Berevolusi: Hidup Sehat di Gurun Tandus
Suku Turkana adalah masyarakat penggembala nomaden yang telah bertahan di salah satu tempat paling kering di Bumi.kumparanSAINS

ADVERTISEMENT
Di barat laut Kenya, di tengah hamparan gurun tandus dan panas yang menyengat, hidup sebuah komunitas yang menantang logika dunia medis modern.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah suku Turkana, masyarakat penggembala nomaden yang telah bertahan di salah satu tempat paling kering di Bumi, hanya dengan mengandalkan susu, daging, dan bahkan darah dari unta serta kambing mereka.
Bagi sebagian besar manusia, pola makan seperti itu mungkin terdengar ekstrem. Namun bagi Turkana, itu adalah cara hidup, warisan turun-temurun yang justru membuat mereka tetap sehat di tengah keterbatasan alam.
“Kalau Anda dan saya mengikuti pola makan orang Turkana yang penuh daging, lemak, dan protein, kemungkinan besar kita akan jatuh sakit dalam waktu singkat,” kata Julien Ayroles, ahli biologi dari Universitas Princeton, kepada UC Berkeley News.
“Namun komunitas ini sudah mengonsumsi makanan seperti itu selama banyak generasi, dan tubuh mereka beradaptasi.”
ADVERTISEMENT
Penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science mengungkap rahasia di balik ketangguhan mereka. Dipimpin oleh Amanda Lea, ahli genomik dari Unversity of Vanderbilt, tim peneliti melakukan wawancara serta mengambil sampel darah dan urine dari 308 anggota suku Turkana, sebagian masih hidup nomaden di padang gurun, sementara sebagian lainnya sudah menetap di kota.
Hasilnya menakjubkan, mayoritas penggembala Turkana ternyata mengalami dehidrasi kronis, tapi tetap sehat secara umum. Tubuh mereka tampaknya mampu menyesuaikan diri dengan kondisi kekurangan air ekstrem.
Ketika para peneliti membandingkan DNA mereka dengan masyarakat adat lain di wilayah tersebut, mencakup hampir 8 juta variasi genetik, ditemukan delapan area gen yang konsisten berbeda.
Salah satu yang paling menonjol ada pada gen STC1, gen yang membantu ginjal menahan lebih banyak air. Tim menduga, gen ini juga berperan melindungi ginjal dari limbah metabolik, seperti purine, yang dihasilkan akibat konsumsi daging tinggi.
ADVERTISEMENT
Menariknya, kadar purine berlebih biasanya menyebabkan asam urat, tapi kondisi ini hampir tidak ditemukan di kalangan Turkana.
Namun, peneliti juga memperingatkan bahwa keunggulan genetik ini bisa berubah menjadi bumerang bagi mereka yang pindah ke kota. Dalam lingkungan baru yang jauh dari pola hidup tradisional, gen yang dulunya melindungi kini justru berpotensi menimbulkan penyakit.
Fenomena ini dikenal sebagai evolutionary mismatch, ketika gen yang dulu menguntungkan di lingkungan asal justru menjadi penyebab masalah kesehatan di kondisi modern.
“Mismatch evolusioner terjadi saat varian genetik yang dulu bermanfaat di ekologi lama kini memiliki efek merugikan di lingkungan baru,” tulis tim Lea dalam laporannya sebagaimana dikutip Science Alert.
Dengan kata lain, adaptasi yang dulu menyelamatkan, kini bisa menjadi kelemahan, terutama saat masyarakat Turkana mulai meninggalkan kehidupan pastoral untuk menetap di perkotaan.
ADVERTISEMENT
Penelitian ini bukan hanya membuka wawasan baru, tapi juga bisa menjadi pijakan untuk masa depan. Para ilmuwan berharap, pemahaman tentang adaptasi unik ini bisa membantu merancang program kesehatan yang lebih tepat untuk komunitas Turkana dan masyarakat adat lainnya yang menghadapi perubahan lingkungan drastis.
“Memahami adaptasi biologis ini akan sangat penting bagi kesehatan masyarakat Turkana, terutama saat mereka beralih dari kehidupan pedesaan ke kehidupan perkotaan,” ujar Charles Miano, ahli biokimia dari Kenya Medical Research Institute.
“Dengan begitu, dokter bisa mengantisipasi risiko seperti gangguan ginjal atau penyakit metabolik, dan menyiapkan strategi pencegahan yang lebih baik.”
Bagi dunia ilmiah, studi ini menjadi pengingat bahwa evolusi tak pernah berhenti bekerja. Bagi suku Turkana, ini adalah bukti bahwa mereka bukan hanya bertahan, tetapi juga beradaptasi dan berkembang di tempat di mana hidup seolah mustahil.
ADVERTISEMENT
