Tahukah Kamu, Ternyata Ada Astronaut yang Alergi dengan Bulan

26 November 2020 8:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Harrison Schmitt ketika bertugas sebagai astronaut NASA di misi Apollo 17 pada 13 Desember 1972. Foto: Eugene Cernan/NASA via Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Harrison Schmitt ketika bertugas sebagai astronaut NASA di misi Apollo 17 pada 13 Desember 1972. Foto: Eugene Cernan/NASA via Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Alergi adalah penyakit yang umum diderita manusia. Tapi, apa jadinya kalau kamu alergi Bulan, padahal kamu bekerja sebagai astronaut yang bertugas di Bulan?
ADVERTISEMENT
Harrison Schmitt, astronaut terakhir yang menjejakkan kaki di Bulan, ternyata mengalami alergi tersebut. Dia menyebut, debu di Bulan membuat dirinya alergi.
"Pertama kali saya mencium bau debu saya mengalami reaksi alergi, bagian dalam hidung saya menjadi bengkak, Anda bisa mendengarnya dari suara saya. Tetapi secara bertahap hal itu hilang bagi saya, dan pada keempat kalinya saya menghirup debu bulan, saya tidak menyadarinya," kata Schmitt, pada acara festival luar angkasa Starmus di Zurich, Swiss, yang diselenggarakan Juli 2019.
Schmitt merupakan satu-satunya ilmuwan yang pernah diantar NASA menjejakkan kaki di Bulan, menurut laporan The Telegraph. Ia terbang dengan misi Apollo terakhir pada Desember 1972, sebelum program itu dihentikan selamanya.
Schmitt, yang merupakan ahli geologi, saat itu mendarat di sebuah lembah di Bulan yang bernama Taurus-Littrow. Dia bertugas untuk mengumpulkan sampel batuan bulan dari permukaan.
ADVERTISEMENT
Kejadian alergi yang menimpanya pun membuatnya memperingatkan agar astronaut yang datang ke Bulan di masa depan perlu berhati-hati dengan debu di sana.
"Untuk beberapa individu, kita perlu mencari tahu apakah mereka akan bereaksi, apakah mereka akan terpapar debu Bulan secara kronis," katanya.
“Sekarang saran saya adalah jangan pernah biarkan mereka (astronaut) terkena debu Bulan dan ada banyak solusi teknis sejak saya terbang untuk mencegah debu keluar dari kabin, untuk menjauhkannya dari pakaian. Ini terutama akan menjadi masalah teknis."
Harrison Schmitt pada 1971. Foto: NASA
Alergi sendiri adalah sejumlah kondisi yang disebabkan oleh hipersensitivitas sistem kekebalan tubuh terhadap zat yang biasanya tidak berbahaya di lingkungan.
Menurut laporan Newsweek, ini bukan pertama kalinya Schmitt berbicara tentang reaksinya terhadap debu Bulan. Sebelumnya, dia sempat membeberkan masalah debu Bulan itu dalam sebuah wawancara dengan Wired pada tahun 2005.
ADVERTISEMENT
"Debu adalah masalah lingkungan nomor 1 di Bulan," katanya kepada Wired. "Kita perlu memahami apa efek (biologis) itu."
Perhatian serupa juga sempat ia sampaikan saat wawancara dengan kanal radio NPR pada tahun 2007. "Ini adalah debu yang unik. Tidak seperti debu yang kami coba singkirkan dari rumah kami. Saya tidak tahu saya menderita demam debu Bulan," kata Schmitt saat itu.
Risiko kesehatan potensial yang ditimbulkan oleh debu Bulan pun baru-baru ini dipelajari oleh para ilmuwan. Mereka menemukan, paparan jangka panjang terhadap debu Bulan dapat menyebabkan masalah bagi astronaut dalam misi jangka panjang.
Dalam sebuah temuan di jurnal GeoHealth pada 2018, misalnya, para peneliti menemukan debu Bulan menyebabkan kematian sel dan kerusakan DNA pada sel paru-paru.
ADVERTISEMENT
"Jelas, menghindari menghirup debu bulan akan menjadi penting bagi penjelajah masa depan, tetapi dengan meningkatnya aktivitas manusia di Bulan, kemungkinan paparan adventif akan terjadi, terutama bagi individu yang menghabiskan waktu lama di tubuh itu," kata penelitian tersebut.
"Oleh karena itu, efek paparan debu bulan menjadi penting, dan definisi lebih lanjut tentang dampak seluler dan biologis material dari berbagai bagian permukaan bulan sangat diperlukan."
NASA sendiri bakal meluncurkan astronaut kembali beberapa tahun mendatang melalui program Artemis. Misi tersebut juga menandai peluncuran astronaut perempuan pertama ke Bulan pada tahun 2024.