Tanah Vulkanik Indonesia Mengandung Zat Berbahaya Lebih Tinggi dari Negara Lain

12 April 2022 8:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Talaga Bodas, Bandung. Foto: Instagram @nurekasy
zoom-in-whitePerbesar
Talaga Bodas, Bandung. Foto: Instagram @nurekasy
ADVERTISEMENT
Tanah vulkanik (dari letusan gunung berapi) di Indonesia ternyata menyimpan kandungan zat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Temuan tersebut Berdasarkan penelitian yang dilakukan Peneliti Ahli Pertama bidang Geologi, Indonesian Institute of Sciences (LIPI), Anita Yulianti, bersama timnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini terungkap ketika Yulianti bersama tim meneliti batuan di kawasan Tanah Wisata Alam Talaga Bodas di Garut, Jawa Barat, yang lokasinya tak jauh dari perkebunan.
Diterbitkan di The Conversation, hasil penelitian mereka pada batuan permukaan tanah di sekitar tepian kawah gunung berapi hingga radius sekitar 1 km, menunjukkan adanya kandungan beberapa zat kimia berbahaya dalam jumlah cukup tinggi.
Dikenal sebagai potential harmful elements (PHEs), sekelompok zat ini terdiri dari logam berat dan beberapa unsur lain yang berpotensi menyebabkan masalah kesehatan karena sifatnya yang toxic (beracun) dan karsinogenik (dapat memicu kanker).
Temuan ini mengindikasikan bahwa pemanfaatan lahan di sekitar gunung api untuk pertanian, perkebunan, dan pariwisata berisiko meningkatkan paparan zat berbahaya bagi manusia.
Petani beraktivitas di lahan pertanian dengan berlatar belakang Gunung Merapi di Jrakah, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (13/2/2020). Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Di bidang pertanian misalnya, saat tumbuhan yang ditanam petani menyerap unsur hara dalam tanah, tidak jarang zat berbahaya juga turut terserap sehingga masuk ke dalam produk pangan. Sementara jika lokasi dibuka untuk pengunjung tanpa panduan yang jelas, maka para wisatawan berisiko terpapar zat berbahaya di lokasi wisata.
ADVERTISEMENT
Adapun zat berbahaya ini meliputi arsenik, antimon, kadmium, kobalt, kromium, dan merkuri. Zat-zat tersebut dihitung dalam satuan ppm (parts per million) atau setara dengan miligram per kilogram. Faktanya, nilai ppm zat di tanah vulkanik Indonesia lebih tinggi ketimbang negara lain.
Sebagai contoh, batuan vulkanik di Pulau Jawa umumnya mengandung sekitar 9 ppm arsenik. Sedangkan pada batuan di sekitar kawah, jumlahnya mencapai sekitar 39 ppm.
Nilai ini melebihi batas kandungan arsenik untuk tanah pertanian di Italia, Uni Eropa, dan Vietnam sebesar 20 ppm. Belanda 29 ppm, Kanada dan Finlandia 11 ppm dan 5 ppm. Arsenik kerap digunakan dalam pestisida dan dikenal sebagai racun yang mematikan.
Begitupun dengan kandungan antimon. Antimon dalam batuan vulkanik di Pulau Jawa diketahui sekitar 1 ppm. Kandungannya diperkirakan bisa mencapai 36 ppm pada batuan di sekitar kawah. Nilai ini melebihi ambang batas kandungan antimon dalam tanah di Finlandia sebesar 2 ppm.
Wisatawan yang tengah menikmati keindahan Kawah Putih. Foto: Julian Somadewa/Shutterstock
Sementara kandungan kobalt pada batuan vulkanik umumnya sekitar 27 ppm. Sedangkan pada batuan di sekitar kawah, jumlahnya bisa mencapai 406 ppm. Nilai tersebut juga melampaui batas kandungan kobalt untuk tanah pertanian di Kanada dan Finlandia yang bervariasi antara 19 hingga 20 ppm.
ADVERTISEMENT
Meskipun berbahaya, Kobalt dikenal sebagai unsur esensial. Zat ini merupakan bagian dari vitamin B12 yang digunakan untuk terapi anemia. Kobalt juga banyak digunakan dalam cat dan kosmetik.
Kandungan ppm yang tinggi ini juga ditemukan pada tiga zat lainnya, yakni kromium, merkuri dan kadmium. Ironisnya, sampai saat ini Indonesia belum memiliki ketentuan khusus untuk mengatur batas kandungan zat-zat tersebut dalam tanah (baku mutu tanah).
“Pengaturan ambang batas (threshold) ini penting untuk menilai tingkat ancaman dari keberadaan zat berbahaya dalam tanah terhadap ekosistem dan kesehatan manusia. Ambang batas adalah tingkatan batas yang masih dapat diterima atau ditoleransi.”
Oleh karena itu, kata Yulianti, masyarakat harus lebih waspada saat mengonsumsi produk pangan yang tanahnya mengandung zat berbahaya tinggi. Pelaku pariwisata juga sebaiknya menaruh perhatian pada keberadaan zat-zat berbahaya tersebut.
ADVERTISEMENT
Langkah yang bisa dilakukan adalah mengidentifikasi dan menandai area penyebaran zat berbahaya di lokasi wisata yang dikelola. Informasi tersebut dapat disampaikan dalam panduan pengunjung.