UN Dihapus Akibat Pandemi Corona, Bagaimana Syarat Lulus Siswa?

14 April 2020 7:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah siswa kelas XII mengerjakan soal Bahasa Indonesia saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 6, Surabaya, Jawa Timur, Senin (25/3). Foto: ANTARA FOTO/Moch Asim
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah siswa kelas XII mengerjakan soal Bahasa Indonesia saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 6, Surabaya, Jawa Timur, Senin (25/3). Foto: ANTARA FOTO/Moch Asim
ADVERTISEMENT
Imbas dari wabah virus corona turut dirasakan dunia pendidikan. Ujian Nasional (UN) 2020 mulai di tingkat SD, SMP hingga SMA yang sedianya diselenggarakan pada April secara resmi ditiadakan sebagai bagian dari sistem respons pandemi COVID-19 yang hingga saat ini masih merebak di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketetapan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease. Keamanan dan kesehatan peserta didik di tengah pandemi menjadi pertimbangan utama pemerintah hingga akhirnya meniadakan UN tahun ini.
Mendikbud Nadiem Makarim telah menyampaikan syarat penentu kelulusan siswa dalam masa darurat penyebaran COVID-19, yakni dengan menggelar Ujian Sekolah (US). Nadiem bilang, US harus diselenggarakan secara online. Dengan kata lain, siswa yang mengikuti ujian tidak perlu hadir secara fisik.
Apabila sekolah tak siap mengadakan ujian jarak jauh, alternatif yang ditawarkan pemerintah yakni dengan mempertimbangkan portofolio nilai rapor dan prestasi siswa yang diperoleh sebelumnya. Selain itu, syarat penentu kelulusan juga bisa dilihat melalui penugasan atau asesmen jarak jauh.
Mendikbud Nadiem Makarim. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
“Jadinya yang dilaksanakan masing-masing sekolah adalah US, dan US ini ada beberapa opsi yang kita berikan, tapi itu adalah haknya sekolah,” ujar Nadiem, seperti dikutip dari kemdikbud.go.id.
ADVERTISEMENT
Totok Suprayitno selaku Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Plt Kabalitbang) mengatakan bahwa Ujian Sekolah tidak harus dilakukan dengan melakukan ujian secara tertulis. Maksudnya, kelulusan siswa pun bisa mengacu pada nilai rapor dan prestasi yang dimiliki siswa selama ia menempuh pendidikan.
Kaitannya dengan penyelenggaraan US secara online, Totok mengatakan materi yang diujikan menjadi kewenangan guru sepenuhnya. Menurut Totok, sekolah kini berperan sebagai penentu kelulusan siswa berdasarkan evaluasi yang dilakukan guru.
Penguasaan materinya menurut Totok bisa sangat bergantung dari cara siswa dan guru mengoptimalkan pembelajaran daring selama pandemi. Nantinya tidak akan ada nilai UN yang tercantum pada ijazah para siswa. Hal ini karena sejak tahun 2015 pun UN tak lagi menjadi penentu kelulusan.
ADVERTISEMENT
Sekolah yang telah melaksanakan US bisa menggunakan nilai US untuk menentukan kelulusan siswa. Begini skema penentuan kelulusan siswa untuk satuan pendidikan jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK sederajat seperti dikutip dari situs resmi Kemdikbud.
Kelulusan SD/sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, 5, dan 6 semester gasal), sementara nilai semester genap kelas 6 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.
Sedangkan kelulusan SMP/sederajat atau SMA/sederajat juga ditentukan berdasarkan berdasarkan nilai lima semester terakhir dan nilai semester genap kelas 9 dan kelas 12 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.
Sementara itu untuk kelulusan SMK/sederajat ditentukan berdasarkan nilai rapor, praktik kerja lapangan, portofolio, dan nilai praktik selama lima semester terakhir. Kemudian nilai semester genap tahun terakhir dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.
ADVERTISEMENT
Sejak dilantik sebagai Mendikbud, Nadiem gencar mengkampanyekan prinsip Merdeka Belajar dibarengi dengan rencana kebijakannya menghapus UN pada 2021 mendatang. Namun peniadaan UN ini tak akan berdampak pada Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) karena akan tetap menggunakan sistem zonasi seperti tahun lalu.
“UN tahun ini adalah sekadar pemetaan dari segi pendidikan, bukan ada dampaknya kepada siswa, dan juga seleksi untuk PPDB juga tidak tergantung pada UN,” ujar Nadiem. Hanya saja, peniadaan UN tahun 2020 di tengah situasi darurat akan mengakibatkan tidak optimalnya pemetaan pendidikan.
Kemdikbud mengaku pelaksanaan UN SMK pada 28 provinsi yang sudah melaksanakan UN di tahun 2020 ini juga tidak cukup menjadi tolok ukur dan pemetaan bagi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Tolok ukur secara nasional di tahun 2020 dinilai tidak optimal, sehingga akan ditingkatkan dengan pendekatan internasional, yaitu PISA (Programme for International Student Assessment).
Di awal tahun, Kemendikbud sudah memperoleh data dari PISA yang dapat menjadi tolok ukur. Data PISA dirilis setiap tiga tahun sekali. Menurut Mendikbud, PISA dinilai lebih akurat karena sudah berstandar internasional. Pertimbangan ini menjadi salah satu alasan mengapa mulai 2021, UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter karena metode pengukurannya lebih mendekati PISA.
Bagi siswa SMK yang telah melaksanakan UN, Nadiem tetap mengapresiasi perjuangan mereka. “Saya sangat mengapresiasi anak SMK yang telah melakukannya dan mohon maaf kalau kecewa,” ujarnya.
Ia menambahkan, keputusan untuk meniadakan pelaksanaan UN pada tahun ini karena melihat lonjakan jumlah kasus COVID-19 yang terjadi setiap hari. Pasien dan korban yang terus bertambah membuat pemerintah harus mengambil keputusan dalam situasi darurat.
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMK Negeri 1 Idi, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Selasa (17/3/2020). Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Sebelum pandemi pun, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mendukung penuh keputusan pemerintah untuk menghapus UN yang dinilai sudah tak memiliki relevansi dan urgensi.
ADVERTISEMENT
“Yang diprotes sama JPPI kenapa tidak langsung dimulai 2020. Ternyata begitu ada pandemi kemudian peniadaan UN start-nya 2020,” ujar Ubaid, saat dihubungi kumparanSAINS, Jumat (10/4).
JPPI kata Ubaid, sejak awal mengusulkan UN secepatnya dihilangkan. Menurut Ubaid, keberadaan UN tidak mendorong pada kualitas pendidikan tetapi mendorong pada tindakan koruptif yang tumbuh subur di sekolah.
Bicara soal pengganti UN, Ubaid juga menyebut sekolah bisa menggunakan nilai US apabila sekolah memang memutuskan untuk melaksanakannya. Namun tentu saja US bukan satu-satunya syarat yang digunakan sebagai penentu kelulusan siswa.
Nilai rapor bisa digunakan sebagai akumulasi nilai akhir, seperti yang disampaikan Ubaid. Pembelajaran selama beberapa tahun menurut dia, bisa diakumulasi untuk menunjukkan siswa bisa lulus atau tidak.
ADVERTISEMENT
“Di tengah situasi seperti saat ini, tidak mungkin dilakukan ujian secara offline. Yang paling memungkinkan dilakukan secara online, saya pikir beberapa sekolah sudah melakukan model ini,” papar dia, terkait pelaksanaan US yang idealnya dilakukan secara daring.
Siswa SMK Harapan Bangsa mengerjakan soal ujian akhir sekolah (UAS) di rumahnya di Kampung Kubang, Cilowong, Serang, Banten, Rabu (8/4). Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Namun, Ubaid mengingatkan bahwa model US demikian mensyaratkan semua peserta didik memiliki akses terhadap jaringan internet dan juga perangkat untuk mengakses internet. Apabila ada peserta didik di suatu tempat atau sekolah yang tidak memiliki akses terhadap internet berikut perangkatnya, Ubaid menyarankan agar sekolah tidak terlalu memaksakan untuk melaksanakan US secara daring.
Dalam kondisi ekonomi yang serba tak pasti di tengah pandemi seperti saat ini, Ubaid membeberkan dampak buruk yang bisa terjadi apabila siswa terlalu dituntut untuk memenuhi syarat terlaksananya US secara online.
ADVERTISEMENT
“Karena situasi seperti saat ini ekonomi masyarakat sedang terganggu. Banyak problem rumah tangga yang harus diselesaikan, kalau tetap harus beli laptop atau main ke warnet itu sangat berisiko,” imbuhnya.
Apabila tidak memungkinkan melaksanakan US secara online, Ubaid mengatakan tidak perlu ada ujian selain ada penilaian dalan ujian-ujian yang pernah dilakukan sebelumnya.
Ubaid juga menyampaikan bahwa penentuan kelulusan siswa bisa dilihat dari penilaian secara kualitatif misalnya pendidikan karakter, soal kedisiplinan, partisipasi terhadap kegiatan sekolah yang kemudian bisa diakumulasi.

Bagaimana menetapkan standar kelulusan siswa ketika UN dihapus?

Ubaid mendorong sekolah-sekolah agar bisa meluluskan seluruh siswanya. Yang dikedepankan saat ini menurutnya bukan lagi soal nilai dalam bentuk angka sebagai pertanda bahwa siswa layak diluluskan.
ADVERTISEMENT
“Kita masih punya problem dengan akses. Banyak anak-anak yang tidak melanjutkan dari SMP ke SMA. Sehingga kita mendorong agar mereka melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Jadi yang ditekankan nilai kualitatif bukan kuantitatif,” papar Ubaid.
Ia lebih setuju jika nilai kualitatif digunakan sebagai penentu kelulusan siswa karena sifatnya yang lebih komprehensif dibandingkan nilai-nilai angka yang sifatnya scoring.
Di sisi lain, Ubaid juga memberikan kritik terhadap pelaksanaan PPDB yang menggunakan sistem zonasi. Menurut dia, pendidikan di Indonesia masih berkutat dengan problematika terkait pemerataan mutu sekolah.
Ubaid menambahkan, sistem zonasi hanya bisa berjalan dengan efektif apabila kualitas sekolah sudah merata. “Selama ini zonasi selalu ricuh karena sistemnya tidak berdasarkan nilai tapi berdasarkan siapa yang dekat rumahnya dengan sekolah maka itu yang didahulukan,” paparnya. “Sementara banyak sekolah yang mutunya tidak baik berada di sekitar rumah warga sehingga warga tidak mau mendaftar ke situ.
ADVERTISEMENT
Selama ini, JPPI mengamati bahwa apa yang dilakukan pemerintah dalam rangka pemerataan kualitas sekolah masih bersifat sporadis dan tidak sistematis sehingga dampaknya kecil atau tidak kelihatan. Seharusnya, kata Ubaid, peningkatan mutu dilakukan secara sistematis, kemudian berdasarkan evident base pemetaan mutu sekolah.
Selama ini peningkatan mutu yang tidak komprehensif berujung pada kebijakan pemerintah pusat yang tidak sinkron dengan apa yang dilakukan pemerintah daerah.
“Sebagai contoh, pemerintah pusat ingin mendorong supaya peserta didik yang ingin sekolah di mana pun sama saja karena kualitas sekolah merata. Tapi pemda, mereka malah bikin sekolah unggulan, sekolah model, percontohan, pilot project bukan kebijakan pemerataan mutu tapi membuat kesenjangan mutu antara sekolah-sekolah yang dianggap sebagai sekolah unggulan dengan sekolah biasa-biasa saja,” tutur Ubaid.
ADVERTISEMENT
“Yang terpenting adalah bagaimana dilakukan pemetaan mutu sekolah. Kita punya gambaran yang jelas mana sekolah yang grade nya A, B, C, lalu pemerintah melakukan upaya strategis dan juga intervensi supaya sekolah dengan grade C atau B bisa ke A sehingga zonasi bisa berjalan baik.”

Bagaimana menentukan kelulusan siswa secara adil ketika UN dihapus?

Sejumlah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMP N 2 Sukaraja, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/4/2019). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Prinsip yang pertama, menurut Ubaid bahwa model penilaian yang digunakan untuk menentukan lulus tidaknya siswa bisa mendorong mereka untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki.
“Kita juga berharap sekolah-sekolah akan memberikan nilai kelulusan yang memuaskan kepada siswa-siswanya karena menilai menggunakan parameter yang itu bisa menentukan seseorang bisa lulus atau tidak sudah dikritik oleh banyak pakar,” ujar Ubaid.
ADVERTISEMENT
Yang terakhir, kata Ubaid, perlu keterbukaan terhadap apa yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam konteks penilaian sehingga dapat mendorong partisipasi orang tua murid untuk turut serta dalam memonitoring kebijakan sekolah.
“Misalnya nanti ada orang tua ingin menanyakan kepada pihak sekolah itu sekolah harus bersifat partisipatif kemudian secara transparan juga menjelaskan kepada wali murid terhadap apa yang dilakukan sekolah dan bagaimana proses penilaian dilakukan,” pungkasnya.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!