Vaksin Polio Bio Farma Jadi yang Pertama Terdaftar untuk Penggunaan Darurat WHO

14 November 2020 16:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Logo Bio Farma. Foto: Dok. Bio Farma
zoom-in-whitePerbesar
Logo Bio Farma. Foto: Dok. Bio Farma
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) resmi mendaftarkan vaksin nOPV2 produksi Bio Farma, Indonesia, untuk penggunaan darurat. Langka ini diambil untuk mengatasi peningkatan kasus strain polio yang diturunkan vaksin di sejumlah negara Afrika dan Mediterania Timur.
ADVERTISEMENT
Wabah polio juga terjadi di beberapa negara lain di wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Dengan begitu, nOPV2 menjadi yang pertama vaksin yang terdaftar penggunaan darurat atau The Emergency Use Listing (EUL).
“Dunia telah membuat kemajuan luar biasa menuju pemberantasan polio, mengurangi kasus polio hingga 99,9 persen dalam 30 tahun terakhir. Tetapi langkah terakhir untuk mengakhiri penyakit ini terbukti paling sulit, terutama dengan terus menyebarnya virus polio yang diturunkan dari vaksin (cVDPV) yang beredar,” tulis WHO sebagaimana dikutip di laman resminya, Sabtu (14/11).
Pada dasarnya, cVDPV dapat terjadi jika strain virus polio yang dilemahkan di dalam vaksin polio oral (OPV) beredar di antara populasi yang kurang diimunisasi untuk waktu yang lama. Ketika anak-anak tidak cukup diimunisasi polio, maka virus yang dilemahkan dapat berpindah di antara individu dan seiring waktu secara genetik kembali ke bentuk yang dapat menyebabkan kelumpuhan. cVDPV tipe 2 ini merupakan bentuk paling umum dari virus yang diturunkan dari vaksin.
Vaksin polio. Foto: Shutterstock

Prosedur EUL bakal bantu percepat akses ke vaksin COVID-19 di masa depan

Prosedur EUL sendiri akan menilai kesesuaian produk kesehatan yang belum punya lisensi selama keadaan darurat kesehatan masyarakat, seperti polio dan COVID-19. Tujuannya agar obat-obatan, vaksin, dan diagnostik tersedia lebih cepat untuk mengatasi keadaan darurat.
ADVERTISEMENT
Penilaian itu mempertimbangkan ancaman yang ditimbulkan oleh keadaan darurat terhadap manfaat yang diperoleh dari penggunaan produk berdasarkan bukti kuat. Prosedur ini diperkenalkan selama wabah Ebola Afrika Barat pada tahun 2014-2015, ketika beberapa diagnostik Ebola terdaftar penggunaan darurat.
Sejak saat itu, banyak diagnostik COVID-19 yang juga didaftarkan EUL. Adapun nOPV2 produksi Bio Farma, Indonesia, adalah vaksin pertama yang terdaftar sebagai penggunaan darurat WHO.
Jalur EUL melibatkan penilaian yang ketat terhadap data uji klinis fase II dan III, serta data tambahan yang substansial tentang keamanan, kemanjuran, dan kualitas produksi. Data ini ditinjau oleh para ahli independen dengan mempertimbangkan bukti terkini ihwal vaksin yang sedang dipertimbangkan, termasuk meninjau rencana pemantauan penggunaannya dan rencana studi lebih lanjut.
Para pekerja beraktivitas di fasilitas produksi vaksin COVID-19, di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Para ahli di setiap negara diundang untuk berpartisipasi dalam tinjauan EUL dan dilibatkan untuk membantu memfasilitasi proses keputusan tingkat negara yang diperlukan untuk otorisasi penggunaan.
ADVERTISEMENT
Usai vaksin nOPV2 terdaftar untuk penggunaan darurat, WHO kemudian melibatkan jaringan pengaturan regional dan mitranya untuk membuat otoritas kesehatan nasional terhadap vaksin dan meninjau manfaat berdasarkan data dari studi klinis.
Selain memutuskan apakah bakal menggunakan vaksin yang direkomendasikan, setiap negara juga perlu menyelesaikan proses kesiapan untuk penerapan vaksin berdasarkan EUL. Perusahaan yang memproduksi vaksin juga berkomitmen untuk terus menghasilkan data guna keperluan lisensi penuh dan prakualifikasi vaksin dari WHO.
Prakualifikasi WHO bakal menilai data klinis tambahan yang dihasilkan dari uji coba vaksin dan penggunaannya untuk memastikan vaksin tetap memenuhi standar kualitas, keamanan, dan kemanjuran yang diperlukan untuk ketersediaan lebih luas.