Viral di WhatsApp Minum Vitamin A, C, D Dosis Tinggi Sembuhkan Corona, Benarkah?

23 September 2020 7:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Vitamin D. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Vitamin D. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sebuah foto yang memperlihatkan seorang dokter dan tulisan rekomendasi konsumsi sejumlah vitamin bagi mereka yang positif virus corona tengah viral dan menyebar di grup WhatsApp. Gambar itu juga ramai diperbincangkan di media sosial Twitter.
ADVERTISEMENT
Seorang pengguna Twitter dengan nama akun @incitu posting ulang gambar yang ditemukannya di grup WhatsApp itu yang menampilkan sosok dr. Widya Murni dan caption berjudul 'Yang Harus Dikonsumsi Bila Swab PCR Test Anda Reaktif'.
Ada tiga vitamin dan satu obat dalam daftar rekomendasi yang harus dikonsumsi bagi mereka yang dinyatakan reaktif, lengkap dengan dosisnya masing-masing. Berikut daftarnya:
“Beredar kaya gini di wag. Vit D 50.000 IU? Vit C 1 gram per jam? WOOOIII!! SALAH BESAR!!! Ini bener dokter?” tulis @incitu dalam kicauannya.
ADVERTISEMENT
Lalu, benarkah orang yang terinfeksi COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona, harus mengonsumsi vitamin A, C, dan D dengan dosis yang disebutkan di atas?
Berdasarkan penelusuran kumparan, vitamin-vitamin yang direkomendasikan itu diambil dari makalah ilmiah yang ditulis oleh Dr David Brownstein dengan judul 'A Novel Approach to Treating COVID-19 Using Nutritional and Oxidative Therapies'. Makalah itu di-upload di situs stevenyager.org dalam bentuk file PDF.
David Brownstein sendiri merupakan seorang dokter pemilik Center of Holistic Medicine yang berbasis di Amerika Serikat. Dalam studinya, Brownstein meneliti 107 pasien corona yang dirawat di kliniknya menggunakan metode terapi nutrisi dan oksidatif. Pasien yang direkrut berusia mulai dari 26 hingga 76 tahun.
Dalam perawatan itu, semua pasien diberi vitamin D, C, A serta Yodium dalam bentuk lodine dengan nominal dosis sama seperti yang dicantumkan dalam gambar berantai. Beberapa pasien juga mengonsumsi larutan hidrogen peroksida dan ozon intramuskular. Setelah itu, pasien dipantau dalam beberapa hari ke depan.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, dari 107 pasien yang dirawat menggunakan terapi nutrisi dan oksidatif, hampir semuanya mengalami perbaikan gejala. Hanya tiga pasien yang harus dirawat di rumah sakit. Brownstein mengklaim bahwa perbaikan gejala yang dialami pasien itu berkat terapi nutrisi yang terapkan.

Bisakah terapi ini diberikan untuk pengobatan COVID-19?

Jawabannya belum bisa, karena bagaimanapun terapi nutrisi yang dilakukan Brownstein masih terdapat banyak kelemahan. Pertama, kumparan tidak menemukan makalah Brownstein di jurnal ilmiah internasional atau kedokteran.
Dokter Jan Claire Dorado merawat pasien yang terinfeksi virus corona di East Avenue Medical Center, di Quezon City, Metro Manila, Filipina. Foto: Eloisa Lopez/REUTERS
Kedua, terapi yang dimaksud bukan untuk menyembuhkan pasien corona dari COVID-19, melainkan hanya memperbaiki gejala. Ketiga, pasien yang dilibatkan di dalam penelitian jumlahnya sangat terbatas, sehingga perlu dilakukan riset lebih lanjut untuk memastikan keabsahannya.
Penelitian Brownstein juga telah mendapat peringatan dari Komisi Perdagangan Federal (Federal Trade Commission) Amerika Serikat karena dianggap sebagai klaim tidak berdasar untuk pencegahan atau pengobatan corona.
ADVERTISEMENT
Klaim Brownstein soal terapi nutrisi COVID-19 dinilai telah melanggar hukum karena tidak didukung dengan studi yang kompeten dan melibatkan para ahli lain di dalamnya. Brownstein diminta untuk meninjau ulang semua klaimnya dan berhenti membuat klaim yang tidak didukung oleh bukti ilmiah.

Ilmuwan membantah konsumsi vitamin bisa sembuhkan corona

Selain itu, beberapa ahli juga membantah bahwa konsumsi vitamin bisa dijadikan sebagai terapi penyembuhan COVID-19. Sejumlah ilmuwan dari Eropa dan Amerika Serikat, termasuk para ahli dari Birmingham University di Inggris, telah menerbitkan makalah ihwal konsumsi vitamin D dengan dosis tinggi bisa berakibat fatal.
Menurut mereka, saat ini belum ada cukup bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa vitamin D dapat bermanfaat dalam mencegah maupun mengobati COVID-19. Klarifikasi ini dibuat menyusul adanya laporan konsumsi vitamin D dengan dosis 4.000 iu per hari bisa mengurangi risiko tertular COVID-19 yang diterbitkan dalam jurnal BMJ, Nutrition, Prevention and Health.
Dokter di India Kelelahan Hadapi Lonjakan Virus Corona. Foto: Reuters/Danish Siddiqui
Sebaliknya, menurut Profesor Sue Lanham-New, Kepala Departemen Gizi di Surrey University, konsumsi vitamin D secara berlebih justru bisa membahayakan tubuh manusia.
ADVERTISEMENT
“Tingkat vitamin D yang cukup dalam tubuh sangat penting untuk kesehatan kita secara keseluruhan, terlalu sedikit dapat menyebabkan rakhitis atau perkembangan osteoporosis, tetapi terlalu banyak dapat menyebabkan peningkatan kadar kalsium dalam darah yang bisa sangat berbahaya,” katanya seperti dikutip SciTechDaily.
Selain itu, para ilmuwan juga tidak menemukan bukti hubungan antara konsumsi vitamin D dosis tinggi dalam membantu mencegah atau mengobati COVID-19. Mereka memperingatkan agar tidak mengonsumsi vitamin D secara berlebihan tanpa pengawasan medis karena bisa berisiko pada kesehatan.
Bantahan soal konsumsi vitamin C dosis tinggi bisa sembuhkan COVID-19 juga dilontarkan oleh Peter McCaffery, seorang profesor biokimia di University of Aberdeen. Menurut Peter, kendati vitamin C dapat meningkatkan kekebalan tubuh dalam melawan bakteri dan virus serta memelihara kesehatan manusia, namun belum ada bukti kuat yang menyebut bahwa konsumsi vitamin C dosis tinggi bisa menyembuhkan infeksi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Peter mengatakan, cara terbaik yang bisa dilakukan saat ini adalah menghindari virus corona dengan menerapkan protokol kesehatan, seperti mencuci tangan, menjaga jarak, dan menggunakan masker.
Para ilmuwan menyimpulkan bahwa pernyataan tentang manfaat vitamin dalam mengobati virus SARS-CoV-2 saat ini belum bisa dipertanggung jawabkan karena tidak didukung oleh penelitian yang memadai.