Virus Corona COVID-19 Bermutasi 7.000 Kali, Apakah Jadi Lebih Berbahaya?

12 Mei 2020 10:03 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Virus corona SARS-CoV-2 penyebab penyakit COVID-19 telah menyebar dari orang ke orang, dari satu negara ke negara lain. Dalam prosesnya, virus ini telah bermutasi lebih dari 7.000 kali, seperti diungkapkan tim peneliti di MRC-University of Glasgow Centre for Virus Research.
ADVERTISEMENT
Dalam publikasi ilmiah di jurnal Virus Evolution, peneliti mengatakan setiap virus bereplikasi dengan menyalin diri mereka sendiri, dan seringkali mereka membuat kesalahan. Kesalahan ini menjadi apa yang dikenal sebagai mutasi.
“Penting untuk diingat bahwa virus bermutasi," kata Oscar MacLean, penulis utama studi dan peneliti di MRC-University of Glasgow Centre for Virus Research, dikutip Bloomberg.
"Itu yang mereka lakukan sepanjang waktu,” tambahnya.
Hasil temuan peneliti juga mengungkap, jumlah 7.000 mutasi virus corona penyebab COVID-19 yang terdokumentasi sejauh ini, setara sepertiga dari jumlah mutasi virus influenza biasa. Tak hanya disebut sebagai sesuatu yang wajar, mutasi virus juga cenderung tidak memengaruhi biologi virus secara signifikan.
Petugas medis membantu pekerja migran naik ambulans di Singapura. Foto: REUTERS / Edgar Su
Temuan ini berbeda dengan yang dipublikasikan oleh peneliti di Los Alamos National Laboratory beberapa waktu lalu. Mereka menemukan, setidaknya ada satu varian telah bermutasi secara signifikan menjadi lebih menular.
ADVERTISEMENT
Varian ini dinamai tipe G, hasil mutasi virus corona asli yang merebak pertama kali di Wuhan, China, pada akhir 2019. Ketika virus corona SARS-CoV-2 baru merebak di Wuhan, ia tidak mengalami mutasi, dan oleh para ilmuwan diberi label “D614G”. Virus tipe ini mendominasi penularan di zona Asia.
Seiring perkembangan waktu, virus tipe D614G kemudian bermutasi dan menghasilkan strain baru yang dikategorikan sebagai virus corona tipe G. Keberadaannya mulai terdeteksi pada Februari 2020.
Ilmuwan di Los Alamos menyisir serangkaian data penyebaran virus dari database global, dan menemukan tipe G mendominasi penularan di seluruh dunia sejak pertengahan Maret. Penyebabnya diduga karena mutasi membuat strain ini lebih mudah menular.
Temuan ini dapat memiliki implikasi besar. Kemungkinan apa yang dikenal sebagai mutasi signifikan secara fungsional dari SARS-CoV-2 dapat menghambat upaya pengembangan vaksin. Selain itu, kehadiran strain ini dapat membuka kemungkinan seorang yang telah pulih dari COVID-19 berisiko lebih besar untuk kembali tertular.
ADVERTISEMENT
Menyusul publikasi yang belum ditinjau para sejawat, hipotesis ilmuwan Los Alamos menuai kritikan.
“Saya menemukan hipotesis ini masuk akal tetapi jauh dari terbukti,” ujar Trevor Bedford, pakar genom virus terkemuka di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle, Washington.
Karena itu, diperlukan lebih banyak data untuk mengkonfirmasi infeksi tipe G lebih menular dari strain lainnya. Para peneliti juga akan mencari lebih banyak data epidemiologis yang dapat membuktikan mutasi D614G menjadi varian dominan.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! Bantu donasi atasi dampak corona.