Virus 'Ebola' Bunuh Ribuan Kelinci, Bisa Menular ke Manusia?

1 Juli 2020 13:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pulau Okunoshima di Jepang yang dihuni ribuan kelinci  Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Pulau Okunoshima di Jepang yang dihuni ribuan kelinci Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tatkala Amerika Serikat berjuang melawan pandemi virus corona, mereka juga harus menghadapi virus lain yang mendatangkan malapetaka di antara populasi kelinci di wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Di tujuh negara bagian di barat daya AS, ribuan kelinci domestik mati akibat wabah penyakit langka yang disebabkan oleh rabbit hemorrhagic disease virus (RHDV2).
“Kami menyebutnya sebagai ‘kelinci ebola’,” ujar Dr. Amanda Jones, dokter hewan dari Killeen, Texas, kepada The Cut. Kendati penyakit ini dijuluki ‘kelinci ebola’, namun tidak ada hubungannya dengan penyakit ebola yang mewabah dan menyerang manusia di Afrika.
Menurut Jones, penyakit ebola di Afrika dan RHDV2 di AS punya cara yang sama dalam membunuh korbannya, yakni menyebabkan pendarahan hebat, kegagalan organ, dan kematian.
Virus kelinci ebola menyebabkan lesi pada organ dan jaringan kelinci sehingga terjadi pendarahan internal yang berujung pada kematian. Tak sedikit kelinci yang jadi korban tidak menunjukkan gejala hingga kematian tiba. Kelinci biasanya tiba-tiba terkapar, mati dengan kondisi mengeluarkan darah di hidungnya.
Ilustrasi kelinci. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Sejak April 2020, Departemen Pertanian AS (USDA) telah mengkonfirmasi kasus RHDV2 di beberapa negara bagian, seperti Arizona, California, Colorado, Nevada, New Mexico, Utah, dan Texas. Sementara negara tetangga AS, Meksiko, juga diketahui terdampak virus mematikan ini.
ADVERTISEMENT

Kemunculan virus kelinci ebola

Wabah RHDV2 telah empat kali memukul Amerika Serikat. Virus ini pertama kali muncul di China sekitar 35 tahun lalu, kemudian menyebar ke seluruh benua. Dan untuk pertama kalinya, wabah RHDV2 menyebar di antara hewan peliharaan. Adapun jenis kelinci yang terinfeksi adalah kelinci ekor kapas (Cottontail), kelinci sepatu salju, dan terwelu (Jackrabbits).
“Fakta bahwa virus ini menginfeksi kelinci di banyak negara adalah alasan kenapa wabah ini sangat memprihatinkan,” kata Eric Stewart, direktur eksekutif American Breeders Association, kepada VIN News. “Dan kemudian virus itu menyebar pada populasi kelinci liar, yang tentunya semakin menambah kekhawatiran.”
Pada 2018 lalu, virus RHDV2 muncul dan menyebar di antara kelinci peliharaan di Ohio. Wabah terpisah kemudian terjadi di negara bagian Washington. Pada akhir Februari, puluhan kelinci di Center for Avian and Exotic Medicine di Manhattan mengalami kejang dan mati dalam hitungan menit.
Ilustrasi kelinci. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Sebulan kemudian, wabah muncul di Arizona dan New Mexico. Para ilmuwan memastikan wabah yang terjadi di dua negara itu tidak terkait dengan kejadian sebelumnya. “Kami masih tidak tahu dari mana asalnya,” ujar Ralph Zimmerman, dokter hewan negara bagian New Mexico. “Virus ini seperti bola salju dan bergerak seperti orang gila.”
ADVERTISEMENT
Hampir 500 hewan di New Mexico terinfeksi antara Maret dan Juni. “Kami memiliki satu jantan dengan 200 populasi kelinci, dan mereka semua mati antara Jumat sore dan Minggu malam,” papar Zimmerman.
Merespons kejadian tersebut, pejabat Meksiko kemudian membuat peraturan baru yang menyebut, jika satu kelinci di penangkaran terinfeksi penyakit RHDV2, maka kelinci yang tersisa di penangkaran tersebut harus dimusnahkan. Aturan ini menyebabkan 600 kelinci lain dibunuh dalam upaya untuk menghentikan penyebaran virus.
Pada April, para peneliti melaporkan kasus baru pada populasi kelinci di Colorado, Texas, dan Nevada. Puluhan kelinci di California dan Utah juga dilaporkan terinfeksi. “Saya akan jujur kepada kalian, saya pikir ada lebih banyak kasus daripada yang dilaporkan,” kata Jones, seperti dikutip Business Insider.
Ilustrasi Virus. Foto: geralt via pixabay
ADVERTISEMENT

Virus RHDV2 yang mematikan

Virus kelinci ebola membunuh korbannya dengan sangat cepat. Ketika hewan terinfeksi, virus akan menyebar ke seluruh tubuh hanya dalam tiga hari. Beberapa kelinci mulai kehilangan nafsu makan dan energi, kendati yang lain tidak menunjukkan gejala hingga mereka mati.
Organ-organ kelinci, termasuk hati dan limpa akan rusak dan darah berhenti mengalir dengan benar. Dalam wabah kali ini, para pejabat melaporkan bahwa tingkat kematian dari RHDV2 mencapai 90 persen. Kelinci yang bertahan hidup menjadi ancaman besar bagi populasi lain, karena mereka bisa menyebarkan virus selama hampir dua bulan.
RHDV2 dapat menyebar dengan mudah melalui darah, urin, dan feses. Kendati begitu, virus ini dipastikan tidak dapat menginfeksi manusia atau jenis hewan lain. Virus dapat menempel pada bulu, sepatu, dan pakaian manusia untuk mencari inang baru. Jika kelinci menyentuh permukaan yang terkontaminasi oleh partikel virus, mereka bisa terinfeksi. Serangga yang hidup di sekitar kelinci juga bisa menyebar virus ke populasi kelinci lain.
ADVERTISEMENT
Virus juga sulit dibunuh. RHDV2 dapat hidup selama lebih dari tiga bulan pada suhu kamar tertentu. Mereka mati dalam suhu 50 derajat Celcius dalam waktu satu jam, tapi tidak dengan pada suhu beku. Ironisnya, belum ada obat untuk menangani penyakit kelinci ebola. Sementara vaksinnya hanya bisa didapat dari luar AS dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.