Waspada Fibrilasi Atrium, Gangguan Detak Jantung yang Sebabkan Stroke

24 Februari 2022 9:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sakit jantung. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sakit jantung. Foto: Shutterstock
Jantung merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama memompa darah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh. Dalam kondisi normal, jantung berdetak dengan ritme teratur untuk mengalirkan darah dari serambi (atrium) ke bilik (ventrikel) jantung, sebelum dialirkan kembali ke paru-paru dan seluruh tubuh. Jantung yang sehat biasanya juga akan berdetak secara teratur berdetak 60-100 kali per menit.
Sebaliknya, bila jantung berdetak lebih dari 100 kali per menit dalam ritme yang tidak teratur, bisa jadi ini merupakan gejala gangguan jantung fibrilasi atrium. Apa itu?
Dilansir laman Asosiasi Jantung Amerika, heart.org, gangguan jantung yang juga dikenal dengan sebutan Atrial Fibrillation (AFib or AF) ini merupakan suatu kondisi ketika jantung berdetak tidak teratur dan cenderung lebih cepat (aritmia) akibat hantaran listrik dan irama denyut jantung terganggu. Sehingga, atrium gagal mengalirkan darah ke ventrikel.
Menurut jurnal berjudul Global Epidemiology of Atrial Fibrillation: An Increasing Epidemic and Public Health Challenge yang diterbitkan SAGE Journals (2020), fibrilasi atrium menjadi jenis penyakit jantung yang paling banyak diderita di dunia. Bahkan prevalensi pasien fibrilasi atrium meningkat hingga 33 persen dalam kurun waktu 20 tahun (1997-2017).
Diperkirakan penderita fibrilasi atrium akan mencapai 6-12 juta orang di Amerika Serikat pada 2050, dan 17,9 juta orang di Eropa pada 2060. Sedangkan di tanah air, menurut Indonesia Heart Rhythm Society (InaHRS), diperkirakan lebih dari 2 juta orang memiliki gangguan jantung ini.
Kementerian Kesehatan RI melalui laman resminya pun menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab meningkatnya risiko fibrilasi atrium, yang pertama adalah faktor usia. Di Indonesia sendiri, pasien fibrilasi atrium didominasi lansia berusia di atas 50 tahun. Risiko bisa meningkat saat pasien tidak menerapkan pola hidup sehat dan sering terpapar rokok, konsumsi alkohol, makan makanan tinggi kolesterol, hingga kurang olahraga.
Fibrilasi atrium juga bisa terjadi karena dipicu oleh gangguan kesehatan lainnya. Seperti kelainan jantung bawaan, tekanan darah tinggi, gangguan pernapasan saat tidur atau sleep apnea, hingga sick sinus syndrome akibat ketidakmampuan pencetus impuls listrik jantung alami (nodus sinus) untuk tidak bekerja secara optimal.
Sayangnya, masih banyak orang yang tidak menyadari gangguan jantung ini, sehingga pertolongan pun kerap terlambat. Meski tidak mengancam nyawa, fibrilasi atrium membutuhkan penanganan yang serius guna menghindari komplikasi yang memicu terjadinya penggumpalan dan penyumbatan darah, stroke, hingga gagal jantung.
Ilustrasi pasien stroke. Foto: Shutterstock

Mencegah Fibrilasi Atrium sejak dini

Bagi penderita fibrilasi atrium, biasanya dokter akan menyarankan beberapa pilihan pengobatan tergantung jenis dan tingkat keparahan yang dirasakan pasien. Salah satunya kontrol ritme untuk memperbaiki ritme jantung dengan membuat atrial dan ventrikel bekerja sama memompa darah secara efisien ke seluruh tubuh, diikuti dengan meresepkan obat anti-aritmia.
Bagi pasien yang sudah mengalami gejala komplikasi, dokter akan menyarankan pengobatan lanjutan yang berfokus pada pengobatan penyakit yang terjadi akibat fibrilasi atrium. Hal ini bertujuan untuk mencegah semakin parahnya intensitas fibrilasi atrium yang akan mengundang penyakit lain lagi.
Selain itu, gangguan jantung ini sebenarnya bisa dicegah sejak dini dengan menerapkan pola hidup sehat. Di antaranya konsumsi makanan bernutrisi seimbang setiap hari, meminimalkan konsumsi junk food, olahraga teratur setidaknya tiga kali dalam seminggu, dan rutin melakukan pemantauan tekanan darah, sehingga dapat mengantisipasi terjadinya tekanan darah tinggi yang memicu beragam penyakit serius sekaligus melakukan tindakan pencegahan lebih cepat.
OMRON HEM-7361T Automatic Blood Pressure Monitor. Foto: Dok. OMRON
Pemantauan tekanan darah bisa dilakukan dengan menggunakan alat monitor tekanan darah, OMRON HEM-7361T Automatic Blood Pressure Monitor yang dirancang dengan teknologi penyaringan Atrial Fibrillation (AFib) canggih. Perangkat ini dapat mendeteksi kemungkinan detak jantung tidak teratur yang bervariasi lebih dari 25 persen dari irama jantung rata-rata yang terdeteksi saat proses pengukuran tekanan darah.
Data tersebut bisa digunakan untuk berkonsultasi kepada dokter dan melakukan intervensi dini demi mencegah stroke atau gagal jantung.
OMRON HEM-7361T juga memiliki fitur IntelliWrap™ yang mudah dipasang di lengan, serta teknologi Intellisense® yang dapat menerapkan jumlah tekanan dengan tepat, sehingga memungkinkan kegiatan pengukuran tekanan darah di rumah berlangsung cepat, akurat, dan lebih nyaman. Sementara itu, adanya konektivitas nirkabel Bluetooth memungkinkan pengguna menyinkronkan pembacaan tekanan darah harian secara langsung dari perangkat ke aplikasi OMRON Connect di smartphone.
Informasi lebih lengkap tentang OMRON HEM-7361T bisa Anda dapatkan di sini.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan OMRON