Waspada Happy Hypoxia Jadi Gejala Baru Corona, Apa Itu?

1 September 2020 16:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menggunakan APD mengeluarkan peti jenazah COVID-19 yang akan dimakamkan di pemakaman Nova Iguacu, di kota Nova Iguacu, dekat Rio de Janeiro, Brasil. Foto: Pilar Olivares/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menggunakan APD mengeluarkan peti jenazah COVID-19 yang akan dimakamkan di pemakaman Nova Iguacu, di kota Nova Iguacu, dekat Rio de Janeiro, Brasil. Foto: Pilar Olivares/REUTERS
ADVERTISEMENT
Seiring dengan berkembangnya kasus COVID-19 di seluruh dunia, virus corona juga terus mengalami mutasi genetik. Baru-baru ini ditemukan gejala baru terkait COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2.
ADVERTISEMENT
Jika selama ini gejala yang paling umum meliputi batuk, demam, dan sesak napas, kini banyak ditemukan pasien positif COVID-19 yang mengalami hypoxemia atau happy hypoxia, kondisi di mana pasien mengalami keadaan kekurangan oksigen namun tidak disertai tanda-tanda dispnea atau kesulitan bernapas.
“Kondisi ini sangat membingungkan bagi dokter karena bertentangan dengan biologi dasar," kata Martin J. Tobin, MD, spesialis paru dan perawatan kritis di Loyola Medicine and Edward J. Hines Jr. VA Hospital, sekaligus profesor di Loyola University Chicago Stritch School of Medicine.
Dalam penelitian yang melibatkan 16 pasien COVID-19 dengan tingkat oksigen rendah (berkurang sebesar 50% dengan saturasi oksigen darah normal antara 95 hingga 100%) dan tanpa sesak napas, ditemukan bahwa beberapa mekanisme patofisiologis bertanggung jawab atas sebagian besar pasien yang mengalami happy hypoxia.
Swab test virus corona para prajurit di Sekolah Calon Perwira TNI Angkatan Darat (Secapa) TNI AD. Foto: Dispen TNI AD
“Ketika kadar oksigen turun pada pasien COVID-19, otak tidak dapat merespons hingga oksigen turun ke tingkat yang paling rendah, dan pasien biasanya akan mengalami sesak napas,” kata Dr. Tobin seperti dikutip Sciencedaily.
ADVERTISEMENT

Saturasi oksigen turun drastis

Selain itu, lebih dari setengah pasien dengan happy hypoxia memiliki kadar oksigen dan karbon dioksida rendah sehingga membuat saturasi oksigen turun drastis. "Mungkin juga virus corona melakukan tindakan aneh pada bagaimana tubuh, membuat tingkat oksigen rendah," kata Dr. Tobin, “Ini dapat dikaitkan dengan menurunnya kemampuan indra penciuman yang dialami oleh dua pertiga pasien COVID-19.”
Sementara dijelaskan oleh dokter spesialis anestesi RSUD Dr Soetomo Surabaya, Dr. Christrijogo Sumartono, dr., Sp. An, KAR, seseorang yang mengalami happy hypoxia biasanya tidak merasa sakit, dan hampir tidak ada gejala corona.
“Biasanya baru ketahuan kalau melakukan aktivitas berat, napasnya jadi terengah-engah, lalu tiba-tiba hilang kesadaran, pingsan, dan meninggal," kata Christrijogo pada Basra, partner kumparan 1001 media online, Senin (29/6).
Ilustrasi virus corona di China. Foto: STR / AFP
Christrijogo bilang, happy hypoxia bisa dialami oleh pasien COVID-19 tanpa gejala atau asimtomatik dan pasien yang nyaris dinyatakan sembuh. Oleh karena itu, bagi pasien corona yang menjalani isolasi mandiri, harus senantiasa memantau saturasi oksigen.
ADVERTISEMENT
"Harus hati-hati untuk pasien yang terkonfirmasi positif yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Saturasi oksigen harus terus dipantau pakai pulse oximetry yang dipasang di jari. Saturasi oksigen pada orang yang sehat itu antara 95-100,” kata Christrijogo.
“Pada pasien COVID-19, saturasi oksigen bisa turun 90-93. Bahkan bisa turun lagi sampai 70. Kalaupun orangnya merasa baik-baik saja, tapi kerja otak, paru-paru, dan jantung sudah terganggu.”
Untuk itu, bagi pasien dengan saturasi oksigen 92-93 persen, mereka bisa belajar tidur tengkurap untuk mengistirahatkan paru-paru sakit dan memakai paru-paru sehat untuk bernapas. Menurut Christrijogo, terungkap minimal 12-16 jam nanti terjadi regenerasi perbaikan paru yang sakit, dan saturasi oksigennya mulai naik.
***
ADVERTISEMENT
Saksikan video menarik di bawah ini.