Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
“Ular panjang” itu bernama Sesar Lembang . Dia membentang sepanjang 29 kilometer dari Kecamatan Padalarang di wilayah Bandung Barat hingga Kecamatan Cilengkrang di wilayah Bandung Timur.
ADVERTISEMENT
“Ular panjang” itu bernama Sesar Lembang. Warga Kampung Muril Rahayu seperti Sumarni tidak pernah menyadari sedang tinggal di dekat “ular panjang” itu sampai pergerakan “ular” tersebut menghancurkan rumah-rumah mereka pada Minggu, 28 Agustus 2011 lalu.
Minggu sore itu, Sumarni sedang salat asar. Saat berdiri di rakaat ketiga, dia merasakan lantai rumah yang ia pijak tiba-tiba bergoyang. Akibatnya, tubuhnya jadi terhuyung-huyung.
Sumarni hampir terjatuh karena terhuyung. Beruntung, dengan sigap dia meraih dan bersandar pada lemari yang ada di dekatnya. Berkat lemari itu, Sumarni kuasa menyeimbangkan tubuhnya kembali.
Tanpa lebih dulu menyelesaikan rakaat salatnya, Sumarni segera tancap gas keluar rumah. Dia masih mengenakan mukena saat berlari keluar. “Saya mau ganti baju juga panik. Jadi buru-buru keluar rumah,” kata ibu rumah tangga yang kini berusia 45 tahun itu saat ditemui kumparanSAINS, Rabu (13/2).
Rumah Sumarni rusak akibat gempa tersebut. Dindingnya retak-retak, sebagian atapnya runtuh. Tapi itu tidak seberapa parah dibanding beberapa rumah tetangganya yang sampai rusak berat atau bahkan hancur.
ADVERTISEMENT
Tempat tinggal Sumarni adalah satu dari 384 rumah di sana yang mengalami rusak ringan hingga rusak berat karena lindu tersebut.
Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), lindu yang mengguncang Kampung Muril pada Ahad sore itu terjadi pada pukul 16.06 WIB.
Kekuatan gempanya 3,3 magnitudo. Pusat gempa berada di kedalaman 15 kilometer. Cukup dangkal sehingga begitu dirasakan warga Muril.
Kekuatan gempa kala itu memang tidak besar. Akan tetapi, karena lokasi Kampung Muril berada persis di jalur Sesar Lembang yang menjadi sumber lindu, gempa tersebut mampu membuat ratusan bangunan di sana rusak.
Mudrik Rahmawan Daryono, peneliti geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan gempa yang menggetarkan Kampung Muril Rahayu di Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat pada medio 2011 merupakan bentuk pelepasan energi Sesar Lembang dan bisa jadi pertanda adanya energi lebih besar yang bakal dilepaskannya.
ADVERTISEMENT
Sudah lama “ular panjang” itu “tertidur tenang”. Tak ada gempa besar yang dihasilkannya lagi sejak tahun 1400-an lalu.
Secara hukum alam, sesar aktif macam Sesar Lembang memiliki periode keberulangan gempa besar. Mudrik menyebutnya sebagai “ulang tahun gempa.”
Dalam penelitian yang telah dilakukannya sejak 2011, Mudrik menemukan bahwa “ulang tahun gempa besar” Sesar Lembang adalah antara 170 sampai 670 tahun sekali. “Range-nya kan panjang sekali. Nah itu kita nggak bisa presisi kapan akan terjadinya (gempa besar lagi),” kata Mudrik saat menemani tim kumparanSAINS ke lokasi sesar tersebut, Selasa (12/2).
Hasil riset Mudrik bersama tiga koleganya itu telah berhasil menembus jurnal internasional Tectonophysics pada 13 Desember 2018. Riset mereka menemukan bahwa potensi gempa besar Sesar Lembang bisa mencapai 6,5 sampai 7,0 magnitudo.
ADVERTISEMENT
Kekuatan gempa sebesar itu bisa muncul bila enam bagian Sesar Lembang bergerak bersamaan. Keenam bagian “ular panjang” yang meliuk-liuk itu adalah Cimeta, Cipogor, Cihideung, Gunung Batu, Cikapundung, dan Batu Lonceng.
Meski Mudrik bisa mengestimasi besar potensi gempa akibat pergerakan “ular panjang” itu, dia sama sekali tak punya ilham untuk memprediksi waktu kejadian gempa tersebut di masa depan.
Bukan cuma Mudrik. Kenyataannya, sampai saat ini tidak ada ilmuwan atau teknologi manapun yang bisa memprediksi kapan persisnya suatu gempa akan terjadi. Paling banter yang bisa ditelaah ya itu tadi, “ulang tahun gempa” dari masing-masing sesar aktif penyebab gempa macam Sesar Lembang.
Gerak Serempak Sesar Lembang
Kapan kiranya bagian-bagian Sesar Lembang bakal bergerak serempak adalah satu hal. Apakah masyarakat yang hidup di dekatnya siap menghadapi pergerakan “ular panjang” itu adalah hal lain yang lebih penting.
ADVERTISEMENT
Sebab, bagaimanapun, gempa bumi tidak pernah secara langsung membunuh manusia. “Sebetulnya bukan gempa yang mematikan, tapi bangunan roboh yang mematikan. Bangunan itu bisa roboh karena gempa, karena ada gaya yang terjadi hanya pada waktu gempa,” ujar Koordinator Pusat Studi Gempa Nasional Masyhur Irsyam kepada kumparanSAINS, Senin (11/2).
Oleh karenanya, Guru Besar Rekayasa Geoteknik Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (FTSL ITB) itu menekankan pentingnya masyarakat yang tinggal di sekitar Sesar Lembang untuk mendirikan bangunan tahan gempa.
Bangunan tahan gempa adalah bangunan yang dipersiapkan untuk menerima guncangan gempa. “Berapa besarnya goncangan gempa tadi, yaitu massa dikalikan percepatan. Jadi kita mengacu pada peta percepatan gempa Indonesia, ada nilainya,” tutur Mirsyam.
ADVERTISEMENT
Dia mencontohkan misalnya Sesar Lembang bisa menghasilkan percepatan gerakan horizontal sebesar 0,6 gravitasi. Maka besar minimal gaya yang harus kuat ditanggung bangunan di dekatnya sebesar percepatan kali massa bangunan itu sendiri.
“0,6 kita kalikan massa bangunan itulah gaya yang bekerja. Bangunannya harus direncanakan mampu menerima goncangan tadi. Itulah yang dinamakan bangunan tahan gempa,” papar Masyhur.
Selain perlu tahu cara mendirikan bangunan tahan gempa, masyarakat juga butuh paham cara menghadapi gempa saat sedang berada di dalam maupun luar bangunan.
Pemahaman seperti inilah yang perlu dimiliki warga Kampung Muril Rahayu dan daerah lainnya yang hidup di dekat Sesar Lembang. Tapi wilayah permukiman mana saja selain Kampung Muril yang berada di dekat Sesar Lembang? Hal itu belum semua orang mengerti meski hampir semua orang sadar patahan aktif itu punya potensi bahaya besar.
ADVERTISEMENT
Avianto Amri, praktisi kebencanaan Indonesia, mengatakan bahwa dengan semakin meningkatnya kesadaran orang-orang terhadap bahaya Sesar Lembang, maka sudah saatnya kelompok-kelompok masyarakat seperti Forum Kesiapsiagaan Dini Masyarakat Kabupaten Bandung Barat atau bahkan Forum Kesiapsiagaan Dini Masyarakat Jawa Barat bergerak serempak mendesak pemerintah untuk memberikan informasi peta zona berbahaya Sesar Lembang.
Menurut Anto, sapaan Avianto, pemerintah harus segera mengeluarkan informasi dan penjelasan mengenai zona berbahaya sesar tersebut. “Zona berbahaya (Sesar Lembang) itu di mana, dan dijelaskan bahwa informasi ini bukan semata-mata untuk menakut-nakuti. Informasi tersebut juga harus diberi solusi,” kata Anto yang kini menjabat sebagai Sekretaris Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI).
Jangan sampai, kata Anto, peta dan informasi seperti itu baru dibuat dan disebarluaskan setelah gempa besar telah terjadi. “Jangan seperti gempa di Palu, harus menunggu bencana dulu baru diinformasikan petanya.”
Bencana yang dimaksud Anto tentunya adalah gempa bumi dan likuefaksi di Palu pada 28 September 2018 yang menewaskan lebih dari 2.000 orang. Beberapa hari setelah gempa, barulah ramai beredar peta yang memperlihatkan lokasi Sesar Palu-Koro dan daerah-daerah mana saja yang rawan mengalami likuefaksi di Palu.
ADVERTISEMENT
“Jangan sampai kita menyesal, dan bilang ‘dulu sebenarnya sudah ada penelitian ini.’ Tapi karena kelemahan kita sendiri, tidak mau menginformasikan dengan jelas,” tegas Anto mewanti-wanti.
Kampung Muril hingga Kota Kembang
BMKG pernah membuat peta simulasi apabila Sesar Lembang memicu gempa berkekuatan 6,8 magnitudo. Hasilnya terlihat, daerah yang bakal terdampak paling parah oleh patahan aktif ini adalah kecamatan-kecamatan terdekatnya seperti Kecamatan Cisarua, Kecamatan Lembang, Kecamatan Parongpong, dan Kecamatan Ngamprah yang membentang dari wilayah Bandung Barat hingga Bandung Timur.
Dalam peta hasil simulasi gempa ini, wilayah Kampung Muril Rahayu yang berada di salah satu kecamatan itu tampak merah. Artinya jelas, wilayah itu berpotensi mengalami kerusakan berat hingga sangat berat.
Berjarak sekitar 10 kilometer dari Kampung Muril, Kota Bandung ternyata juga terlihat terang berpotensi mengalami kerusakan sedang hingga berat.
ADVERTISEMENT
Peneliti dari ITB, Muhammad Haikal Sedayo, pernah membuat sebuah riset untuk mengestimasi besar kerugian Kota Bandung akibat Sesar Lembang. Hasil perhitungannya begini: Apabila Sesar Lembang menimbulkan gempa 6,8 magnitudo, Kota Bandung diperkirakan bakal menderita kerugian rata-rata sebesar Rp 61 triliun dengan standar deviasi +/- Rp 20,93 triliun.
Haikal menulis, sebagian besar Kota Bandung diperkirakan akan mengalami percepatan puncak sekitar 0,21 – 0,25 gravitasi atau setara dengan MMI VI-VII. “Bangunan dengan desain dan konstruksi yang sangat baik diperkirakan tidak akan mengalami kerusakan yang berarti, sementara bangunan dengan konstruksi standar diperkirakan dapat mengalami kerusakan ringan hingga tingkat kerusakan sedang, namun bangunan dengan konstruksi yang buruk dapat mengalami kerusakan berat,” bebernya
Tak hanya Kota Bandung, dalam peta simulasi BMKG, wilayah-wilayah lain di Jawa Barat macam Soreang hingga Purwakarta juga berpotensi mengalami kerusakan ringan hingga sedang akibat gempa 6,8 magnitudo Sesar Lembang.
ADVERTISEMENT
Atas ancaman Sesar Lembang ini, Gubernur Provinsi Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan sebuah cetak biru ketangguhan masyarakat Jawa Barat terhadap kebencanaan. Namanya “West Java Resilience Culture Blue Print".
Saat ditemui kumparanSAINS, Rabu (14/2), arsitek yang pernah menjadi Walikota Bandung itu tidak menjelaskan kapan dokumen cetak biru itu bakal rampung dibuat dan apa saja isinya.
Semoga saja isinya, sebagaimana diharapkan Anto dan Mudrik, adalah peta zona bahaya Sesar Lembang dan solusi untuk warga macam Sumarni yang tinggal di sana.
Sumarni yang pernah diguncang gempa Sesar Lembang masih beruntung. Dirinya mampu menyelamatkan diri dari gempa 3,3 magnitudo waktu itu sehingga sekitar satu jam pascagempa bisa salat asar di halaman Masjid At-Takwa demi mengganti salatnya yang batal.
ADVERTISEMENT
Kala itu halaman masjid tersebut disulap menjadi tempat pengungsian darurat korban gempa di Kampung Muril Rahayu. Di sanalah Sumarni menjumpai banyak warga lainnya, lalu mereka memanjatkan doa dan istigfar bersama berulang-ulang.