Agar Golf Menjadi Olahraga Inklusif, Bukan Eksklusif

14 Januari 2020 22:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Golf Foto: Kementerian Pariwisata
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Golf Foto: Kementerian Pariwisata
ADVERTISEMENT
Stereotip itu sulit dibantah. Golf, yang seluruh perlengkapan hingga lapangannya khusus dan punya kesan mewah, sudah kadung dicap sebagai olahraga orang kaya.
ADVERTISEMENT
Tentu saja cap tersebut bisa diperdebatkan. Pada akhirnya, ada juga atlet golf profesional datang dari keluarga tidak mampu. Yang sulit diperdebatkan, tentu saja, adalah harga perlengkapannya —mulai dari baju, celana, dan sepatu yang stylish hingga stik golf— yang mahal.
Dari situ, cap bahwa golf adalah olahraga untuk mereka yang berkantong tebal boleh jadi lebih tepat. Karena tidak bisa diakses oleh semua kalangan, golf pun menjadi olahraga eksklusif, alih-alih inklusif.
Di Indonesia, stereotip serupa juga sulit dienyahkan. Ini diakui sendiri oleh Reza Ihsan Rajasa, calon ketua umum Persatuan Golf Indonesia (PGI). Padahal, kata Reza, golf punya sejarah cukup penting di Indonesia.
Pada 8-11 Desember 1983, misalnya, Indonesia sudah menjadi tuan rumah XXX Gold World Cup yang digelar di Pondok Indah. Ironisnya, sampai saat ini, event tersebut belum pernah lagi mampir ke Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Reza merasa, golf harus mendobrak batas supaya lebih familiar. Oleh karena itu, ia harus menjadi olahraga yang aksesnya terbuka buat semua kalangan.
Calon Ketum PGI Jakarta, Reza Rajasa. Foto: Istimewa
“Saya rasa kalau kita ingin Golf maju secara prestasi, bukan hanya lifestyle, maka semua orang harus dibantu aksesnya untuk bisa mengenal dan menggeluti Golf,” ujarnya.
Reza kemudian menceritakan sebuah kisah. Pada suatu hari, ia tengah bermain golf ketika ada sekelompok anak, yang tengah bermain di sekitar lapangan, mengejar layangan putus.
Salah satu anak yang mengejar layangan itu adalah putra caddy-nya. “Ayahnya yang caddy itu cerita ke saya bahwa anaknya ingin menjadi pegolf profesional. Ini semangat yang luar biasa dari anak-anak yang harus kita dukung,” ucap Reza.
Selain akses untuk semua kalangan, kata Reza, golf di Indonesia juga membutuhkan dukungan dari sains dan teknologi. Reza percaya bahwa, selain talent scouting, sport science bisa memberikan andil.
ADVERTISEMENT
“Saya sudah memiliki jaringan talent scounting regional. Saya kira di Jakarta banyak anak-anak berbakat, dengan sport science kita akan mendapatkan bakat yang tepat dan akurat,” kata Reza, yang sejauh ini mengaku sudah mendukung sejumlah talenta oke Tanah Air seperti Rizchy Subakti, Almay Rayhan, dan Ribka Vania.
Kini tinggal tugas PGI mewujudkan program yang apik, supaya golf, seperti kata Reza, tak menjadi olahraga eksklusif. Mereka memiliki kesempatan itu lewat Musyawarah Provinsi PGI Jakarta pada 19 Januari 2020. Di situ, klub-klub akan memilih Ketua PGI Jaya untuk masa bakti 2020-2024.