Ahmad Azlan, Tinggalkan Karier Demi Jadi Pemandu Lari Atlet Tunanetra

1 Oktober 2018 18:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemandu lari tunanetra, Ahmad Azlan. (Foto: Dok. Charles Brouwson)
zoom-in-whitePerbesar
Pemandu lari tunanetra, Ahmad Azlan. (Foto: Dok. Charles Brouwson)
ADVERTISEMENT
Pagi itu langit Solo begitu cerah. Stadion Sriwedari masih begitu saja, ramai dengan orang berlari dan berolahraga. Ya, saat itu memang sedang libur Tahun Baru Islam.
ADVERTISEMENT
Sementara, di pinggir tribun duduk seorang pemandu lari (guide runner) bernama Ahmad Azlan. Dia adalah pemandu lari bagi atlet tunanetra andalan Indonesia, Abdul Halim Dalimunthe.
kumparan menyapa Azlan kala itu. Perbincangan santai di bawah terik matahari kemudian terjadi.
Azlan mulai mengenang. Tepatnya tahun 2011, saat dia masih menjadi mahasiswa ilmu olahraga Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), diselenggarakan ASEAN Para Games di Solo. Saat itu, dia diminta oleh seorang dosennya untuk menjadi asisten pelatih.
“Sejak saat itu kita disuruh (jadi) guide runner. Dulu ada 2, saya sama Mas Immanuel. Disuruh bantu-bantu guide lah,” kenang Azlan, Selasa (11/9).
Pelari 100 dan 200 meter putra T11 cabor atletik Asian Para Games 2018, Abdul Halim, bersama pendampingnya, Ahmad Azlan. (Foto: Karina Nur Shabrina)
zoom-in-whitePerbesar
Pelari 100 dan 200 meter putra T11 cabor atletik Asian Para Games 2018, Abdul Halim, bersama pendampingnya, Ahmad Azlan. (Foto: Karina Nur Shabrina)
Kiranya hampir 2 tahun menjadi asisten pelatih, tahun 2013 Azlan mulai dipasangkan dengan Abdul Halim Dalimunthe. Mereka memulai debutnya di ASEAN Para Games Myanmar. Keduanya sukses mempersembahkan gelar juara bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Memang terbilang manis dan indah. Namun, di balik itu ada proses panjang yang harus dilalui, baik Azlan maupun Halim. Bagi pria asal Blora, Jawa Tengah, itu mulanya cukup sulit untuk bisa menjadi seorang pemandu lari tunanetra.
“Karena kita harus bisa menyamakan langkah, menyamakan ayunan, harus bisa selaras lah. Tapi enggak butuh waktu lama juga sih, paling satu bulan dua bulan sudah bisa untuk penyesuaian,” ungkap Azlan.
Azlan dan Halim pun selama ini turun di dua nomor, yaitu lari 100 dan 200 meter. Menurut Azlan, tiap nomor itu memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Hal tersebut berpengaruh pada instruksi yang diberikan kepada Halim.
“Misalkan lari 200 kan banyak tikungan, ada tikungannya. Kita cuma mengarahkan, nanti agak belok ya. Nanti bagaimana saat tikung, bagaimana saat lari lurus kita juga harus mengarahkan. Misalkan habis tikungan, lurus-lurus tinggal 50 meter tinggal 30 meter. Jadi kita enggak cuma harus nyamain langkah harus selaras tapi harus fokus di lintasan juga,” papar Azlan.
ADVERTISEMENT
Fokus memberikan instruksi, Azlan juga tetap harus menjaga tali yang dipegangnya bersama Halim. Tali itu berfungsi untuk menjaga langkah Halim supaya tetap berada di lintasan yang tepat.
Untuk saat ini, peraturan yang ada menyebut pemandu lari tidak boleh melepaskan tali itu saat atlet berlari dan hendak menyentuh garis finis. Pun, pemandu lari juga dilarang menyentuh garis finis mendahului atlet. Bila tidak, diskualifikasi panitia siap-siap menunggu.
Pemandu lari tunanetra, Ahmad Azlan (kanan). (Foto: Dok. Charles Brouwson)
zoom-in-whitePerbesar
Pemandu lari tunanetra, Ahmad Azlan (kanan). (Foto: Dok. Charles Brouwson)
Sederet peraturan itu memang harus dipatuhi oleh pemandu lari seperti Azlan. Namun, baginya itu tak mengapa karena dari hal tersebut banyak prestasi yang telah berikan untuk Merah Putih.
Azlan mengenang, tahun lalu di Malaysia tepatnya sebuah prestasi paling mengesankan telah berhasil ditorehkannya. Bersama Halim, dia mampu menyapu medali emas di dua nomor sekaligus, yaitu 100 dan 200 meter.
ADVERTISEMENT
Lantas sebagai pemandu lari, apakah Azlan juga mendapat medali layaknya Halim kala juara berhasil diraih?
Jawabannya, kadang iya dan kadang tidak.
“Malaysia enggak dapat, sebelumnya dapat. kalau di Jakarta (Asian Para Games) kemungkinan dapat soalnya di Test Event kemarin dapat,” Azlan berujar.
Lepaskan Pelatnas lari demi dampingi Halim
Kenapa Azlan memilih menjadi pemandu lari dan tidak menjadi atlet saja? Itu jamak dipertanyakan pastinya.
Dikisahkan, Azlan juga meniti karier sebagai pelari kala diminta bantuan menjadi pemandu lari.
“Sampai sekarang saya masih sprinter asli beneran. Saya dulu kan bantu-bantu asisten jadi guide, itu saya juga latihan sendiri. Masih jadi atlet normal juga. Tahun 2013 saya juara Porprov (pekan olahraga provinsi),” sebut Azlan.
ADVERTISEMENT
Masuk 2017, Azlan sempat dipanggil untuk bergabung ke Pelatnas atletik, tepatnya di Cibinong, Bogor. Pemanggilan itu didasarkan pada catatan apik Azlan selama berlaga di tingkat nasional.
Akan tetapi, satu bulan berlatih di Pelatnas, Azlan kembali dipanggil oleh National Paralympic Committee untuk kembali mendampingi Halim. Azlan memutuskan meninggalkan kariernya sebagai atlet demi bisa mendampingi Halim di kejuaraan level internasional.
Pemandu lari tunanetra, Ahmad Azlan (kanan). (Foto: Dok. Charles Brouwson)
zoom-in-whitePerbesar
Pemandu lari tunanetra, Ahmad Azlan (kanan). (Foto: Dok. Charles Brouwson)
“Saya fokuskan di sini, Pelatnasnya saya tinggal, saya ikut Mas Halim,” kata Azlan.
Azlan kini tengah menata diri bersama Halim. Keduanya tengah bersiap menghadapi hajatan olahraga terbesar se-Asia untuk para penyandang disabilitas, Asian Para Games.
Tak hanya terus bersama di tempat latihan, keduanya pun sering “quality time” di luar sesi latihan. Hal itu dia lakukan untuk mempererat “chemistry” dengan Halim, supaya nantinya Merah Putih dapat berkibar di tiang tertinggi.
ADVERTISEMENT
“Sering (kumpul bareng), ya kadang ngomongin masalah program, terus masalah istri di rumah kangen. Ya penginlah lama enggak ketemu istri di sini enggak punya gandengan (Halim),” tutup Azlan berkelakar.
kumparan akan menyajikan story soal atlet-atlet penyandang disabilitas kebanggaan Indonesia dan hal-hal terkait Asian Para Games 2018 selama 10 hari penuh, dari Kamis (27/9) hingga Sabtu (6/10). Saksikan selengkapnya konten spesial dalam topik ‘Para Penembus Batas’.