Anna Kiesenhofer: Ahli Matematika Pemutus Puasa Emas 1 Abad Balap Sepeda Austria

27 Juli 2021 17:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anna Kiesenhofer dari Austria di Olimpiade 2020. Foto: REUTERS/Christian Hartmann
zoom-in-whitePerbesar
Anna Kiesenhofer dari Austria di Olimpiade 2020. Foto: REUTERS/Christian Hartmann
ADVERTISEMENT
Anna Kiesenhofer mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai peraih emas cabang olahraga balap sepeda Olimpiade 2020. Bagi publik Austria, dia adalah pahlawan. Namun bagi beberapa pesaingnya, pemegang gelar PhD matematika itu adalah orang asing.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak tahu apa-apa tentang dia. Dia benar-benar pemenang kejutan. Ada kekurangan besar informasi," tutur atlet Inggris Raya, Lizzie Deignan, usai tahu Kiesenhofer memenangi lomba kategori road race individu putri, dikutip dari The Guardian.
Ya, Kiesenhofer bukanlah unggulan. Kalau bicara soal balap sepeda road race putri di Olimpiade, Belanda adalah salah satu jagoannya. Tercatat, 'Negeri Kincir Angin' selalu bisa menempatkan setidaknya satu peraih medali sejak Olimpiade 2008.
Total, sejak 1984-2020, Belanda mengoleksi 4 medali emas dan 2 perunggu di balap sepeda road race putri Olimpiade musim panas. Tidak ada negara lain yang mampu menyamai pencapaian Belanda ini.
Atlet sepeda legendaris Belanda, Monique Knol. Foto: Getty Images
Atlet balap sepeda putri tersukses Belanda di Olimpiade bernama Monique Knol. Atlet yang lahir di Wolvega itu merengkuh emas di Seoul 1988 dan perunggu di Barcelona 1992.
ADVERTISEMENT
Knol yang kini berusia 57 tahun telah pensiun. Namun, bukan berarti bahwa Belanda menjadi kekurangan talenta pesepeda. Pada Olimpiade 2020, mereka menurunkan Marianne Vos (peraih emas Olimpiade 2012) dan Anna van der Breggen (peraih emas Olimpiade 2016).
Selain mereka, ada pula Demi Vollering dan Annemiek van Vleuten yang berhasil finis 1-2 pada Kejuaraan Liege–Bastogne–Liege di Belgia pada April lalu. Tak pelak, Belanda difavoritkan meraih medali emas balap sepeda road race putri di Olimpiade 2020.
Lizzie Deignan sendiri juga merupakan salah satu unggulan. Atlet kelahiran West Yorkshire itu memiliki reputasi sebagai peraih perak Olimpiade 2012. Elisa Longo Borghini asal Italia juga diperhitungkan karena meraih perunggu di Olimpiade 2016.
Ilustrasi balapan sepeda putri. Foto: Getty Images
Namun, prediksi tinggal prediksi. Deignan cuma finis ke-11, Borghini kembali meraih perunggu. Sementara itu, dari sekian banyak unggulan asal Belanda, cuma Annemiek van Vleuten yang berhasil menyentuh garis finis.
ADVERTISEMENT
Lucunya, pesepeda 38 tahun itu sempat merasa menjadi pemenang lomba. Padahal nyatanya, Van Vleuten 'hanya' berhak meraih perak.
Faktanya, medali emas berhak direnggut oleh pebalap yang melaju 1 menit 15 detik lebih cepat dari mantan juara dunia balap sepeda putri itu. Dia adalah Anna Kiesenhofer, pesepeda yang tak masuk dalam daftar unggulan.
Sepanjang sejarah Olimpiade musim panas, ini adalah kali pertama Austria merebut medali emas dari balapan sepeda putri. Bahkan sebenarnya, ini adalah medali pertama Austria setelah lebih dari satu abad lamanya.
Medali Emas Olimpiade Tokyo 2020. Foto: Issei Kato/REUTERS
Sebelumnya, terakhir kali Austria mendapat emas dari balapan sepeda terjadi pada Olimpiade pertama di Athena, Yunani, 1896. Atlet pria bernama Adolf Schmal meraih satu emas (kategori 12 jam) dan dua perunggu (time trial dan balapan 10 km).
ADVERTISEMENT
Ya, Austria harus menunggu hingga 125 tahun lamanya untuk bisa melihat ada pesepeda dari negeri mereka yang menyentuh garis finis pertama di sebuah lomba Olimpiade. Atlet yang terpilih itu bernama Anna Kiesenhofer, sosok yang sekaligus memutus puasa emas Austria sejak Olimpiade 2004.
"Ini sangat luar biasa. Saya benar-benar telah berkorban begitu banyak untuk hari ini. Saya tidak berharap untuk menyelesaikannya seperti itu (menang). Saya mengorbankan segalanya bahkan untuk posisi 15 besar dan untuk mendapatkan ini (medali emas), atas pengorbanan itu, adalah sebuah pencapaian,” kata Kiesenhofer, dikutip dari The Guardian.
Ya, bahkan Kiesenhofer tidak menyangka bisa menang. Jadi, semua orang terkejut, tak terkecuali dirinya.
Anna Kiesenhofer dari Austria di Olimpiade 2020. Foto: REUTERS/Christian Hartmann
Anna Kiesenhofer bukan sekadar atlet. Di luar lintasan, ia adalah sosok yang tampak menggilai matematika. Ia pertama mengambil studi matematika di Technical University of Vienna, Austria (2008-11); lalu menyelesaikan gelar masternya di University of Cambridge, Inggris (2011-12).
ADVERTISEMENT
Tak sampai di situ, Kiesenhofer juga memperoleh gelar PhD di Polytechnic University of Catalonia, Barcelona, pada 2016. Menurut pemaparan cyclingnews.com, dia saat ini bekerja sebagai peneliti dan dosen di Universitas Lausanne, Swiss.
Lantas, apakah ada hubungan antara kemenangannya di Olimpiade 2020 dengan ilmu matematika? Dia mengisyaratkan begitu, salah satunya dengan membuat perhitungan cermat terkait aklimatisasi panasnya dalam persiapan menghadapi suhu di Tokyo, Jepang.
"Sebagai ahli matematika, Anda terbiasa memecahkan masalah sendiri, jadi begitulah cara saya membuat pendekatan saat bersepeda," katanya, dikutip dari CNN.
"Banyak pebalap sepeda terbiasa memiliki orang yang benar-benar mendukung mereka. Maksud saya, mereka memiliki pelatih, mereka memiliki ahli gizi, mereka memiliki orang yang merencanakan balapan untuk mereka. Saya hanya melakukan semua pekerjaan ini sendiri," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Namun di sisi lain, Anna Kiesenhofer sadar bahwa olahraga tak melulu soal perhitungan. Sosok yang pernah menjadi juara nasional Austria itu paham, ada faktor keberanian dan insting untuk memenangi sebuah perlombaan.
"Saya berani tampil beda. Saya punya pendekatan berbeda dan ini berarti saya juga tidak bisa ditebak dan itulah yang terjadi kemarin. Orang-orang tidak memprediksi, orang-orang tidak berpikir bahwa saya mungkin menang," jelasnya.
"Tidak menyerah, bertahan, melakukan apa yang sesuai dengan karakter Anda. Anda hanya harus mengikuti naluri Anda," lanjut atlet 30 tahun ini.
***