Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
"Hidup ini seperti maraton, bukan sprint."
Anda barangkali sangat familiar dengan metafora itu dan bahkan sudah bosan mendengarnya. Nyatanya, kata-kata tersebut memang sudah terlalu sering digunakan seperti halnya Wilhelm Scream di film-film aksi.
Namun, ketika hendak berbicara soal dua hal yang bertolak belakang, sulit untuk mencari padanan dari maraton dan sprint. Dua nomor lari itu memang sangat, sangat berbeda.
Suryo Agung Wibowo, mantan sprinter nasional yang pernah menjadi manusia tercepat Asia Tenggara, menjelaskan perbedaan antara maraton dan sprint kepada RunStyle dengan gamblang.
"Oh, tentu sangat berbeda," katanya. "Sprint itu soal kecepatan, sedangkan maraton adalah soal ketahanan atau endurance. Di situ semuanya berbeda, termasuk apa-apa saja yang harus dipersiapkan."
Gampangnya, Anda bisa melihat perbedaan itu dengan membandingkan postur Lalu Muhammad Zohri dan Agus Prayogo. Zohri yang merupakan seorang sprinter punya tubuh lebih kekar dibanding Agus sang pelari jarak jauh.
Perbedaan itu bisa menonjol karena Zohri dan Agus memang ditempa dengan cara berbeda. Untuk seorang sprinter, kata Suryo, latihan lari saja tidak akan cukup.
Pelari cepat membutuhkan latihan-latihan lain, mulai dari kekuatan sampai kelenturan. Ini semua diperlukan agar otot-otot yang diperlukan untuk memberi dorongan bisa bekerja secara optimal.
"Sebaliknya, kalau untuk maraton, utamanya bagi pemula, yang paling penting adalah membiasakan diri. Sedikit demi sedikit dilatih supaya bisa lari lebih jauh. Tapi, jangan juga memaksakan diri. Itu malah bahaya nanti," jelas Suryo.
Indonesia punya banyak sprinter ternama. Sebelum Suryo dan Zohri, ada nama Mardi Lestari dan Purnomo Muhammad Yudhi. Di era sebelumnya lagi, sosok Mohammad Sarengat pernah mengharumkan nama bangsa.
Namun, tidak semua orang bisa menjadi seperti mereka. Tidak semua orang bisa menjadi juara dunia lari 100 meter junior sekaligus manusia tercepat Asia Tenggara seperti Zohri.
Sebab, salah satu unsur terpenting dalam sprint adalah genetika. Ada faktor bawaan yang membuat seseorang bisa jadi sprinter yang lebih baik.
"Ada yang namanya serabut otot putih," kata Suryo. "Semakin banyak serabut otot putihnya, semakin cepat larinya, dan itu sifatnya genetis."
"Tapi, faktor lingkungan juga berpengaruh. Kenapa Amerika (Serikat) dan Jamaika punya banyak sprinter bagus, sementara pelari maraton kebanyakan berasal dari Kenya dan Etiopia? Itu karena faktor lingkungan."
"Di Kenya sama Etiopia, misalnya, daerahnya kering. Orang harus sering berjalan dan berlari hanya untuk mencari air. Itu kenapa ketahanan mereka lebih bagus," papar pria 36 tahun tersebut.
Penjelasan Suryo itu semakin menegaskan perbedaan antara sprint dan maraton. Akan tetapi, apakah sama sekali tidak ada kesamaan antara keduanya? Apa saja metode sprint yang bisa diterapkan oleh para pelari awam?
Berdasarkan Kalender Lari, setidaknya ada 47 event lari yang bakal digelar pada 2020 nanti di Indonesia. Dari semua event itu, hanya satu yang menyertakan sprint dalam agendanya, yaitu Indonesia Women's Run, Maret mendatang.
Dengan kata lain, lari jarak jauh masih jadi primadona. Memang tidak semuanya maraton. Kebanyakan adalah lari dengan jarak 10km atau kurang. Namun, tetap saja, lari 5k sekalipun sudah masuk kategori lari jarak jauh.
Sebenarnya, tidak banyak aspek sprint yang bisa diterapkan di lari jarak jauh. Dari gear saja sudah berbeda. Untuk sprint, sepatu yang dikenakan, misalnya, harus dilengkapi dengan spikes atau paku-paku kecil.
Sudah begitu, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, persiapan yang harus dilakukan pun tidak sama. Pelari jarak jauh bisa saja melatih kekuatan tubuhnya, tetapi itu bukan kewajiban.
Walau begitu, ada yang sama sekali tidak bisa diganggu gugat, yaitu teknik berlari. Ini mutlak. Apa pun larinya, tekniknya harus benar, meskipun teknik berlari sprint dan maraton juga tidak sama.
"Teknik harus benar, ya. Ayunan kaki, gerakan tangan, itu harus diperhatikan semua pelari. Buat yang pemula, paling penting untuk belajar bagaimana lari yang benar dulu," kata Suryo.
Selain teknik, makanan juga harus diperhatikan. Suryo yang kini bekerja sebagai pegawai Kementerian Pemuda dan Olahraga itu menekankan bahwa makanan yang dikonsumsi harus mencukupi kebutuhan gizi.
"Sebenarnya yang penting empat sehat lima sempurna. Karbohidrat, protein, sayur, dan buah itu harus masuk. Selain itu, kalau bisa, jangan makan gorengan, makanan bersantan, dan mi instan," tuturnya.
Semua itu bermuara pada satu hal paling penting: konsistensi. Pelari harus telaten, kata Suryo. Sedari awal, tujuan sudah harus ditetapkan dan pelari harus setia dengan tujuan tersebut.
Di sprint, tujuannya adalah jadi yang tercepat. Untuk maraton dan lari jarak jauh lainnya, tujuannya adalah bagaimana bertahan lama. Pada prinsipnya, pelari harus memahami itu dan mempraktikkannya dengan sungguh-sungguh.
"Kalau punya pelatih, samakan tujuan dengan pelatih. Susun program latihan yang sesuai dan patuhi itu. Kalau itu semua sudah dilakukan pasti hasilnya juga bagus," kata Suryo.
Nah, meskipun sifatnya amat berbeda, sprint dan maraton atau lari jarak jauh lain sebetulnya tetap memiliki kesamaan. Latihan teknik, asupan nutrisi, dan keseriusan adalah sesuatu yang wajib diperhatikan.
Apakah itu semua akan membuat Anda bisa berlari seperti Zohri? Tentu tidak. Akan tetapi, cara-cara yang disampaikan Suryo itu dijamin membuat aktivitas berlari Anda jadi lebih optimal.
Seperti halnya Zohri, Suryo juga dilatih oleh Eni Nuraini yang pada awal tahun ini dinobatkan jadi Pelatih Atletik Terbaik Se-Asia. Suryo pun pernah merasakan gelar manusia tercepat Asia Tenggara sebelum Zohri merebutnya. Masak, sih, enggak percaya sama omongan seorang juara?