news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bulu Tangkis Indonesia Tak Cuma Butuh Talenta, tetapi Juga 'Swagger'

16 Oktober 2019 20:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tunggal putra Indonesia, Anthony Ginting. Foto: Dok. PBSI
zoom-in-whitePerbesar
Tunggal putra Indonesia, Anthony Ginting. Foto: Dok. PBSI
ADVERTISEMENT
Langkah Anthony Ginting di Denmark Open 2019 benar-benar pendek. Babak pertama menjadi pijakan terakhirnya. Brice Leverdez mengalahkannya dalam duel tiga gim.
ADVERTISEMENT
Anthony punya modal bagus untuk menuntaskan pertandingan yang digelar pada Selasa (15/10/2019) itu. Anthony dan Leverdez sudah bertemu dalam tiga pertandingan. Rekor pertemuan berpihak pada Anthony karena berhasil menuntaskan tiga laga dengan tiga kemenangan.
Perhitungan peringkat menjadi modal kedua. Anthony ada di posisi delapan, sedangkan Leverdez di urutan ke-36.
Orang-orang boleh mempertanyakan apalah arti perhitungan peringkat. Sebenarnya perhitungan itu punya arti banyak. Salah satunya adalah rangkaian pengalaman yang didapatnya dalam pertandingan-pertandingan sebelumnya.
Modal ketiga adalah jalannya gim pertama. Anthony tidak sekadar unggul di gim pertama, tetapi menang 21-16.
Kedudukan imbang 9-9 di gim kedua ibarat tapal batas bagi Leverdez yang berbeda. Reli sengit muncul dalam kedudukan itu.
ADVERTISEMENT
Anthony sempat memegang kendali. Pukulan demi pukulan menyebar memaksa Leverdez untuk mengejar dan menjelajah hampir seluruh bidang permainannya.
Leverdez di situasi ini tidak sama dengan Leverdez di gim pertama. Leverdez yang ini bukan Leverdez yang gampang goyah dan sedikit-sedikit melakukan eror.
Ia ngotot mengejar shuttlecock dan menjangkau sudut sulit. Dalam satu titik, Leverdez sempat terjatuh di depan net saat mengembalikan drive. Anthony menyambut pengembaliannya dengan melepaskan pukulan jauh hingga ke area belakang. Harapannya, Leverdez bakal terlambat menjangkau.
Harapan Anthony tidak terwujud. Leverdez langsung berlari hingga area belakang demi mengejar shuttlecock.
Akan tetapi, ia bakal terlambat jika ngotot mengembalikan shuttlecock dengan forehand. Bermodalkan perhitungan seperti itu Leverdez mengambil risiko dengan melepaskan pukulan backhand sambil memutar badan.
ADVERTISEMENT
Pukulan itu tidak kehilangan akurasi. Shuttlecock berhasil melewati net. Anthony menyambutnya dengan smash menyilang dan menempatkan shuttlecock ke kiri depan net.
Pemain asal Prancis, Brice Leverdez, bela Berkat Abadi di Djarum Superliga 2019. Foto: Dok. PBSI
Yang perlu diingat, Leverdez masih ada di kiri belakang. Leverdez berlari lagi mengejar shuttlecock, kali ini ke depan net. Upayanya tidak hanya berhasil meredam serangan, tetapi juga titik awal serangan balik.
Sejak itu, kendali serangan ada di Leverdez. Anthony mulai kerepotan hingga akhirnya gagal mencapai shuttlecock. Leverdez mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, merayakan keunggulan tipis 10-9 itu seperti kemenangan.
Momen itu tidak lantas menggaransi bahwa gim kedua bakal menjadi milik Leverdez. Namun, fragmen tadi menegaskan bahwa Leverdez adalah pebulu tangkis gigih, setidaknya di laga ini.
ADVERTISEMENT
Leverdez juga tidak gampang menyerah di hadapan kebangkitan lawan. Bukti sahihnya terlihat saat Anthony menyamakan kedudukan jadi 19-19 di gim kedua.
Seolah tak peduli dengan kebangkitan lawan, Leverdez menekan lagi. Dua poin beruntun yang direngkuh memperpanjang napasnya di Denmark Open.
Tunggal putra Prancis, Brice Leverdez. Foto: Johannes EISELE / AFP
Sebagian orang menyalahartikan pertandingan babak pertama. Kebanyakan mereka berpikir karena masih babak pertama, pertandingan bisa dilakoni dengan santai.
Faktanya seperti ini. Turnamen seperti Denmark Open sudah berformat gugur sejak awal. Kalau kalah di babak pertama, ya, selesai. Berangkat dari situ, gim ketiga seharusnya dilakoni dengan habis-habisan. Toh, ini kesempatan terakhir.
Anthony tidak merespons kemenangan lawan di gim kedua dengan performa menggigit di awal gim ketiga. Alih-alih menghentak, ia justru tertinggal jauh, 3-11.
ADVERTISEMENT
Leverdez bahkan mengamankan keunggulan 11-3 itu dengan cara brilian di reli panjang. Anthony awalnya memang terlihat mengendalikan reli. Namun, Leverdez berani keluar dari ritme permainan lawan dan menghentak balik.
Leverdez melepaskan sergapan dari depan net. Anthony tidak siap dengan model serangan seperti itu sehingga terlambat mengantisipasi shuttlecock yang mengarah ke tubuhnya.
Aksi Anthony Ginting pada Korea Terbuka 2019. Foto: Dok. PBSI
Anthony bukannya tidak bangkit. Buktinya ia berhasil mengejar ketertinggalan 9-17 menjadi 15-17. Sekeras apa ia meladeni reli panjang pada kedudukan 11-17 juga pantas diacungi jempol. Anthony jatuh-bangun merespons serangan Leverdez. Upayanya tidak berujung buntung.
Reli yang dibangun lewat lebih dari 20 pukulan itu berpihak padanya. Smash menyilang Leverdez terlalu berenergi sehingga dinyatakan out. Anthony benar-benar diselamatkan karena ia sudah terlanjur jatuh di momen itu.
ADVERTISEMENT
Tak sampai di situ. Anthony bisa menyamakan kedudukan menjadi 19-19. Itu berarti, saat lawan hanya merengkuh delapan poin setelah interval, Anthony bisa merengkuh 16 poin. Hebat? Tentu saja.
Pertanyaannya: Kalau Anthony bisa tampil habis-habisan seperti itu setelah interval, mengapa ia tidak bermain demikian sejak awal laga?
Anthony itu bukan pemain dengan kualitas main-main. Kalau main-main, mana mungkin ia bisa menjadi juara China Terbuka 2018. Turnamen itu level 1.000, lho. Bukan turnamen sembarangan.
Atau coba lihat lagi pemain-pemain mana yang pernah dikalahkan Anthony. Ia bahkan sempat dijuluki giants killer karena pernah mengalahkan sejumlah pemain bintang seperti Lin Dan, Chen Long, Viktor Axelsen, Chou Tien Chen, ataupun Kento Momota.
Susy Susanti pernah menyoroti fenomena ini. Yang membuatnya prihatin, kekalahan di sektor tunggal acap ditelan dalam pertarungan tiga gim.
ADVERTISEMENT
Artinya, sempat ada keunggulan dan kemenangan dalam pertandingan tersebut. Selain Denmark Open, kita bisa melihat seperti apa jalannya Indonesia Open.
Kantaphon Wangcharoen, pebulu tangkis asal Thailand. Foto: Wang Zhao/AFP
Anthony gugur di babak kedua usai dikalahkan wakil Thailand, Kantaphon Wangcharoen. Anthony kalah 20-22 di gim pertama, tetapi menang telak 21-11 di gim kedua. Melihat skornya, mengalahkan Wangcharoen seharusnya bukan perkara mustahil bagi Anthony.
Namun, di laga itu Wangcharoen menunjukkan bahwa ia seorang pekerja keras. Ia malah bermain lebih nekat di gim pemungkas.
Wangcharoen berani mengambil smash dalam situasi sulit. Bola-bola tinggi bahkan diresponsnya dengan serangan. Wangcharoen yang minim ekspresi itu tidak mudah dimatikan. Kengototan mematangkan permainannya dari waktu ke waktu.
Indonesia tidak kekurangan talenta di sektor tunggal putra. Ada begitu banyak pemain menjanjikan. Selain Anthony, masih ada Jonatan Christie. Pun dengan Shesar Rhustavito yang kini sedang membuka jalan.
ADVERTISEMENT
Pebulu tangkis Indonesia Jonatan Christie melakukan selebrasi pada babak ketiga Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2019 di St. Jakobshalle, Basel, Swiss, Kamis (22/8). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Persoalannya, Indonesia belum memiliki swagger di sektor ini. Tidak ada pemain yang berani "bengal" (atau katakanlah punya pede selangit) di atas lapangan. Tidak ada pemain yang tetap kejam menekan meski sudah unggul.
Tidak ada yang tahu pasti apa yang dipikirkan para pemain jika sudah unggul. Namun, yang terlihat di sejumlah laga seperti menunjukkan bahwa mereka merasa sah-sah saja menurunkan tekanan begitu unggul.
Indonesia sebenarnya memiliki pemain yang layak buat disebut swagger-nya bulu tangkis. Namun, itu ada di sektor ganda putra: Marcus Kevin dan Kevin Sanjaya.
Pun demikian dengan Mohammad Ahsan dan Hendra Setiawan. Coba hitung-hitung, berapa kali mereka comeback di sepanjang 2019.
Pemain yang terakhir kali membawa Indonesia berjaya di tunggal putra adalah Taufik Hidayat. Orang-orang boleh mencapnya arogan. Namun, prestasi tidak bisa diraih dengan menjadi 'anak baik' di atas lapangan.
ADVERTISEMENT
Kalau arogansi itu dapat membuatnya mengalahkan pemain-pemain lain, mengangkat mental, menjadi juara Olimpiade, dan bahkan mencapai puncak prestasi, mengapa tidak?
Bulu tangkis itu olahraga cepat. Shuttlecock hanya membutuhkan satu detik untuk berpindah dari bidang permainan satu ke bidang permainan lain.
Artinya, segala sesuatu bisa berubah dengan cepat. Lawan yang tertinggal bisa bangkit kurang dari lima menit, sedangkan keunggulan bisa runtuh dalam sekejap.
Itulah sebabnya, garangnya performa tidak boleh menurun sampai selesai. Sederhananya, jangan kasih ampun sebelum duel benar-benar tuntas.
Yang dibutuhkan sektor tunggal bulu tangkis Indonesia adalah pemain yang tidak menganggap juara sebagai perkara luar biasa dan kalah sebagai hal yang biasa-biasa saja. Harus ada pemain yang menganggap menang sebagai keharusan dan kalah sebagai masalah.
ADVERTISEMENT
Agar sektor tunggal bulu tangkis Indonesia tak melulu mengenang Taufik atau Hendrawan, para pemain mesti berlaga tanpa memberi toleransi pada kebangkitan lawan.
Agar sektor tunggal tidak mengungkit-ungkit keberhasilan Susy dari masa ke masa, harus ada pemain yang menolak untuk mengiyakan bahwa hari ini mereka sudah ada di ambang batas.