Dengan Menjadi Badut, Yudha Temukan Jalan Menjadi Atlet

31 Agustus 2018 7:41 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yudha Tri Adytia (kiri) berfoto dengan rekannya dalam cabor trampoline, Sindhu Aji Kurnia Putra Dimas, Kamis (30/8). (Foto: Arif Utama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Yudha Tri Adytia (kiri) berfoto dengan rekannya dalam cabor trampoline, Sindhu Aji Kurnia Putra Dimas, Kamis (30/8). (Foto: Arif Utama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Hidup ini punya terlampau banyak kisah. Tapi, kebanyakan kisahnya memiliki inti yang sama. Dalam suatu fase, seorang cucu jauh Adam dan Hawa merasa dunia ada di atas nampan keinginannya. Namun, di kala itulah nasib menunjukkan bahwa dia bisa sangat berbahaya.
ADVERTISEMENT
Nasib bisa saja menjungkirbalikkan nampan itu sampai tidak ada lagi yang tersisa kecuali teriakan amarah dalam hati. Tapi, inilah menariknya. Cukup lama setelah kejadian itu, cucu jauh Adam dan Hawa itu bisa berdamai dengan rasa sakit atas semua kenyamanan yang telah pergi.
Ia menjahit lukanya sendiri, melanjutkan hidup, dan kembali berani menengadahkan lagitnya ke langit. Manusia itu terlahir kembali seperti Lazarus.
Setelah fase itu, barulah nasib membunyikan bel pintu rumah anak manusia. Nasib menawarkan manusia sebuah kado karena sudah melewati fase sulit. Karena kado itu memang dibutuhkan, maka manusia menerimanya.
Usai kado itu diterima, pandangan manusia terhadap kehidupan ini berubah drastis. Kebanyakan dari manusia, setelah episode seperti itu menimpanya, makin percaya bahwa janji Tuhan perihal akan selalu ada kemudahan di balik setiap kesusahan itu benar adanya.
ADVERTISEMENT
Dan itu akan menjadi penguat ketika akan tiba lagi kesulitan-kesulitan dalam ragam wujud di hidupnya.
Inilah yang juga menjadi cara pandang atlet senam trampolin Indonesia, Yudha Tri Aditya. Dan cara pandang inilah yang membuatnya menjadi bintang dalam babak kualifikasi cabor senam trampolin Asian Games 2018 yang digelar di JIExpo, Kemayoran, Kamis (30/8/2018).
Memang, di hari dan tempat itu, Yudha gagal mempersembahkan perunggu, perak, apalagi emas untuk Indonesia karena berada di posisi kedua terbawah dalam babak kualifikasi. Alhasil, ia tak bisa melaju ke babak final. Tapi, dia tetap mendapatkan pujian.
Atlet-atlet dari negara yang dikenal kualitas atletiknya macam China memujinya karena tahu bahwa dia hanya punya tiga bulan untuk mempersiapkan diri untuk gelaran multievent yang kali ini digelar di Jakarta dan Palembang. Pun hal yang sama dilakukan oleh para juri.
ADVERTISEMENT
Tapi, bukan pujian itu saja yang membuat Yudha berbahagia. Pada hari itu, atlet asal Sukabumi berusia 28 tahun itu tak menyembunyikan rasa bangga karena telah berhasil mewujudkan keinginan almarhum ayahnya – yang wafat ketika usianya tiga tahun karena diabetes -- agar Yudha tampil di event internasional.
Tahu apa yang lucu dari kisah ini? Dua tahun lalu, Yudha merasa dunia ini telah kiamat karena dia terpaksa untuk menghidupi diri dengan menjadi badut di salah satu theme park di Bandung. Tapi, karena badutlah, Yudha bisa menjadi atlet.
Yudha Tri Adytia meluapkan haru usai babak kualifikasi cabor trampoline Asian Games 2018. (Foto: Arif Utama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Yudha Tri Adytia meluapkan haru usai babak kualifikasi cabor trampoline Asian Games 2018. (Foto: Arif Utama/kumparan)
Dua tahun lalu adalah kesempatan terakhir Yudha menjadi atlet senam indah. Faktor usia yang tak muda lagi adalah penyebabnya. Ironisnya, perjalanan terakhir Yudha sebagai atlet senam indah sendiri berakhir tragis.
ADVERTISEMENT
Yudha mewakili Jawa Barat dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) yang juga digelar di tanah yang dahulu pernah dikuasai oleh Prabu Siliwangi itu. Mulanya, dia optimistis karena berhasil mendulang emas dalam ajang Pra-PON 2016. Tapi, hal yang sebaliknya terjadi di PON 2016.
Ketika kompetisi sesungguhnya digelar, lututnya cedera. Itu berarti, Yudha tak bisa mempersembahkan emas untuk Jawa Barat di PON 2016. Setelah PON, satu per satu temannya menyerah untuk mengejar mimpi sebagai atlet senam indah.
Periode tersebut membuat mental Yudha jatuh ke dasar bumi. Dia mulai mempertanyakan apakah senam indah – yang telah dia geluti sejak 4 SD itu – benar-benar jalan hidupnya. Utamanya, karena dia butuh uang untuk menghidupi keluarganya sendiri.
ADVERTISEMENT
“Setelah kejadian itu, saya putus asa. Saya bilang ke diri saya, sudah umur segini, apa lagi yang bisa saya harapkan?” kenang Yudha.
Dari situlah, Yudha memilih untuk menepikan keinginannya. Dia melamar ke salah satu indoor theme park terbesar di Bandung sebagai badut. Karena kemampuan akrobatiknya itu, dia pun diterima.
Menjadi badut tentu saja tak seburuk apa yang orang-orang bayangkan. Malah, ada beberapa hal yang membuatnya sempat merasa bahagia menjadi badut. Misalnya, bisa menafkahi keluarganya dengan uang yang lumayan.
Di sisi lain, Yudha bisa memberikan kebahagiaan kepada para pengunjung dengan memperagakan aksi ajaib ketika menjadi badut. Bahkan, karena menjadi badut, dia bisa bertemu dengan perempuan yang kini menjadi teman hidupnya.
Plus, kisah percintaannya dengan perempuan itu juga cukup mulus. Yudha mengenakan kostum karakter kesukaan si perempuan tanpa sengaja. Lalu, Yudha memberanikan diri untuk mendekatinya. Tak lama, mereka pacaran. Karena akur sekali, Yudha berencana menikahi pacarnya itu tahun depan.
ADVERTISEMENT
Tapi, entah seindah apa pun itu, badut bukanlah jalan hidup Yudha. Karena dia selalu memandang dirinya sebagai seorang atlet. Dalam diam, Yudha menyalurkan alter ego-nya di atas trampolin yang memang ada dalam indoor theme park itu.
Dia menyimak ragam video tutorial dari YouTube soal senam trampolin, dan mempraktikkannya. Dan suatu hari di tahun 2017, dia nekat ke Jakarta untuk mengejar mimpinya itu. Itulah, awal mula Yudha terlahir menjadi atlet senam trampolin.
Para pesenam di nomor trampoline Asian Games 2018. (Foto:  ANTARA FOTO/INASGOC/Peter F Momor)
zoom-in-whitePerbesar
Para pesenam di nomor trampoline Asian Games 2018. (Foto: ANTARA FOTO/INASGOC/Peter F Momor)
Di tahun 2017, sebuah taman bermain dengan tema trampolin yang berlokasi di Pondok Indah, Jakarta Selatan, mengadakan kompetisi trampolin. Dengan uang 300 ribu rupiah dan tak begitu punya banyak kenalan untuk menginap, Yudha pergi ke sana demi mengejar mimpinya.
ADVERTISEMENT
Di sana, Yudha tampil membanggakan. Dia berhasil menjuarai emas dan perak dalam kompetisi tersebut.
Tahun depannya, dia mencoba lagi. Dia datang ke Jakarta untuk mengikuti seleksi Asian Games 2018 karena penasaran. Tak lama, dia pulang ke Bandung dengan rasa bangga. Rasa bangga ini tak hanya diterima, tapi, juga karena berhasil menjadi kapten Tim Indonesia.
Namun, rasa bangga itu berubah menjadi pusing tujuh keliling tak lama setibanya dia di Bandung. Sebab, Yudha masih terikat kontrak dengan indoor theme park yang berlokasi di Bandung itu. Manajer tempat Yudha bekerja tak memberikan izin kepadanya untuk cuti demi Asian Games.
Yudha berusaha melakukan negosiasi agar bisa diterima. Namun, sang manajer masih kukuh untuk tak memberikan izin. Karena negosiasi itu tak juga menemukan titik temu, Yudha disuruh memilih antara pekerjaan atau Asian Games. Tidak ada 'dan' di antara pilihan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam proses negosiasi itu, celakanya, sang manajer memberikan kalimat demi kalimat yang membuat Yudha tersinggung. Inilah yang pada akhirnya membuat Yudha mantap memilih Asian Games.
“Dia menyarankan tetap kerja saja, karena kerja tiap bulan ada penghasilan, sementara dalam pandangannya Asian Games itu sementara dan tidak penting. Dia ngomong gitu, gila tidak? Asian Games yang menjadi mimpi para atlet dia bilang tidak penting?” kata Yudha.
“Jadi, saya kecewa bangetlah. Dari situ, saya mantap pilih Asian Games. Karena ini bukan cuma demi saya, tapi ayah saya.”
Yudha bisa dibilang beruntung dan dia sadar itu. Setelah undur diri menjadi badut, Yudha mendapatkan pelatihan yang menyenangkan dari tempat yang menawarkannya pertama kali kompetisi di bidang trampolin selama tiga bulan.
ADVERTISEMENT
Dibilang menyenangkan karena Greg Roe, pelatih yang dahulu merupakan atlet senam trampolin kelas dunia, selalu mengajarkan anak-anak asuhnya untuk bersenda gurau selama latihan. Tujuannya, tentu saja, agar kemampuan terbaik bisa sepenuhnya tersalurkan.
Bahkan, manajemen tempat itu juga menampung uang saku Yudha. Hal yang melegakan karena Yudha tak memiliki pekerjaan lagi dan karena uang saku dari Kementerian Pemuda dan Olahraga tak selalu tepat waktu.
Atas itulah, dia bisa fokus kepada latihannya. Dan dalam tiga bulan itu, perkembangannya cukup drastis. Itulah yang, sebagaimana disebut di awal, membuatnya menjadi buah bibir usai babak kualifikasi.
***
Setelah kegemilangan ini, Yudha masih belum puas. Dia sadar belum ada yang dia menangi dan karena itulah dia ingin mencoba. Paling dekat, dia berencana mengincar emas di SEA Games 2019. Utamanya, karena negara-negara di Asia Tenggara masih merangkak untuk cabang olahraga ini.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana jika gagal? Ya, Yudha tak khawatir . Dia berencana pensiun pada usia 35 tahun. Alias, masih ada 7 tahun lagi. Setelah susah payah yang dia alami, dia yakin segala rintangan di depan bisa dia atasi.
“Setelah apa yang terjadi, saya jadi sadar bahwa rupanya benar kata pepatah. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian,” kata Yudha sembari tersenyum.